MEDAN, SUMUTPOS.CO – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Ust Dedi Iskandar Batubara mengunjungi Kantor Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disbudrekraf) Sumatera Utara, untuk menginventarisasi materi RUU perubahan atas Undang-Undang Nomor 10/2009 tentang Kepariwisataan, Selasa (9/1) kemarin.
Dalam kunjungan tersebut, Dedi Iskandar Batubara diterima Kepala Disbudrekraf Sumut Zumri Sulthony beserta para pejabat yang mendampingi. Diskusi kemudian berlangsung seputar pengelolaan kepariwisataan, kondisi terkini, kebutuhan prioritas, pembagian kewenangan hingga paradigma pariwisata di Sumut.
Menurut Dedi Iskandar Batubara yang bertugas di Komite III DPD RI, Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan sudah berusia 14 tahun. Sehingga sangat perlu ada upaya revisi terhadap regulasi ini, mengingat berbagai perubahan yang terjadi dalam kurun waktu tersebut.
“Karena usia Undang-Undang ini sudah cukup lama, sementara sekarang ini sudah masuk era digitalisasi, sehingga perlu ada revisi terhadap regulasi tentang kepariwisataan. Jadi kita meminta Disbudparekraf Sumut memberikan penjelasan tentang beberapa hal dari aspek kebutuhan dan seputar pengelolaan pariwisata di provinsi ini,” ungkap Senator Republik Indonesia asal Sumut ini.
Dalam diskusi itu, Kepala Disbudrekraf Sumut Zumri Sulthony mengungkapkan beberapa hal terkait kepariwisataan di provinsi ini. Seperti soal perizinan yang berada di pemerintah pusat. Namun di daerah, pembagian kewenangan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota belum jelas.
“Misalnya izin tempat hiburan (penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi) berada di pemerintah provinsi, namun penerimaan pendapatan daerahnya, masuk ke pemerintah kabupaten/kota. Kita berharap agar pembagian kewenangan antara pusat dan daerah itu jelas,” ujar Zumri.
Selanjutnya kata Zumri, terkait pengelolaan kepariwisataan di Sumut, pemerintah provinsi (Pemprov) menempatkan beberapa kawasan sebagai destinasi prioritas untuk pembangunan. Misalnya ada kawasan Danau Toba, Kabupaten Langkat, Kepulauan Nias (Nisel) dan Tapanuli Tengah, yang potensial mendatangkan wisatawan, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
“Ada permasalahan ketika bicara anggaran kita yang terbatas. Karena kabupaten kota yang lain juga ternyata menuntut alokasi anggaran. APBD kita tidak memungkinkan untuk menampung semua.
Kemudian lanjut Zumri, terkait pertanyaan Senator Republik Indonesia tentang pengelolaan kepariwisataan yang sifatnya rekreasi atau mengandalkan alam, masih menjadi unggulan di Sumatera Utara. Misalnya danau, sungai, hutan, laut/pantai, atau situs bersejarah.
Sementara untuk yang bersifat budaya, seperti karnaval yang berlangsung di beberapa daerah di Pulau Jawa, berbagai atraksi di Bali, belum begitu marak. Meskipun seperti Kabupaten Karo yang setiap tahunnya menggelar pesta buah dan bunga, bahkan masuk dalam kalender event pariwisata di Indonesia.
Menanggapi hal itu, Dedi Iskandar Batubara menyampaikan bahwa usulan dari pemerintah provinsi akan diinventarisasi untuk dibawa ke pusat, sebagai pertimbangan bagi DPD RI dalam upaya revisi UU 10/2009. Pihaknya berharap antara pemerintah provinsi dan kabupaten kota tetap bersinergi, terutama untuk menjadikan pariwisata bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.
“Saya kira soal digitalisasi pariwisata dan pembagian kewenangan antara pusat dan daerah, antara provinsi dan kabupaten kota harus ada regulasi yang jelas. Termasuk pengembangan sumber daya manusia (SDM), pola koordinasi, dan yang terpenting, harus memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.(gus)
teks foto: Anggota DPD RI, Dedi Iskandar Batubara.(ist/SUMUT POS)