26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Waspadai Bahaya Penyakit Kaki Gajah

MEDAN- Setiap keluarga harus mewaspadai bahaya penyakit filariasis atau kaki gajah. Karena penyakit ini dapat menyerang siapa saja termasuk anggota keluarga kita. Filariasis merupakan golongan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing Filaria dan ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk.

“Setelah tergigit nyamuk, parasit (larva) akan menjalar dan saat sampai pada jaringan sistem lympa maka berkembanglah menjadi penyakit kaki gajah. Penyakit ini sifatnya menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan, dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki,” ujar Kepala Seksi (Kasi) Penanggulangan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Sumatera Utara, Sukarni.

Penyakit kaki gajah, katanya, tidak mematikan, namun bagi penderita mungkin menjadi sesuatu yang dirasa memalukan bahkan karena penyakit ini, tentu saja dapat mengganggu aktifitas sehari-hari. Pada 2012, kasus tertinggi ditemukannya filariasis ada di 6 Kabupaten/Kota di Sumut.

“Temuan terbesar filariasis ada di Labuhan Batu Selatan dengan 23 kasus, Kabupaten Asahan 18 kasus, Nias Selatan dengan temuan 4 kasus, Gunungsitoli 3 kasus, Nias Utara 2 kasus, Nias Barat dengan temuan 2 kasus dan Binjai ada 1 kasus filariasis,” katanya.

Menurutnya, pengobatan filariasis ini, dapat dilakukan selama 5 tahun berturut-turut. Tahun pertama, obat-obatan diberikan oleh pemerintah pusat. Tapi, untuk tahun ke-2 hingga tahun ke-5 tidak dianggarkan lagi oleh pemerintah pusat, melainkan Pemkab/Pemko. “Bulan Mei 2012 ini, kita akan turun ke Labuhan Batu Selatan dan Kabupaten Deli Serdang untuk melakukan sosialisasi. Ini merupakan tugas untuk mewujudkan Sumatera Utara bebas filariasis 2020,” ungkapnya.

Obat filariasis, ujarnya,  tidak boleh diberikan pada balita,ibu hamil atau menyusukan serta orangtua berusia diatas 75 tahun. Setelah dilakukan pengobatan, urainya, petugas harus stand-by selama 5 hari untuk mengatisipasi hal-hal lainnya.  Pengendalian filariasis ini, sambungnya,  dibutuhkan partisipasi aktif dari seluruh masyarakat seperti pemberantasan sarang nyamuk (PSN), prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). “Kemudian kerjasama lintas sektoral menggerakkan PSN, PHBS, dan pengobatan masal,’’tuturnya. (mag -11)

MEDAN- Setiap keluarga harus mewaspadai bahaya penyakit filariasis atau kaki gajah. Karena penyakit ini dapat menyerang siapa saja termasuk anggota keluarga kita. Filariasis merupakan golongan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing Filaria dan ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk.

“Setelah tergigit nyamuk, parasit (larva) akan menjalar dan saat sampai pada jaringan sistem lympa maka berkembanglah menjadi penyakit kaki gajah. Penyakit ini sifatnya menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan, dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki,” ujar Kepala Seksi (Kasi) Penanggulangan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Sumatera Utara, Sukarni.

Penyakit kaki gajah, katanya, tidak mematikan, namun bagi penderita mungkin menjadi sesuatu yang dirasa memalukan bahkan karena penyakit ini, tentu saja dapat mengganggu aktifitas sehari-hari. Pada 2012, kasus tertinggi ditemukannya filariasis ada di 6 Kabupaten/Kota di Sumut.

“Temuan terbesar filariasis ada di Labuhan Batu Selatan dengan 23 kasus, Kabupaten Asahan 18 kasus, Nias Selatan dengan temuan 4 kasus, Gunungsitoli 3 kasus, Nias Utara 2 kasus, Nias Barat dengan temuan 2 kasus dan Binjai ada 1 kasus filariasis,” katanya.

Menurutnya, pengobatan filariasis ini, dapat dilakukan selama 5 tahun berturut-turut. Tahun pertama, obat-obatan diberikan oleh pemerintah pusat. Tapi, untuk tahun ke-2 hingga tahun ke-5 tidak dianggarkan lagi oleh pemerintah pusat, melainkan Pemkab/Pemko. “Bulan Mei 2012 ini, kita akan turun ke Labuhan Batu Selatan dan Kabupaten Deli Serdang untuk melakukan sosialisasi. Ini merupakan tugas untuk mewujudkan Sumatera Utara bebas filariasis 2020,” ungkapnya.

Obat filariasis, ujarnya,  tidak boleh diberikan pada balita,ibu hamil atau menyusukan serta orangtua berusia diatas 75 tahun. Setelah dilakukan pengobatan, urainya, petugas harus stand-by selama 5 hari untuk mengatisipasi hal-hal lainnya.  Pengendalian filariasis ini, sambungnya,  dibutuhkan partisipasi aktif dari seluruh masyarakat seperti pemberantasan sarang nyamuk (PSN), prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). “Kemudian kerjasama lintas sektoral menggerakkan PSN, PHBS, dan pengobatan masal,’’tuturnya. (mag -11)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/