JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag melakukan survei sejumlah institusi dan rumah pemotongan hewan (RPH) di Arab Saudi. Survei ini dilakukan sebagai upaya Kemenag melakukan perbaikan tata kelola pembayaran Dam jamaah haji Indonesia.
Tim Survei Perbaikan Tata Kelola Dam yang beranggotakan lima orang ini, bertolak ke Saudi sejak 26 Februari 2023. “Dalam rangka menindaklanjuti rekomendasi Mudzakarah Perhajian Tahun 2022 di Situbondo, kita mengirim Tim Survei Perbaikan Tata Kelola Dam,” kata Direktur Bina Haji (Dirbina) Kementerian Agama Arsad Hidayat di Jakarta, Selasa (7/3).
“Kami akan menyusun standar pembayaran dan pemotongan hewan Dam yang selama ini dilakukan secara individual atau kelompok dengan standar biaya yang berbeda-beda, ada yang mahal dan ada juga yang harganya murah sekali, bahkan tidak masuk akal,” sambungnya.
Menurut pria lulusan Al Azhar Kairo ini, survei dan penyusunan standar tata kelola Dam dimaksudkan agar pembayaran dilakukan sesuai dengan ketentuan fiqh. “Tata Kelola ini untuk melindungi dan menjamin pelaksanaan pembayaran Dam sesuai ketentuan Fiqh. Sehingga, pemerintah perlu mengatur pembayaran tersebut melalui lembaga yang ditunjuk,” sebut Arsad. Sementara itu, Kasubdit Bimbingan Jamaah Haji (Bimjah) yang juga Ketua Tim Survei Perbaikan Tata Kelola Dam, Khalilurrahman optimis kegiatan ini dapat memberikan manfaat dan dampak kemaslahatan besar bagi jamaah haji Indonesia.
Khalil berharap melalui perbaikan tata kelola ini, khususnya dalam pendistribusian, nantinya daging hewan Dam, bukan hanya dinikmati fakir miskin di kota Makkah, namun juga dapat dikirim ke tanah air. “Jika pendistribusian belum sepenuhnya dapat dilaksanakan setidaknya sebagian daging Dam dapat didistribusikan kepada fakir miskin di Indonesia,” ucap Khalil.
Dia optimis, standar yang disusun dari hasil penjajakan dan survei yang dilakukan tim di lapangan ke sejumlah maslakh (rumah pemotongan hewan Dam) di Makkah, akan meminimalisir potensi penipuan dan percaloan Dam jamaah haji. “Tim ini melihat pentingnya edukasi praktik dan mekanisme pembayaran Dam di Arab Saudi agar terhindar dari penipuan dan percaloan. Ini akan kita tuangkan dalam standar operasional,” jelasnya.
Swastanisasi Layanan Haji
Di sisi lain, mulai tahun ini Arab Saudi melakukan swastanisasi pelayanan haji, khususnya pada layanan di Arafah, Mudzalifah, dan Mina (Armuzna). Upaya swastanisasi pelayanan haji itu membawa efek positif dan negatif atau untung dan rugi bagi jemaah Indonesia. Seperti diketahui selama ini Arab Saudi menunjuk muassasah atau sejenis yayasan nirlaba. Sementara mulai tahun ini Arab Saudi menunjuk syarikah atau perusahaan sebagai pengelola layanan masyair meliputi pelayanan di Arafah, Mudzalifah, dan Mina. Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) Budi Darmawan mengatakan swastanisasi pelayanan haji itu bagian dari transformasi penyelenggaraan oleh Arab Saudi. “Sebelumnya dikelola Muassasah, sekarang syariah atau murni perusahaan swasta,” kata Budi dalam keterangannya, kemarin (5/3).
Budi menuturkan swastanisasi pelayanan haji tersebut membawa dampak positif dan negatif kepada jemaah Indonesia. “Sisi positifnya sekarang kita (travel) bebas pilih syarikah mana yang kita inginkan,” tuturnya.
Arab Saudi secara keseluruhan menunjuk enam unit Syarikah. Tahun ini Himpuh dengan sejumlah travel haji khusus anggotanya, bekerjasama dengan Syarikah Dhuyuful Al-Bayt. Sementara itu Budi mengatakan, dampak negatif dari perubahan sistem itu, dikhawatirkan menurunkan kualitas pelayanan atau transformasi tidak berjalan mulus. “Karena waktu persiapannya mepet,” jelasnya.
Dengan pemetaan dampak positif dan negatif tersebut, Budi mengatakan mereka berupaya melakukan antisipasi. Dia berharap Dhuyuful Al-Bayt dengan kompetensi pelayanan haji selama ini, bisa tetap menjaga performanya.
Sebelumnya Syirkah Dhuyuful Al-Bayt ini bernama Muassasah Asia Selatan. Pada Musyawarah Kerja (Muker) Himpuh di Bogor beberapa waktu lalu, dibahas sejumlah isu krusial terkait pelayanan haji khusus. Diantaranya adalah perubahan harga hotel. Ketika umrah dan haji dibuka 100 persen, hunian hotel penuh dan mengerek harga sewanya. Aspek lain yang dibahas adalah perubahan kebijakan perhajian. Baik itu di Indonesia maupun di Arab Saudi. Perubahan kebijakan perhajian di dalam negeri diantaranya adalah jemaah haji wajib ikut dalam kepesertaan aktif BPJS Kesehatan. “Mau tidak mau, suka tidak suka, ketentuan ini harus dipenuhi,” tuturnya. (jpc/adz)