CIANJUR, SUMUTPOS.CO – Gempa bumi di Kabupaten Cianjur mengakibatkan 56.311 rumah rusak. Akibatnya, sebanyak 45.976 orang terpaksa tinggal di tenda-tenda pengungsian. Hingga kemarin, terdapat 207 titik lokasi pengungsian. Baik terpusat maupun mandiri.
HINGGA hari ketujuh pascagempa, kehidupan pengungsi makin memprihatinkan. Khususnya yang tinggal di tenda yang dibangun secara mandiri menggunakan terpal. Setiap hujan turun, para pengungsi harus sibuk memindahkan barang-barang agar tidak basah. Beberapa tenda juga terlihat bocor. Air hujan pun masuk membasahi alas tenda.
Fadil, warga Kampung Cibeleng Hilir, mengungkapkan, di kampungnya ada 150 rumah rusak. Sekitar 95 persen rusak berat dan tidak dapat ditempati kembali. Karena itu, warga, termasuk dirinya, harus mengungsi ke tenda-tenda yang dibangun di sekitar Kampung Cibeleng Hilir. “Jumlah tenda yang didirikan pemerintah masih kurang, tidak sebanding dengan jumlah pengungsi,” keluhnya, kemarin.
Fadil dan beberapa warga berinisiatif membangun tenda secara mandiri menggunakan terpal. “Masalahnya sekarang sering turun hujan. Tentu ini sangat mengganggu, terutama yang terpalnya bocor,” lanjutnya.
Sebagian tenda didirikan di area persawahan. Saat hujan turun deras, air bahkan keluar merembes dari dalam tanah. “Apalagi kemarin Jumat itu kan banjir. Airnya ya pada masuk ke tenda-tenda hingga akhirnya kita buat parit sementara,” terangnya.
Hujan yang sering terjadi belakangan ini membuat para pengungsi merasa kedinginan. Terutama anak kecil. Bahkan, lanjut Fadil, saat ini sebagian anak mengalami demam. “Anak-anak itu yang sangat kasihan, biasa tinggal di rumah yang leluasa bisa main ke sana-sini dan sekarang harus di tenda. Mana umpek-umpekan, hujan lagi,” ungkapnya.
Karena itu, Fadil berharap, pemerintah segera memperbaiki rumah-rumah yang rusak. Jika hal itu tidak memungkinkan, dia berharap ada bantuan tenda yang representatif. “Karena ini kan musim hujan,” katanya.
Sementara itu, Wakil Direktur Administrasi Umum RSUD Sayang Cianjur dr Neneng Efa mengungkapkan, cuaca saat ini memang bisa berdampak buruk pada kesehatan para pengungsi di tenda-tenda. Terlebih dengan kondisi psikologis mereka yang baru tertimpa musibah.
Kondisi stres bisa membuat daya tahan tubuh menurun dan mudah terserang penyakit. “Kita yang tidak di tenda saja juga begini, apalagi mereka yang tidak punya rumah dan tinggal di pengungsian. Jadi ya mereka lebih rentan terkena penyakit,” jelasnya.
Karena itu, lanjut Efa, selain membutuhkan bantuan fisik, para pengungsi butuh dukungan psikologis. Sebab, terkadang kondisi psikologis lebih penting dari fisik. Jika mental dan psikologis kuat, daya tahan tubuh mereka akan lebih bagus. “Ini memang sedang seperti itu ya di pengungsian-pengungsian. Kita memerlukan orang-orang psikologi atau orang-orang yang memberikan supporting. Dan kalau saya lihat yang di media sosial memang itu sudah bergerak,” terangnya.
Efa mengungkapkan, secara akumulatif, jumlah pasien luka yang dirawat di RSUD Sayang Cianjur sebanyak 864 orang. Perinciannya, 317 luka berat dan 547 luka ringan dan sedang. Namun, hingga kemarin yang masih dirawat hanya 37 orang. Terdiri atas 31 korban gempa dan 6 orang dari efek pengungsian. Para pengungsi itu kebanyakan mengalami sakit ISPA dan dehidrasi.
“Kami telah merujuk beberapa korban luka berat ke sejumlah daerah. Saat ini rumah sakit kita siap, tapi memang ada pasien yang tidak mau dirawat di dalam ruangan karena merasa trauma,” ucapnya.
Korban Jiwa Jadi 321 Orang
Jumlah korban jiwa akibat gempa yang mengguncang wilayah Cianjur, Jawa Barat, bertambah menjadi 321 orang, sebagaimana diumumkan oleh Kepala BNPB Suharyanto dalam konferensi pers hari ini, Minggu (27/11). Angka itu bertambah lantaran tim gabungan menemukan tiga jenazah baru.
“Terkait dengan pencairan dan pertolongan korban hari ini ditemukan tiga jenazah, sehingga di catatan kita semua berarti dengan tiga temuan ini yang meninggal jadi 321 orang,” kata Suharyanto.
Usai tiga jenazah ditemukan, maka korban hilang yang masih tercatat 11 orang. Tim gabungan masih terus melakukan pencarian.
Suharyanto mengatakan sejauh ini juga masih ada 108 warga yang dirawat akibat menderita luka berat. Mengenai pengungsian, Suharyanto menyebut sejauh ini ada 352 titik. Kemudian juga ada 142 titik pengungsian mandiri yang didirikan masyarakat. “Artinya masyarakat yang mendirikan pengungsian di dekat rumah masing-masing dengan di bawah 25 orang,” ucap dia.
Gempa mengguncang wilayah Cianjur, Jawa Barat dengan kekuatan magnitudo 5,6 pada 21 November lalu. Gempa terjadi sekitar pukul 13.21 WIB. Gempa berpusat di kedalaman 10 kilometer, dengan koordinat 6,84 Lintang Selatan -107.05 Bujur Timur.
Untuk kerugian materiil, sebanyak 58.049 rumah rusak dengan rincian 20.367 rumah rusak ringan, 12.496 rusak sedang, dan 25.186 rusak berat. Lalu, ada 363 sekolah yang rusak, 144 tempat ibadah, 3 fasilitas kesehatan, dan 16 gedung kantor.
Pencarian Korban Hilang Dilanjutkan
Tim Pencarian dan Pertolongan (SAR) gabungan kembali memulai pencarian korban yang diduga masih tertimbun pasca gempa Cianjur pada Senin (21/11) lalu. Kepala Kantor SAR Bandung Jumaril menjelaskan pencarian hari ketujuh ini difokuskan di tiga area yakni Warung Sate Shinta, Desa Cijedil, dan Kampung Cicadas.
Adapun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut total 14 korban yang masih hilang merupakan warga Desa Cijedil. “Pencarian strategi yang dilakukan yaitu dengan memaksimalkan seluruh personel yang ada baik internal Basarnas ataupun potensi SAR dan relawan,” kata Jumaril.
Dalam pencarian kali ini, Jumaril mengatakan pihaknya masih mengandalkan bantuan anjing pelacak untuk mengidentifikasi lokasi korban yang tertimbun longsoran. Selain itu, tim SAR gabungan juga tetap memaksimalkan penggunaan metodelife detector. “Tim SAR gabungan juga diharapkan bisa memaksimalkan alat konstruksi dan alat berat pada operasi SAR hari ketujuh,” katanya.
Jumaril menjelaskan salah satu kendala yang masih dihadapi tim petugas di lapangan yakni faktor cuaca serta masih adanya gempa susulan. Kedua kondisi itu, kata dia, membuat upaya pencarian menjadi riskan. “Oleh karenanya Basarnas sudah menempatkan safety officer di setiap area nya untuk memantau pergerakan yang sekiranya membahayakan Tim SAR gabungan,” kata dia.
Pada Sabtu (26/11), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 318 orang meninggal dunia akibat gempa yang terjadi di Cianjur. Kemudian korban yang mengalami luka sebanyak 7.729 orang, terdiri dari 595 mengalami luka berat dan 7.134 mengalami luka ringan. Sementara korban luka berat yang dirawat di rumah sakit sebanyak 108 orang.
Bupati Cianjur Pimpin Satgas Penanganan Gempa
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut, gempa Cianjur termasuk kategori bencana daerah bukan nasional. Oleh karena itu, ketua Satgas penanggulangan gempa akan diemban Bupati Cianjur, Herman Suherman. “Itu berdasarkan Instruksi Presiden bahwa bencana daerah Itu otomatis Pak Bupati menjadi komandan Satgas dibantu wakilnya adalah komandan Kodim dan Kapolres,” kata Kepala BNPB Letjen Suharyanto dalam konferensi pers, Minggu (27/11).
Suharyanto mengatakan, Bupati Cianjur Herman Suherman akan menjadi Kepala Satgas tujuh hari setelah peristiwa terjadi atau pada hari ini, Senin (28/11). Dia mengatakan hal itu juga sesuai dengan ketentuan Kementerian Dalam Negeri dalam surat edaran per 16 Februari 2019.
Suharyanto menjelaskan, Bupati bisa menunjuk komandan Kodim menjadi petugas lapangan bersama Kapolres. Dengan begitu, aparat di daerah Kabupaten Cianjur nanti secara perlahan bakal memegang komando.
“Mulai besok (hari ini) Pak Bupati akan memegang kendali penuh terkait pelaksanaan tugas di lapangan terkait pencarian dan pertolongan, terkait dengan penanganan pengungsi, evakuasi, termasuk pada saat nanti pembangunan rumah-rumah yang rusak,” ujarnya. Meski demikian, Suharyanto menegaskan bahwa pemerintah pusat akan mendampingi dan memberikan bantuan secara optimal. (gih/c17/oni/jpg)