JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Suara pro dan kontra atas kenaikan biaya perjalanan ibadah haji 2023 yang diusulkan Kementerian Agama (Kemenag), terus menggelinding. Ada yang setuju, ada juga yang keberatan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, biaya perjalanan haji tahun 2023 masih dalam pengkajian, belum final.
PRESIDEN Jokowi mengatakan, usulan kenaikan biaya haji 2023 masih dalam proses kajian dan kalkulasi. Dia pun heran, usulan itu sudah menuai pro dan kontra di masyarakat, padahal belum difinalisasi. “Belum final sudah ramai. Masih dalam proses kajian, masih dalam proses kalkulasi,” kata Jokowi, usai meninjau proyek pembangunan Sodetan Kali Ciliwung di Kanal Banjir Timur, Jakarta, Selasa (24/1).
Presiden mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Agama baru mengusulkan besaran biaya perjalanan ibadah haji ke DPR. Usulan tersebut, kata Jokowi, akan dibahas bersama Komisi VIII DPR sebelum ditetapkan.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily menyakini, usulan kenaikan biaya haji tahun 2023 yang disampaikan Kemenag, bertujuan agar sesuai dengan prinsip istitha’ah (kemampuan) berhaji. Utamanya dalam konteks pembiayaan untuk menjalankan rukun Islam kelima itu. Sehingga kemampuan tersebut harus terukur, untuk keberlangsungan dana haji ke depan. “Prinsipnya, kami ingin biaya haji ini dapat terjangkau masyarakat sesuai dengan prinsip istitho’ah atau kemampuan,” kata politikus Partai Golkar itu, Senin (23/1).
Namun Ace menegaskan, penentuan biaya haji tetap mempertimbangkan sustainibilitas keuangan haji. Serta keadilan nilai manfaat bagi seluruh jemaah haji. Untuk penggunaan nilai manfaat dana haji oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Ace mengatakan perlu diatur agar dapat berkeadilan.
Sebab nilai manfaat adalah hak seluruh jamaah haji Indonesia. Termasuk lebih dari 5 juta jamaah yang masih menunggu antrean berangkat. “Kami tidak ingin nilai pokok keuangan dan nilai manfaat jamaah haji tahun depan dan seterusnya, terpakai untuk jemaah haji tahun ini,” tutur Ace.
Untuk itu dia mengatakan, Panja BPIH 2023 dari DPR akan menghitung dengan detail biaya haji 2023 bersama Panja BPIH 2023 dari pemerintah dan BPKH. Oleh karena itu, Ace meminta BPKH untuk memastikan ketersediaan dana haji yang diperuntukkan sebagai nilai manfaat untuk haji tahun ini. Menurut dia, BPKH sangat penting dalam memastikan biaya haji tahun ini. “Besaran nilai manfaat (subsidi) yang diusulkan 30 persen apakah masih mungkin mengalami perubahan komposisi menjadi lebih besar atau tidak,” katanya.
Lebih lanjut, Ace mengaku Komisi VIII masih akan membahas dengan pihak-pihak terkait dalam pembiayaan haji 2023 pada pekan ini. Dalam minggu ini, akan digelar rapat dengan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kemenag, Kementerian Kesehatan, serta pihak maskapai penerbangan. Kemudian melibatkan Angkasa Pura, serta pihak-pihak lain yang terkait dengan layanan haji baik di dalam negeri maupun di Arab Saudi.
Ace juga mengatakan, pembahasan BPIH musim 2023 ditargetkan rampung pada 13 Februari depan. Ia berharap pada tanggal tersebut, BPIH 2023 sudah dapat diputuskan bersama dan telah resmi ditetapkan.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Agama mengusulkan rata-rata biaya perjalanan ibadah haji atau Bipih Tahun 1444 Hijriah/2023 Masehi sebesar Rp69.193.733 per orang, lebih tinggi dari biaya perjalanan ibadah haji tahun 2022 yang ditetapkan Rp39.886.009 per orang. Usulan itu disampaikan langsung oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI pada 19 Januari 2023.
Menyikapi kenaikan biaya haji ini, Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) mendukung sepenuhnya usulan kenaikan tersebut. Kepala Bagian (Kabag) Tata Usaha Kemenag Sumut, H Ahmad Qosbi mengatakan, alasan kenaikan ongkos haji tersebut mengingat biaya haji tahun ini melonjak hampir dua kali lipat dari tahun lalu, yang hanya sebesar Rp39,8 juta. ”Jumlah (Rp69 juta) ini adalah 70 persen dari usulan rata-rata BPIH yang mencapai Rp98.893.909,11. Sementara 30 persen sisanya ditanggung oleh dana nilai manfaat sebesar Rp5,9 triliun. Ini naik sekitar Rp514 ribu dengan komposisi BIPIH Rp69,193.733 dan nilai manfaat sebesar Rp29.700.175 atau 30 persen,” kata Qosbi didampingi Kabid Haji Kemenag Sumut, Zulfan Effendi kepada wartawan, Selasa (24/1).
“Biaya ini juga lebih tinggi dibandingkan tahun 2018 sampai 2020, yang ditetapkan hanya Rp35 juta,” jelas Qosbi lagi.
Jika komposisi BIPIH hanya 41 persen dan nilai manfaat 59 persen tetap dipertahankan, lanjut Qosbi, maka diperkirakan nilai manfaat akan habis sampai tahun 2027. “Sehingga jamaah haji tahun 2028 harus membayar full 100 persen, pada hal mereka juga berhak atas nilai manfaat simpanan setoran awalnya yang lebih 10 tahun,” terangnya.
Terkait dengan usulan itu, lanjutnya, ada beberapa alasan pemerintah. Pertama kata Qosbi, untuk memenuhi prinsip keadilan dan keberlangsungan dana haji. Kedua, menyeimbangkan antara besaran beban jamaah dengan keberlangsungan nilai manfaat BPIH dimasa mendatang.
Ketiga, dengan perhitungan sekarang mana akan terjadi pembalikan antara beban jamaah dengan nilai manfaat dimana nilai manfaat dikurangi 30 persen sementara sisanya 70 persen menjadi tanggungjawab jamaah. ”Keempat, menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jamaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantri tidak terus tergerus habis. Nilai manfaat berasal dari pengelolaan dana haji yang dilakukan PBKH. Nilai manfaat adalah hak seluruh jamaah haji Indonesia,” urainya.
Oleh karena itu, Kanwil Kemenag Sumut mendukung sepenuhnya kenaikan Bipih oleh Menag atas nama pemerintah untuk kemaslahatan bersama. ”Namun kami tetap menunggu pembahasan di tingkat Panitia Kerja BPIH yang dibentuk Komisi VIII DPR RI. Sebab, ini baru sebatas usulan,” tandasnya.
Sementara, Ketua Forum Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) Sumut, Ilyas Halim mengharapkan pemerintah dan Komisi VIII DPR RI agar memberikan keringanan kepada jamaah haji tahun 2022 yang sudah melunasi BIPIH. ”Kami meminta Kanwil Kemenag Sumut mengundang KBIH se-Sumut guna mensosialisasikan kepada calon jamaah haji yang akan berangkat tahun ini, sehingga mereka memahami alasan kenaikan BIPIH itu,” katanya.
Tak Mampu, Diganti
Sebelumnya, banyak pihak menyatakan keberatan melunasi biaya haji karena Kemenag mengusulkan kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) menjadi Rp69 juta. Apalagi, calon jamaah harus menyediakan uang tunai Rp44 juta untuk pelunasan Bipih. Tingginya beban pelunasan itu, berpotensi membuat banyak masyarakat yang tak mampu melunasinya.
Menyikapi ini, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, Hilman Latief menyebut, pihaknya bakal mencari pengganti, jika ada jamaah yang tidak sanggup melunasi biaya haji 2023/1444 Hijriah. “Kalau ada yang mundur, maka ada yang naik penggantinya,” kata Hilman di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (24/1).
Hilman menyebut, pihaknya telah memberikan waktu pelunasan yang cukup untuk para jemaah sesuai Undang-Undang, yakni 30 hari setelah biaya haji diputuskan pemerintah atau pada 13 Februari 2023. Jika jemaah memerlukan perpanjangan waktu pelunasan, Hilman menyebut Kemenag masih bisa memberikan perpanjangan. “Tapi tentu tidak dalam waktu yang lama dan skema ini sudah berjalan bertahun-tahun dan bukan hanya sekarang jadi sudah belasan tahun lalu model pelunasan seperti ini,” kata Hilman.
Sebelumnya, Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh berharap, calon jamaah haji tidak memaksakan diri. Jika saat dibuka masa pelunasan nanti belum ada uang untuk pelunasan, calon jamaah bisa menunda keberangkatannya sambil menabung untuk musim haji berikutnya. “Kewajiban haji dibebankan pada setiap muslim yang mampu. Baik mampu bekal (finansial dan kesehatan) maupun perjalanan,” katanya di Jakarta, kemarin (23/1).
Asrorun mengatakan dalam penyelenggaraan ibadah haji, tetapi ada peran negara. Menurut dia negara memiliki tanggung jawab memfasilitasi penyelenggaraan ibadah haji.
Mantan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) itu mengatakan, untuk besaran biaya haji, disesuaikan dengan kebutuhan. Khususnya kebutuhan perjalanan dan penyelenggaraan ibadah haji. Menurut dia penetapan biaya haji menjadi kewenangan pemerintah dengan mendasarkan diri pada pertimbangan kemaslahatan umum. “Calon jemaah haji yang belum memiliki kecukupan biaya untuk berangkat haji, berarti belum istitha’ah,” tandasnya.
Calon jamaah haji yang tidak memiliki uang tunai untuk pelunasan, tidak perlu khawatir memilih menunda keberangkatan. Sebab mereka tetap berada dalam daftar prioritas pemberangkatan tahun selanjutnya. Jadi tidak dikeluarkan dari antrean lalu ditempatkan di ekor antrean. (jpc/bbs/man/adz)