JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebagian besar wilayah Indonesia sudah memasuki kekeringan. Selain karena sudah memasuki musim kemarau, ini juga karena adanya efek El Nino.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati kemarin (9/8) menyebutkan bahwa indeks El Nino semakin menguat. Ini yang menyebabkan dampaknya semakin terasa. El Nino merupakan fenomena pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normalnya dan terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.
Mulai pertangahan Agustus, di beberapa daerah sudah mengalami puncak kekeringan. “Berangsung-angsur disusul wilayah-wilayah lainnya. Dimulai dari selatan ya,” ucap Dwikorita. Dia menambahkan, mulai masuk September masih mengalami kekeringan. Bahkan di Nusa Tenggara Timur diprediksi akan mengalami kekeringan hingga Desember.
Dwikorita menyebutkan intensitas level El-Nino di Indonesia relatif rendah dibanding negara lain. “Kita diuntungkan karena masih punya laut,” ucapnya
Dia menyebut, puncak El Nino akan terjadi pada November. Namun mulai Oktober, di Indonesia sudah mulai musim hujan. Dwikorita menyatakan bahwa kekeringan yang dialami Indonesia karena efek El Nino ini mirip kekeringan pada 2019. Potensi kebakaran hutan masih ada tapi sedikit. “Tidak seperti 2015 yang karhutlanya sangat luas,” ucapnya.
Khusus untuk menghadapi El Nino, pemerintah telah mengantisipasi sejak Desember. Koordinasi antar lembaga dan kementerian dilakukan. Contohnya untuk penanganan kebakaran hutan, sudah dibicarakan antara BMKG dan Kementerian LKH sejak Desember lalu. Sejak Februari sudah dilakukan teknologi modifikasi cuaca (TMC). “Kalau memulainya mendadak sudah disaatnya itu akan lebih sulit,” katanya.
Ditemui terpisah, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengadakan rapat kabinet terbatas terkait antisipasi El Nino. Saat ini, arahan-arahan yang diberikan presiden tengah dikaji untuk bisa segera ditindaklanjuti.
“Presiden sudah beri arahan, kita harus siap hadapi El Nino dan kita tidak boleh main-main. Terutama ketersediaan stok beras,” ujar Muhadjir ditemui usai konferensi pers mengenai update bantuan untuk kekeringan di Papua Tengah, di kantor Kemenko PMK, kemarin (9/8).
Menurut dia, saat ini, pemerintah telah meyediakan 1,3 juta ton beras untuk menghadapi El Nino. Kendati begitu, tak menutup kemungkinan soal potensi impor beras saat kondisi mendesak. “Tapi kita harapkan ada panen raya dari daerah secara domestik, yang bisa kita stok. (potensi impor beras, red) Kita lihat ya,” katanya.
Terkait anggaran, Muhadjir memastikan, pemerintah sudah menyiapkan dana untuk ancaman dari El Nino ini. Namun dia beraharap, dampak El Nino tidak akan terlalu serius nantinya.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto turut mengamini. Setiap kementerian/lembaga telah ditugasi sesuai tupoksi masing-masing untuk siaga terhadap El Nino. “Kalau BNPB, harus siap sedia. Ini yang paling jadi perhatian BNPB selain kekeringan adalah karhutla (kebakaran hutan dan lahan, red),” ujarnya.
Saat ini,hotspot sudah mulai terdeteksi di beberapa wilayah. Seperti, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Meski relative dapat dipadamkan, kebakaran di enam provinsi tersebut menjadi perhatian khusus dari BNPB. “Semua titik-titik itu ada dan ada ratusan. Tapi masih kecil-kecil,” ungkapnya.
Diakuinya, karhutla di wilayah-wilayah tersebut memang sulit dihindari apalagi di cuaca kering saat ini. Karenanya, pihaknya terus siaga. Apalagi, dalam dua bulan ke depan. “Mudah-mudahan di Agustus dan September aman. Sehingga kejadian jelek di 2015 dan 2019, ketika itu kebakaran lahannya besar, di tahun ini tidak terjadi,” tuturnya.
Sementara itu, mengenai kekeringan, Suharyanto mengatakan, hujan masih terjadi di beberapa daerah. Kemudian, pihaknya juga telah melakukan modifikasi cuaca di beberapa daerah.
Para bupati pun telah diminta menyiapkan mobil-mobil tangka air. Dengan begitu, ketika ada wilayah yang mengalami kekeringan hingga menyebabkan kekurangan air bersih, mobil-mobil tersebut bisa langsung dimobilisasi.
Pemerintah tingkat desa dan kecamatan juga didorong untuk mengamankan sumber-sumber air masyarakat. “Masyarakat juga diimbau harus sudah menghemat air. Kalau kemarin-kemarin masih bisa nyiram tanaman, mandi, sekarang itu sudah ada yang hanya bisa untuk minum,” pungkasnya. (mia/lyn/jpg)