32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Jawab Tantangan Hortikultura Nasional, Ini Jurusnya

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Produk hortikultura Indonesia menghadapi masalah tidak mudah untuk bisa bersaing di tingkat internasional. Masalah itu membutuhkan perbaikan. Tanpa perbaikan, produk hortikultura Indonesia akan kian tak bisa bersaing di kancah dunia, bahkan kalah dari negara tetangga.

Menurut Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto, sedikitnya ada empat poin hal yang harus diperbaiki di sektor pertanian di Tanah Air. Pertama, produk hortikultura belum sesuai dengan kebutuhan pasar. “Baik dari sisi kualitas, kuantitas, dan juga kontinuitas,” kata Prihasto di Jakarta belum lama ini.

Prihasto memberi contoh kasus. Suatu ketika ia didatangi eksportir manggis. Eksportir itu mencari lokasi petani produsen manggis. Eksportir membutuhkan sebanyak 200 ton manggis untuk dikirim ke pembeli di China.

Prihasto lalu menyebutkan nama daerah yang sedang ada panen raya. Bergegas eksportir itu menuju lokasi sekaligus membawa truk. “Tapi 200 ton manggis itu sulit mengumpulkannya. Baru bisa terkumpul setelah eksportir mendatangi 40 desa. Jatuhnya mahal (harga manggisnya),” kata dia.

Prihasto membandingkan kondisi di Thailand. Di negeri Gajah Putih itu 500 ton durian untuk ekspor dapat dikumpulkan dalam waktu satu hari saja.

Tantangan kedua, jelas Prihasto, masih tingginya kandungan bahan kimia berbahaya dalam produk hortikultura dari Indonesia. Kandungan kimia yang dimaksud antara lain pestisida dan logam berat.

Tantangan ketiga terkait produktivitas tanaman hortikultura yang rendah. “Bawang merah kita masih 9 ton per hektare. Ini masalahnya ada di bibit. Jadi, bagaimana caranya agar peneliti kita bisa menghasilkan penemuan bibit yang mampu meningkatkan produktivitas tanaman,” tutur Prihasto.

Tantangan keempat, yaitu masalah aksesibilitas dan transportasi. “Ini harus kita cari jalan keluarnya bersama-sama,” pungkasnya.

Untuk menjawab masalah itu, jelas Prihasto, Kementan menggulirkan program kampung hortikultura. Di dalam program ini, antara lain ada pengembangan buah-buahan lewat kampung buah. Program ini untuk mendukung perkembangan dan meningkatkan daya saing hortikultura Indonesia.

Jumlah Kampung Buah yang dibina Kementan mencapai 1.811 kampung dalam kurun 2020- 2022. Terdiri dari 134 Kampung Jeruk, 149 Kampung Mangga, 137 Kampung Manggis, 243 Kampung Pisang, 422 Kampung Durian, 253 Kampung Lengkeng, 284 Kampung Alpukat, dan 189 Kawasan Buah Lainnya.

Untuk mengembangkan Kampung Buah, jelas Anton, Kementan memberi dukungan berupa satu paket bantuan lengkap. Mulai dari benih, sarana produksi (saprodi) pertanian, pengendali organisme pengganggu tumbuhan (OPT) hingga sarana dan prasarana pascapanen dan pengolahan.

Kementan juga menyediakan sistem peringatan dini untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan komoditas hortikultura, termasuk buah, di masyarakat. Lewat Kampung Buah, kata Anton, produksi buah tidak lagi terpencar. Harapannya, daya saing buah Indonesia semakin meningkat. (rel)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Produk hortikultura Indonesia menghadapi masalah tidak mudah untuk bisa bersaing di tingkat internasional. Masalah itu membutuhkan perbaikan. Tanpa perbaikan, produk hortikultura Indonesia akan kian tak bisa bersaing di kancah dunia, bahkan kalah dari negara tetangga.

Menurut Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto, sedikitnya ada empat poin hal yang harus diperbaiki di sektor pertanian di Tanah Air. Pertama, produk hortikultura belum sesuai dengan kebutuhan pasar. “Baik dari sisi kualitas, kuantitas, dan juga kontinuitas,” kata Prihasto di Jakarta belum lama ini.

Prihasto memberi contoh kasus. Suatu ketika ia didatangi eksportir manggis. Eksportir itu mencari lokasi petani produsen manggis. Eksportir membutuhkan sebanyak 200 ton manggis untuk dikirim ke pembeli di China.

Prihasto lalu menyebutkan nama daerah yang sedang ada panen raya. Bergegas eksportir itu menuju lokasi sekaligus membawa truk. “Tapi 200 ton manggis itu sulit mengumpulkannya. Baru bisa terkumpul setelah eksportir mendatangi 40 desa. Jatuhnya mahal (harga manggisnya),” kata dia.

Prihasto membandingkan kondisi di Thailand. Di negeri Gajah Putih itu 500 ton durian untuk ekspor dapat dikumpulkan dalam waktu satu hari saja.

Tantangan kedua, jelas Prihasto, masih tingginya kandungan bahan kimia berbahaya dalam produk hortikultura dari Indonesia. Kandungan kimia yang dimaksud antara lain pestisida dan logam berat.

Tantangan ketiga terkait produktivitas tanaman hortikultura yang rendah. “Bawang merah kita masih 9 ton per hektare. Ini masalahnya ada di bibit. Jadi, bagaimana caranya agar peneliti kita bisa menghasilkan penemuan bibit yang mampu meningkatkan produktivitas tanaman,” tutur Prihasto.

Tantangan keempat, yaitu masalah aksesibilitas dan transportasi. “Ini harus kita cari jalan keluarnya bersama-sama,” pungkasnya.

Untuk menjawab masalah itu, jelas Prihasto, Kementan menggulirkan program kampung hortikultura. Di dalam program ini, antara lain ada pengembangan buah-buahan lewat kampung buah. Program ini untuk mendukung perkembangan dan meningkatkan daya saing hortikultura Indonesia.

Jumlah Kampung Buah yang dibina Kementan mencapai 1.811 kampung dalam kurun 2020- 2022. Terdiri dari 134 Kampung Jeruk, 149 Kampung Mangga, 137 Kampung Manggis, 243 Kampung Pisang, 422 Kampung Durian, 253 Kampung Lengkeng, 284 Kampung Alpukat, dan 189 Kawasan Buah Lainnya.

Untuk mengembangkan Kampung Buah, jelas Anton, Kementan memberi dukungan berupa satu paket bantuan lengkap. Mulai dari benih, sarana produksi (saprodi) pertanian, pengendali organisme pengganggu tumbuhan (OPT) hingga sarana dan prasarana pascapanen dan pengolahan.

Kementan juga menyediakan sistem peringatan dini untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan komoditas hortikultura, termasuk buah, di masyarakat. Lewat Kampung Buah, kata Anton, produksi buah tidak lagi terpencar. Harapannya, daya saing buah Indonesia semakin meningkat. (rel)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/