30.5 C
Medan
Thursday, July 18, 2024

Belum Punya e-KTP, 4 Juta Pemilih Bisa Pakai KK

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – KPU RI telah menetapkan daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024. Namun, sejumlah pihak masih memberikan catatan. Selain penilaian kejanggalan DPT luar negeri, belakangan ada temuan banyaknya pemilih yang belum memiliki KTP elektronik (e-KTP).

Dari hasil telaah Bawaslu RI, tercatat ada 4.005.275 pemilih yang belum memiliki e-KTP. Jumlah itu berasal dari pemilih yang baru berusia 17 tahun menjelang hari coblosan. Sebagian lainnya pemilih yang belum melakukan perekaman e-KTP.

Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty mengatakan, banyaknya pemilih yang belum memiliki e-KTP harus menjadi atensi. Sebab, merujuk Pasal 348 Ayat 1 UU Pemilu, e-KTP menjadi syarat pemilih di tempat 

pemungutan suara (TPS). “Ini dapat berdampak tidak terpenuhinya syarat pemilih menggunakan hak pilihnya di TPS,” kata Lolly dalam siaran persnya.

Untuk itu, Lolly menyarankan KPU untuk berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam menyinkronkan data pemilih tanpa KTP elektronik. “KPU melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk sinkronisasi data pemilih non-KTP elektronik yang ditemukan Bawaslu sebanyak 4.005.275 orang,” ujar Lolly.

Dengan demikian, ujarnya, 4.005.275 pemilih potensial itu tetap dapat menggunakan hak pilihnya pada hari pemungutan suara Pemilu yang jatuh pada 14 Februari 2024.

Komisioner KPU RI Betty Epsilon Idroos mempertanyakan sumber data Bawaslu. Sebab, sampai sejauh ini pihaknya tidak pernah mendapat datanya. Meski begitu, dia menjamin mereka yang belum memiliki e-KTP tetap dapat menyalurkan hak suara sepanjang memenuhi syarat. Yakni, berusia 17 tahun, sudah menikah, ataupun bukan anggota TNI-Polri.

KPU mempunyai tafsir yang berbeda dengan Bawaslu. Betty menilai, pemilih bisa mengganti e-KTP dengan kartu keluarga (KK). “Sepanjang punya NIK, kalau sudah 17 tahun pada 14 Februari 2024, datanya sudah ketarik, masuklah ke DPT,” jelasnya.

Sementara soal kritikan Partai Buruh ihwal sekitar 2,8 juta pekerja migran Indonesia di luar negeri tidak masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024, Betty menegaskan, pemutakhiran data pemilih di mancanegara dilakukan dengan mengacu pada data Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). “Data resmi (calon pemilih di luar negeri) kami dapatkan dari Kemenlu,” kata Betty.

Kemenlu diketahui menyerahkan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) luar negeri sebanyak 1,8 juta orang. Setelah dilakukan pemutakhiran data, KPU menetapkan 1,7 juta warga Indonesia di luar negeri masuk DPT.

Padahal, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat ada 4,6 juta pekerja migran Indonesia di luar negeri, yang berangkat secara legal. Artinya, ada sekitar 2,8 juta buruh migran Indonesia tidak terdaftar sebagai pemilih.

Dari data tersebut, tampak persoalannya adalah perbedaan data DP4 Kemenlu yang jauh lebih sedikit dibandingkan data buruh migran BP2MI. Menurut Betty, pihaknya sebenarnya sudah berkoordinasi dengan BP2MI ketika memutakhirkan data pemilih luar negeri.

Selain itu, lanjut Betty, pihaknya juga banyak mendapatkan masukan data calon pemilih dari atase tenaga kerja di kedutaan besar Indonesia di berbagai negara. KPU memasukkan calon pemilih yang disampaikan tersebut asalkan datanya lengkap seperti KTP elektronik. “Sepanjang dia bisa membuktikan dia WNI, kami masukan sebagai pemilih. Lalu nama mereka kami hapus dari daftar pemilih di alamat asalnya,” kata Betty. (far/lum/c7/hud/jpg)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – KPU RI telah menetapkan daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024. Namun, sejumlah pihak masih memberikan catatan. Selain penilaian kejanggalan DPT luar negeri, belakangan ada temuan banyaknya pemilih yang belum memiliki KTP elektronik (e-KTP).

Dari hasil telaah Bawaslu RI, tercatat ada 4.005.275 pemilih yang belum memiliki e-KTP. Jumlah itu berasal dari pemilih yang baru berusia 17 tahun menjelang hari coblosan. Sebagian lainnya pemilih yang belum melakukan perekaman e-KTP.

Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty mengatakan, banyaknya pemilih yang belum memiliki e-KTP harus menjadi atensi. Sebab, merujuk Pasal 348 Ayat 1 UU Pemilu, e-KTP menjadi syarat pemilih di tempat 

pemungutan suara (TPS). “Ini dapat berdampak tidak terpenuhinya syarat pemilih menggunakan hak pilihnya di TPS,” kata Lolly dalam siaran persnya.

Untuk itu, Lolly menyarankan KPU untuk berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam menyinkronkan data pemilih tanpa KTP elektronik. “KPU melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk sinkronisasi data pemilih non-KTP elektronik yang ditemukan Bawaslu sebanyak 4.005.275 orang,” ujar Lolly.

Dengan demikian, ujarnya, 4.005.275 pemilih potensial itu tetap dapat menggunakan hak pilihnya pada hari pemungutan suara Pemilu yang jatuh pada 14 Februari 2024.

Komisioner KPU RI Betty Epsilon Idroos mempertanyakan sumber data Bawaslu. Sebab, sampai sejauh ini pihaknya tidak pernah mendapat datanya. Meski begitu, dia menjamin mereka yang belum memiliki e-KTP tetap dapat menyalurkan hak suara sepanjang memenuhi syarat. Yakni, berusia 17 tahun, sudah menikah, ataupun bukan anggota TNI-Polri.

KPU mempunyai tafsir yang berbeda dengan Bawaslu. Betty menilai, pemilih bisa mengganti e-KTP dengan kartu keluarga (KK). “Sepanjang punya NIK, kalau sudah 17 tahun pada 14 Februari 2024, datanya sudah ketarik, masuklah ke DPT,” jelasnya.

Sementara soal kritikan Partai Buruh ihwal sekitar 2,8 juta pekerja migran Indonesia di luar negeri tidak masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024, Betty menegaskan, pemutakhiran data pemilih di mancanegara dilakukan dengan mengacu pada data Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). “Data resmi (calon pemilih di luar negeri) kami dapatkan dari Kemenlu,” kata Betty.

Kemenlu diketahui menyerahkan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) luar negeri sebanyak 1,8 juta orang. Setelah dilakukan pemutakhiran data, KPU menetapkan 1,7 juta warga Indonesia di luar negeri masuk DPT.

Padahal, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat ada 4,6 juta pekerja migran Indonesia di luar negeri, yang berangkat secara legal. Artinya, ada sekitar 2,8 juta buruh migran Indonesia tidak terdaftar sebagai pemilih.

Dari data tersebut, tampak persoalannya adalah perbedaan data DP4 Kemenlu yang jauh lebih sedikit dibandingkan data buruh migran BP2MI. Menurut Betty, pihaknya sebenarnya sudah berkoordinasi dengan BP2MI ketika memutakhirkan data pemilih luar negeri.

Selain itu, lanjut Betty, pihaknya juga banyak mendapatkan masukan data calon pemilih dari atase tenaga kerja di kedutaan besar Indonesia di berbagai negara. KPU memasukkan calon pemilih yang disampaikan tersebut asalkan datanya lengkap seperti KTP elektronik. “Sepanjang dia bisa membuktikan dia WNI, kami masukan sebagai pemilih. Lalu nama mereka kami hapus dari daftar pemilih di alamat asalnya,” kata Betty. (far/lum/c7/hud/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/