MEDAN, SUMUTPOS.CO – KETUA Komisi II DPRD Medan Sudari ST, meminta Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Medan melalui seluruh Puskesmas agar fokus dan serius dalam mensosialisasikan Surat Edaran (SE) Wali Kota Medan No: 440/11891, perihal kewaspadaan terhadap penyakit Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GgGAPA) Pada Anak. “Di dalam SE Wali Kota Medan itu jelas tertulis petunjuk yang harus dilakukan untuk menekan angka kasus GgGAPA pada anak. Saya minta Dinkes melalui seluruh Puskesmas di Kota Medan agar menjadi garda terdepan dalam mensosialisasikan SE tersebut” kata Sudari, Minggu (23/10).
Dikatakan Ketua Fraksi PAN DPRD Medan itu, saat ini setiap orangtua harus mengetahui tentang potensi menyebarnya kasus gangguan ginjal akut pada anak apabila memberikan obat jenis sirup, terkhususnya pada jenis-jenis sirup yang telah dicabut izin edarnya. “Sosialisasi ini harus dilakukan secara massif.
seperti di posyandu maupun kepada setiap pasien yang datang ke puskesmas, apalagi mereka yang memiliki balita agar tidak memberikan obat sirup kepada anak sampai ada pengumuman lebih lanjut dari pemerintah,” ujarnya.
Selain itu, Puskesmas juga harus memastikan bahwa pihaknya tidak lagi memberikan atau meresepkan obat jenis sirup kepada pasien yang datang, khususnya kepada balita. “Jangan justru tenaga kesehatan di puskesmas yang memberikan obat sirup. Petugas di puskesmas juga harus mensosialisasikan bahwa ada alternatif obat lainnya saat jenis sirup dilarang untuk digunakan sementara waktu,” katanya.
Selain kepada masyarakat, terang Sudari, setiap Puskesmas juga harus mensosialisasikan SE tersebut kepada setiap apotek yang ada di wilayahnya masing-masing agar apotek tersebut tidak lagi menjual obat jenis sirup untuk sementara waktu. Untuk mensosialisasikan SE tersebut, Sudari meminta setiap perangkat di kecamatan hingga kelurahan agar dapat mendampingi pihak Puskesmas.
“Dan kepada setiap orangtua yang memiliki balita, mohon tidak panik. Sementara waktu, jangan berikan obat sirup dulu kepada anak yang sedang sakit dan segera bawa anak ke RS apabila mengalami gejala-gejala ginjal akut seperti demam dan mengalami penurunan volume buang air kecil atau tidak buang air kecil sama sekali,” tutupnya.
Terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPRD Medan, Surianto alias Butong juga meminta Dinas Kesehatan Kota Medan untuk terus melakukan pengawasan ke seluruh apotek yang ada di Kota Medan agar tidak ada lagi yang menjual obat jenis sirup secara bebas, khususnya untuk sejumlah merk obat yang telah dicabut izin edarnya. “Pastikan SE dari Wali Kota Medan sudah diterima dan ditempelkan ke seluruh apotek yang ada di Kota Medan. Dinkes Medan harus melakukan pengawasan agar tidak ada apotek yang diam-diam menjual obat-obat yang dimaksud,” kata Butong kepada Sumut Pos, Minggu (23/10).
Dikatakan Ketua Fraksi Partai Gerindra itu, seluruh apotek di Kota Medan harus dapat memahami dan mematuhi isi surat edaran yang dimaksud. Bila tetap melanggar aturan, Pemko Medan dapat memberikan sanksi kepada pelaku usahanya. “Pengawasan yang dilakukan Dinkes harus rutin dan berkesinambungan, pastikan SE tersebut telah dipatuhi,” tegasnya.
Butong juga meminta agar setiap orangtua tidak panik atas maraknya kasus gangguan gagal ginjal akut pada anak. “Ikuti saja arahan dari pemerintah, dan segera bawa anak ke RS bila mengalir gejala yang dimaksud. Semoga penyakit gangguan ginjal akut pada anak ini dapat segera teratasi sehingga tidak ada lagi anak di Kota Medan yang terserang penyakit ini. Untuk itu, butuh kerjasama kita semua, baik pemerintah, masyarakat, tenaga kesehatan, hingga pelaku usaha apotek,” pungkasnya.
Pemerintah Wajib Prioritaskan Kesehatan Anak
Sementara, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menegaskan, keselamatan masyarakat, khususnya anak, merupakan hukum tertinggi yang harus dijalankan pemerintah. Karena itu, terkait kasus gagal ginjal anak, pemerintah harus memastikan anak mendapat pelayanan kesehatan yang baik dan dijamin UUD 1945.
“Anak adalah generasi penurus bangsa yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Oleh karena itu setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta lingkungan hidup yang baik dan sehat. Serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan, sebagaimana amanat Pasal 28 B dan H Undang-undang Dasar 1945,” kata Wakil Direktur LBH Medan, Irvan Saputra kepada wartawan, Sabtu (22/10).
Ia menyampaikan itu, terkait kasus 11 anak gagal ginjal aku di Sumut, yang diketahui 7 diantaranya meninggal dunia. Karenanya menurut dia, pemerintah terkhusus dinas kesehatan harus memprioritaskan penanganan kasus tersebut. “Menyikapi hal tersebut, LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap perlindungan anak dan hak asasi manusia meminta pemerintah, dalam hal ini Dinas Kesehatan Sumut, memprioritsakan keselamatan rakyat (Salus Populi Suprema Lex Esto) terkhusus kepada anak,” imbuhnya.
Dikatakannya, gangguan ginjal akut misterius terhadap anak yang terjadi di Indonesia telah menimbulkan kekhawatiran di masyarakat terkhusus bagi para orang tua. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencatat hingga 18 Oktober 2022, jumlah kasus gagal ginjal akut yang dilaporkan sebanyak 206 dari 20 provinsi dengan angka kematian sebanyak 99 anak. “Gangguan ginjal akut misterius yang hari ini mengkhawatirkan di Sumut, juga harus disikapi secara cepat dan benar guna memberikan perlindungan anak dalam hal kesehatannya,” sebutnya.
Di Sumut sendiri, kata dia, dinas kesehatan mencatat 11 orang anak menjalani perawatan di rumah sakit. Anak-anak yang meninggal akibat gagal ginjal akut misterius tersebut berusia 1-5 tahun dengan gejala demam gangguan pencernaan seperti muntah dan diare, gangguan pernapasan seperti batuk dan pilek tidak bisa kencing atau volume urine yang ke luar sangat sedikit. Namun, hingga saat ini belum diketahui penyebab terjadinya gagal ginjal akut.
Di sisi lain, kata dia, Kementerian Kesehatan melalui Surat Edaran (SE) Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada anak, menginstruksikan agar seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan atau bebas terbatas dalam bentuk sirop kepada masyarakat sampai dilakukan pengumuman resmi dari pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana tertuang pada poin 8 dari surat edaran itu.
“LBH Medan menilai Kemenkes tidak cukup hanya sekedar memberikan instruksi tetapi juga harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap apotek, karena tidak menutup kemungkinan masih ada pihak-pihak yang belum mendapakan informasi tersebut secara langsung,” urainya.
Tidak hanya itu, Kemenkes dalam hal ini Dinas Kesehatan Sumut juga harus memastikan pelayanan kesehatan terhadap anak-anak yang menderita gangguan ginjal akut guna mencegah bertambahnya korban. “Semisal tersedianya rumah sakit yang menangani cepat penyakit tersebut dengan memastikan ketersediaan ruangan dan alat penanganan atas penyakit gangguan ginjal akut tersebut,” pungkasnya. (map/man/adz)