25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Acara Nusantara Bersatu Banjir Kritikan, Terlalu Elitis, Tak Sensitif Korban Gempa

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – PDI Perjuangan (PDIP) mengkritik acara Nusantara Bersatu yang digelar relawan Joko Widodo di Gelora Bung Karno (GBK). Kegiatan itu dinilai sebagai upaya elite relawan mengeruk keuntungan.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, pihaknya sangat menyesalkan adanya elite relawan yang dekat dengan kekuasaan, namun memanfaatkan kebaikan Presiden Jokowi. Hal itu menurunkan citra presiden. “Akibatnya, kehebatan kepemimpinan Presiden Jokowi di acara G20 yang membanggakan di dunia, dan rakyat Indonesia, lalu dikerdilkan hanya urusan gegap gempita di GBK,” katanya.

Sepertinya, kata Hasto, elite relawan mau mengambil segalanya. Jika tidak dipenuhi keinginannya, mereka mengancam akan membubarkan diri. Tetapi jika dipenuhi, elite tersebut melakukan banyak manipulasi.

Alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) itu mengatakan, banyak pejabat di sekitar Presiden Jokowi yang kurang paham bahwa elite relawan adalah kumpulan berbagai kepentingan. Acara Nusantara Bersatu menjadi pelajaran politik yang sangat penting. Apalagi dalam melakukan mobilisasi massa, mereka menjanjikan sesuatu yang tidak sehat. “Kami mengimbau kepada ring satu Presiden Jokowi agar tidak bersikap asal bapak senang (ABS),” tandasnya.

Terkait kriteria Capres yang disampaikan Jokowi pada pertemuan itu, anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Deddy Yevri Sitorus memandang hal itu hanya candaan dan metafora. “Intinya, pemimpin itu harus bekerja keras untuk menjalankan amanah, berpikir untuk rakyat, dan bukan hanya kelompoknya sendiri,” kata Deddy.

Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi menjelaskan, pernyataan Jokowi tentang sosok pemimpin yang berkerut dan berambut putih adalah personifikasi. Yakni betapa berat tugas dan tanggungjawab menjadi seorang pemimpin. Berpikir dan serius bekerja tanpa lelah tentu akan berpengaruh terhadap fisik. “Kalau di PAN, ada beberapa tokoh yang berambut putih, ada Bang Zulkifli Hasan, Bang Hatta Rajasa, dan Mas Hilal Hamdi,” tuturnya lantas terkekeh.

Sementara itu, Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengkritik pernyataan Presiden Jokowi terkait kriteria pemimpin yang merakyat. Pasalnya, menilai sosok dari fisik seperti rambut hingga raut muka dinilai tidak relevan.

Tampilan fisik, kata dia, kerap dimanipulasi seolah-olah kerja keras dan dekat dengan masyarakat. “Tapi, saat rakyatnya ditindas, diintimidasi, ditekan, malah diam seribu bahasa,” imbuhnya.

Terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menilai, konsolidasi relawan Jokowi merupakan manuver politik untuk mengokohkan narasi mengusung Ganjar Pranowo di Pilpres 2024. Hal itu terlihat jelas dari pesan simbolik pada Ganjar melalui kata berambut putih.

Namun, Umam menilai target Relawan Jokowi di GBK untuk membangkitkan sentimen positif publik tidak mampu optimal. Sebab, pelaksanaan acara itu seolah dipaksakan di tengah masyarakat sedang fokus peduli pada penanganan bencana gempa bumi di Cianjur.

Terlebih, pelaksanaan acara di GBK juga menabrak aturan yang melarang adanya kegiatan-kegiatan kolosal termasuk event olah raga sendiri. Sehingga banyak dimaknai sebagian pihak sebagai ekspresi pongahnya kekuasaan. (lum/far/bay/jpg)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – PDI Perjuangan (PDIP) mengkritik acara Nusantara Bersatu yang digelar relawan Joko Widodo di Gelora Bung Karno (GBK). Kegiatan itu dinilai sebagai upaya elite relawan mengeruk keuntungan.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, pihaknya sangat menyesalkan adanya elite relawan yang dekat dengan kekuasaan, namun memanfaatkan kebaikan Presiden Jokowi. Hal itu menurunkan citra presiden. “Akibatnya, kehebatan kepemimpinan Presiden Jokowi di acara G20 yang membanggakan di dunia, dan rakyat Indonesia, lalu dikerdilkan hanya urusan gegap gempita di GBK,” katanya.

Sepertinya, kata Hasto, elite relawan mau mengambil segalanya. Jika tidak dipenuhi keinginannya, mereka mengancam akan membubarkan diri. Tetapi jika dipenuhi, elite tersebut melakukan banyak manipulasi.

Alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) itu mengatakan, banyak pejabat di sekitar Presiden Jokowi yang kurang paham bahwa elite relawan adalah kumpulan berbagai kepentingan. Acara Nusantara Bersatu menjadi pelajaran politik yang sangat penting. Apalagi dalam melakukan mobilisasi massa, mereka menjanjikan sesuatu yang tidak sehat. “Kami mengimbau kepada ring satu Presiden Jokowi agar tidak bersikap asal bapak senang (ABS),” tandasnya.

Terkait kriteria Capres yang disampaikan Jokowi pada pertemuan itu, anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Deddy Yevri Sitorus memandang hal itu hanya candaan dan metafora. “Intinya, pemimpin itu harus bekerja keras untuk menjalankan amanah, berpikir untuk rakyat, dan bukan hanya kelompoknya sendiri,” kata Deddy.

Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi menjelaskan, pernyataan Jokowi tentang sosok pemimpin yang berkerut dan berambut putih adalah personifikasi. Yakni betapa berat tugas dan tanggungjawab menjadi seorang pemimpin. Berpikir dan serius bekerja tanpa lelah tentu akan berpengaruh terhadap fisik. “Kalau di PAN, ada beberapa tokoh yang berambut putih, ada Bang Zulkifli Hasan, Bang Hatta Rajasa, dan Mas Hilal Hamdi,” tuturnya lantas terkekeh.

Sementara itu, Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengkritik pernyataan Presiden Jokowi terkait kriteria pemimpin yang merakyat. Pasalnya, menilai sosok dari fisik seperti rambut hingga raut muka dinilai tidak relevan.

Tampilan fisik, kata dia, kerap dimanipulasi seolah-olah kerja keras dan dekat dengan masyarakat. “Tapi, saat rakyatnya ditindas, diintimidasi, ditekan, malah diam seribu bahasa,” imbuhnya.

Terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menilai, konsolidasi relawan Jokowi merupakan manuver politik untuk mengokohkan narasi mengusung Ganjar Pranowo di Pilpres 2024. Hal itu terlihat jelas dari pesan simbolik pada Ganjar melalui kata berambut putih.

Namun, Umam menilai target Relawan Jokowi di GBK untuk membangkitkan sentimen positif publik tidak mampu optimal. Sebab, pelaksanaan acara itu seolah dipaksakan di tengah masyarakat sedang fokus peduli pada penanganan bencana gempa bumi di Cianjur.

Terlebih, pelaksanaan acara di GBK juga menabrak aturan yang melarang adanya kegiatan-kegiatan kolosal termasuk event olah raga sendiri. Sehingga banyak dimaknai sebagian pihak sebagai ekspresi pongahnya kekuasaan. (lum/far/bay/jpg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/