Perubuhan Warung di Sisingamangaraja Buah Konflik UISU Pimpinan Sariani dan Helmi (2)
Tanah di samping kampus Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) di Jalan Sisingamangaraja telah berpagar seng. Tak ada lagi aktivitas jual beli di tanah yang sebelumnya diusahai oleh pedagang kecil penjual makanan.
Zulkifli– Ramadhan, Medan
Sore kemarin, kawasan ramai itu telah berubah menjadi kawasan tanpa penghuni; puing warung yang dirubuhkan tetap terbiarkan di sana.
Begitulah, biasanya kawasan kuliner di samping kampus Fakultas Pertanian UISU itu selalu ramai. Kini, setelah ada perubuhan yang dilakukan oleh kepling yang dikoordinir oleh J Purba, Lurah Kelurahan Teladan Barat, wilayah itu tak terlirik pengguna jalan yang melintas.
“Kasihan Bang Rusdi (sebelumnya ditulis Rudy, Red), dia sudah membayar sewa,” aku Edy, pemuda setempat yang dipercayai sebagai koordinator lahan tersebut, kemarin.
Apa yang diungkapkan Edy mengarah pada pedagang kaki lima yang memang menyewa lahan tersebut. Saat perubuhan tempo hari, istri Rusdi malah sempat histeris. Dengan membawa pisau, dia mengejar pihak yang dianggapnya bertanggungjawab atas perubuhan usahanya tersebut.
Bukan emosi tanpa sebab, Rusdi telah membayar uang sewa selama tiga tahun. Dan, dia pun telah merehab warung itu hingga menghabiskan dana Rp40 juta. “Pihak yayasan seakan tidak tahu kalau ada urusan sewa-menyewa itu,” tambah Edy.
Edy, warga sekitar kampus UISU, pun menambahkan kalau soal sewa-menyewa lahan tersebut telah terjadi selama enam tahun lebih. Jadi – ketika ada perubuhan yang sepihak oleh yayasan yang dibantu kepling, lurah, dan camat – warga setempat menjadi bingung. Apalagi, selama ini soal sewa-menyewa telah dimandatkan oleh yayasan pada warga setempat. “Mereka lupa, mereka telah memandatkan kepada kami untuk mengelolah tanah itu. Jika tak percaya tanyakan saja Bang Iwan (Iwan Bahrum Jamil, Red),” jelas Edy.
Iwan yang dimaksud Edy tak lain adalah abang Helmi Nasution sang pemimpin yayasan UISU. Menariknya, diketahui, Iwan juga mencicipi uang hasil sewa-menyewa tersebut. Dari uang sewa pedagang lainnya yang akrab dipanggil Bu Haji, Iwan menikmati Rp2 juta. “Uang itu diantar langsung oleh pemuda sini (pemuda setempat yang mendapat mandat, Red) ke rumahnya,” tegas Edy.
Edy yang kemarin sore saat ditemui Sumut Pos didampingi beberapa rekannya menyayangkan sikap yayasan UISU. Pasalnya, selain Iwan, Haris Bahrum Jamil – abang Helmi yang lain – pun menikmati uang sewa tersebut. Menariknya, yang dinikmati Haris adalah uang sewa dari Rusdi. “Nilainya Rp5 juta,” tambahnya.
Untuk itulah, bagi pemuda setempat, apa yang terjadi di yayasan jangan sampai mengorbankan banyak pihak. Apalagi, pihak yang dikorbankan adalah pemuda setempat yang pada tragedi berdarah UISU kubu Helmi dan Sariani beberapa tahun silam telah mati-matian berjuang. “Dia (Helmi, Red) tak sadar kenapa dia bisa duduk di UISU,” cetus Edy.
Tentu saja hal ini membuat kekecewaan pemuda setempat semakin dalam. Mereka merasa dikhianati. Yayasan UISU klan Helmi seakan menjadi kacang lupa kulitnya. “Tidak itu saja. Beberapa dari kami yang jadi pegawai yayasan malah dipecat tanpa hormat. Padahal, banyak dari kami yang luka hingga kepala pecah. Sekarang, mereka malah membiarkan kami begitu saja. Sedangkan lahan yang mereka mandatkan ke kami malah mereka serobot sendiri,” jelas Edy.
Edy membeberkan beberapa rekannya yang diberhentikan tanpa surat pemecatan oleh yayasan. Beberapa dari mereka adalah Amin, Wawan, Ucok Hasibuan, Tunggul Manurung, Zul Amri alias Buyung Kacang, Ikhsan, dan Askalani. Padahal, mereka diangkat menjadi pegawai yayasan dengan Surat Keputusan (SK). “Lahan itu dimandatkan pada kami untuk mencari uang tambahan. Sayangnya mandat itu tak tertulis. Kami percaya saja sama mereka. Itulah bodohnya kami, melihat mereka baik, kami percaya saja. Tapi sekarang, kami malah dikekginikan,” terang Edy.
Ya, sewa-menyewa di lahan itu memang telah menjadi tanggung jawab mereka. Kuitansi penyewaan pun telah ditandatangani antara pihak penyewa dengan pemuda setempat. Jadi, sebagai yang memberi sewa, mereka merasa harus membela Rusdi. “Itu dia, bayangkan saja hal itu. Rusdi menyewa pada kami (pemuda setempat, Red) yang diketahuinya sebagai pengelolah lahan itu karena telah ditunjuk pihak yayasan. Nah, setelah jalan, eh malah yayasan yang menggusur secara sepihak tanpa melibatkan kami,” geram Edy.
Kini, pemuda setempat terus memperjuangkan apa yang diusahakan Rusdi. Ini semata demi rasa kemanusiaan yang mereka miliki. Apalagi, ada rumor yang berkembang kalau lahan itu akan dijual pihak yayasan kepada investor asing. “Bang Rusdi harus mendapat ganti rugi jika memang harus hengkang dari tanah itu!” tegas Edy.
Sebelumnya, Rusdi mengaku sangat sedih karena pihak lurah dan camat cenderung memihak ke Yayasan UISU. “Kami pernah dipertemukan dengan pihak yayasan di kantor camat. Di sana kami dikasih ganti rugi, dan camat malah sepertinya mendesak kami agar mau menerima berapa saja yang dikasih pihak yayasan,” ujarnya.
Karena itulah, kini pemuda setempat berusaha agar pihak yayasan mau mengganti rugi seperti yang diminta oleh Rusdi. Pasalnya, pemberitahuan perubuhan itu sangat sepihak dan dalam waktu yang begitu singkat. “Pihak yayasan pun jangan semena-mena terhadap pemuda setempat yang sudah mati-matian membela mereka saat konflik dulu. Jika begini terus, tunggu saja yang akan kami lakukan,” tegas Edy. (bersambung)