29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Dapat Rp20 Ribu per Hari, Hidupi Suami Yang Sedang Sakit

Ibu Dua Anak Jadi Tukang Tambal Ban

Memasak untuk makanan keluarga memang biasa dikerjakan oleh kaum wanita, berbeda dengan ibu dua anak, Sabaria Daulay (45). Kerjanya memasak ban untuk ditambal demi mendapatkan Rp5 ribu rupiah per lubang.

SOPIAN-Tebing Tinggi

Di temui di Jalan Imam Bonjol, Lingkungan IV, Kelurahan Satria, Kecamatan Padang Hilir, Kota Tebingtinggi, Senin (5/3). Lokasi itu merupakan tempat prakteknya memasak ban untuk di tambal.

Sabaria yang masih memiliki suami dan dua anak itu membuka tambal ban di areal pertanahan milik PT KAI. Di atas tanah itu, Sabaria mendirikan rumah berdindingkan tepas, dan beratapkan atap rumbia.

Bermodalkan alat-alat kerja sederhana seperti gunting, obeng, tempat memasak tempel ban yang dibuat sendiri dari setrika bekas, mesin compresor udara yang sudah tua dan sering rusak. Walapun dengan alat sederhana, tapi tangan wanita itu trampil dan dengan mudah membuka ban sepeda motor selama dua menit dan menempelnya selama 10 menit.

“Yah untuk menempel dan masak ban ini hingga memasangnya, saya butuh waktu 15 menit saja,” ujar istri Harun (56).
Dia membeberkan, pendapatannya dalam satu hari tidak tentu, mulai Rp20 ribu hingga Rp50 ribu per harinya. Rezeki itulah yang dimakankanya untuk keluarganya yang berjumlah 5 orang. “Anak saya ada dua, suami saya sakit dan ada satu keponakan saya tinggal di rumah ini,” katanya tersenyum.
Sabaria mengaku, kalau dirinya menambal ban ini sudah bisa sejak masa gadis dahulu. Ketika itu, orang tuanya membuka tambal ban dan dari orang tuanya itulah dia belajar cara menambal ban.

Istri Harun ini mengaku, dirinya terpaksa melakoni menambal ban dikarenakan suaminya yang dahulunya bekerja sebagai pengayuh becak dayung sedang sakit paru-paru akut. Akibat penyakit tak kunjung sembuh, suaminya hanya bisa terbaring di kamar tidurnya.
“Apa mau dibilang lagi, inilah kondisinya. Saya  terpaksa menutupi kebutuhan keluarga dengan menjadi tukang tambal ban warisan ilmu dari orang tua,” ceritanya.

Selama melakoni sebagai penambal ban, Sabaria menyebutkan, setelah kedua anaknya tamat sekolah, barulah anak-anaknya membantunya menambal ban. Sebenarnya, katanya dirinya enggan melihat anaknya menjadi penambal ban.

Tapi, dikarenakan anaknya, Putra (19) mengalami sakit pada mata karena kurang jelas penglihatannya, akibatnya tidak ada perusahaan yang menerimanya. Kini, kedua anaknya praktis menjadi tukang tambal ban.

“Terkadang peran saya sebagai seorang ibu, tapi saya juga sebagai seorang bapak, untuk istirahat tidurpun sering aku tak sempat,” kata Sabaria.
Anak kedua Sabaria, Putra mengaku, harus membantu ibunya bekerja siang malam, karena untuk bekerja di perusahan tak ada yang mau menerimanya karena memiliki mata rabun.

Kini, Sabria berharap kepada Pemko Tebingtinggi untuk membantu perobatan suaminya. Karena selama ini pengobatan hanya dilakukan di Puskesmas terdekat dan pengobatan secara tradisional. Namun, pengobatan alat medis rumah sakit tidak pernah dilakukannya karena ketiadaan biaya.
Seorang penambal ban, B Manurung (45) warga Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai mengaku salut dengan seorang wanita bisa melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh laki-laki, penambal ban ini sudah cekatan  gesitnya membuka ban sepeda motor dengan cepat. “Yang penting pekerjaan itu halal,” ungkap Manurung. (*)

Ibu Dua Anak Jadi Tukang Tambal Ban

Memasak untuk makanan keluarga memang biasa dikerjakan oleh kaum wanita, berbeda dengan ibu dua anak, Sabaria Daulay (45). Kerjanya memasak ban untuk ditambal demi mendapatkan Rp5 ribu rupiah per lubang.

SOPIAN-Tebing Tinggi

Di temui di Jalan Imam Bonjol, Lingkungan IV, Kelurahan Satria, Kecamatan Padang Hilir, Kota Tebingtinggi, Senin (5/3). Lokasi itu merupakan tempat prakteknya memasak ban untuk di tambal.

Sabaria yang masih memiliki suami dan dua anak itu membuka tambal ban di areal pertanahan milik PT KAI. Di atas tanah itu, Sabaria mendirikan rumah berdindingkan tepas, dan beratapkan atap rumbia.

Bermodalkan alat-alat kerja sederhana seperti gunting, obeng, tempat memasak tempel ban yang dibuat sendiri dari setrika bekas, mesin compresor udara yang sudah tua dan sering rusak. Walapun dengan alat sederhana, tapi tangan wanita itu trampil dan dengan mudah membuka ban sepeda motor selama dua menit dan menempelnya selama 10 menit.

“Yah untuk menempel dan masak ban ini hingga memasangnya, saya butuh waktu 15 menit saja,” ujar istri Harun (56).
Dia membeberkan, pendapatannya dalam satu hari tidak tentu, mulai Rp20 ribu hingga Rp50 ribu per harinya. Rezeki itulah yang dimakankanya untuk keluarganya yang berjumlah 5 orang. “Anak saya ada dua, suami saya sakit dan ada satu keponakan saya tinggal di rumah ini,” katanya tersenyum.
Sabaria mengaku, kalau dirinya menambal ban ini sudah bisa sejak masa gadis dahulu. Ketika itu, orang tuanya membuka tambal ban dan dari orang tuanya itulah dia belajar cara menambal ban.

Istri Harun ini mengaku, dirinya terpaksa melakoni menambal ban dikarenakan suaminya yang dahulunya bekerja sebagai pengayuh becak dayung sedang sakit paru-paru akut. Akibat penyakit tak kunjung sembuh, suaminya hanya bisa terbaring di kamar tidurnya.
“Apa mau dibilang lagi, inilah kondisinya. Saya  terpaksa menutupi kebutuhan keluarga dengan menjadi tukang tambal ban warisan ilmu dari orang tua,” ceritanya.

Selama melakoni sebagai penambal ban, Sabaria menyebutkan, setelah kedua anaknya tamat sekolah, barulah anak-anaknya membantunya menambal ban. Sebenarnya, katanya dirinya enggan melihat anaknya menjadi penambal ban.

Tapi, dikarenakan anaknya, Putra (19) mengalami sakit pada mata karena kurang jelas penglihatannya, akibatnya tidak ada perusahaan yang menerimanya. Kini, kedua anaknya praktis menjadi tukang tambal ban.

“Terkadang peran saya sebagai seorang ibu, tapi saya juga sebagai seorang bapak, untuk istirahat tidurpun sering aku tak sempat,” kata Sabaria.
Anak kedua Sabaria, Putra mengaku, harus membantu ibunya bekerja siang malam, karena untuk bekerja di perusahan tak ada yang mau menerimanya karena memiliki mata rabun.

Kini, Sabria berharap kepada Pemko Tebingtinggi untuk membantu perobatan suaminya. Karena selama ini pengobatan hanya dilakukan di Puskesmas terdekat dan pengobatan secara tradisional. Namun, pengobatan alat medis rumah sakit tidak pernah dilakukannya karena ketiadaan biaya.
Seorang penambal ban, B Manurung (45) warga Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai mengaku salut dengan seorang wanita bisa melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh laki-laki, penambal ban ini sudah cekatan  gesitnya membuka ban sepeda motor dengan cepat. “Yang penting pekerjaan itu halal,” ungkap Manurung. (*)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/