SUMUTPOS.CO – Mulanya Hartati Adiarsa mendesain selendang bercorak batik itu sebagai atribut pelengkap seragam Perhimpunan Perempuan Indonesia Tionghoa (Pinti). Rupanya, perpaduan apik simbol-simbol budaya Indonesia dan Tionghoa dalam selendang itu, mempererat pertalian Pinti dengan Komnas Perempuan.
Kini kain bernama selendang persahabatan itu menjadi bagian dari upaya merawat ingatan publik terhadap peristiwa Mei 1998. Sesuai namanya, selendang itu diharapkan memperkukuh persahabatan umat manusia di Bumi Pertiwi. Motif mega atau awan menaungi motif melati suci yang berbaur dengan kawung. Ada pula motif sayap Garuda yang bersisian dengan phoenix. Semuanya sarat makna dan harapan.
“Garuda yang juga lambang negara RI ini disandingkan dengan phoenix, yang juga satu lambang penting dalam kultur Tionghoa,” ungkap Ketua Pinti Pusat, Metta Agustina, baru-baru ini.
Mega, menurut dia, bermakna awan yang memayungi pertiwi dan memberikan kesejukan serta kesuburan lewat curah hujannya. Melati suci sebagai pagar bangsa disandingkan dengan kawung yang menjadi lambang persaudaraan. Artinya, persaudaraan merupakan pagar penyelamat utama yang hakiki.
“Motif selendang persahabatan adalah percampuran kebudayaan Indonesia dan Tionghoa. Campuran dua budaya tersebut sangat indah dan saling melengkapi,” jelas Metta.
Komnas Perempuan yang konsisten bekerja sama dengan Pinti dalam mengupayakan keadilan untuk para penyintas dan keluarga korban peristiwa Mei 1998 menjadikan selendang persahabatan sebagai ikonnya. Karena itulah, selendang persahabatan identik dengan para perempuan pembela HAM serta pemimpin komunitas lintas etnis dan agama.
“Ini tidak diperjualbelikan,” katanya lagi.
Metta meminta peristiwa Mei 1998 menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat, terutama generasi muda. Pinti berharap supaya peristiwa kelam itu tidak pernah terulang lagi. (jpc/saz)