SUMUTPOS.CO- Jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun. Mereka menjadi penopang ekonomi di banyak daerah, menyerap tenaga kerja, dan menjaga denyut aktivitas ekonomi lokal.
Namun di balik angka yang besar itu, ada persoalan yang kerap luput dari perhatian: literasi keuangan. Banyak UMKM rajin berproduksi dan berjualan, tetapi tidak benar-benar mengetahui kondisi keuangan usahanya sendiri.
Masalah ini bukan soal niat, melainkan soal kebiasaan dan pengetahuan. Tidak sedikit pelaku UMKM yang menjalankan usaha bertahun-tahun tanpa pencatatan keuangan yang rapi.
Uang masuk dan keluar hanya diingat, bukan dicatat. Keuangan usaha bercampur dengan kebutuhan rumah tangga. Untung dan rugi dirasakan, tetapi tidak pernah dihitung. Dalam jangka pendek, usaha masih berjalan. Dalam jangka panjang, ketidakpastian menjadi risiko yang nyata.

Kondisi tersebut juga terjadi di banyak wilayah perkotaan, termasuk di Medan, Sumatera Utara. Di sinilah kisah Putri Surbakti Garden menjadi relevan. Usaha toko bunga yang dikelola Hasnita Pane ini telah berdiri sejak 2006.
Berawal dari hobi menanam bunga, usaha ini tumbuh perlahan dan menjadi sumber penghidupan keluarga. Tanaman-tanaman hias yang dirawat dengan telaten menjadi ciri khas usaha ini. Namun, seperti banyak UMKM lainnya, Putri Surbakti Garden menghadapi tantangan yang tidak selalu terlihat dari luar.
Perpindahan lokasi usaha dari jalan besar ke kawasan yang lebih masuk ke dalam membuat jumlah pelanggan menurun. Biaya sewa yang meningkat membatasi ruang gerak pengembangan.
Di sisi lain, persoalan keuangan usaha belum tertangani dengan baik. Tidak ada perhitungan harga pokok produksi. Tidak ada laporan keuangan, meski sederhana. Semua berjalan berdasarkan pengalaman dan intuisi.
Di sinilah literasi keuangan menunjukkan perannya. Bukan sebagai konsep besar yang rumit, tetapi sebagai praktik sederhana yang bisa mengubah arah usaha. Kesadaran inilah yang menjadi dasar keterlibatan Politeknik Negeri Medan (Polmed) melalui program Pengabdian Mandiri Kepada Masyarakat (PMKM).
Melalui kegiatan bertajuk Pendampingan Penyusunan Laporan Keuangan Sederhana dan Pelatihan Manajemen Keuangan Dasar, Polmed menerjunkan tim dosen untuk mendampingi Putri Surbakti Garden. Tim ini diketuai Putri Syuhada, S.E., M.Si., dengan anggota Anita Putri, S.E., M.Si., Eli Safrida, S.E., M.Si., Selfi Afriani Gultom, S.E., Ak., M.Si., dan Dr. Meily Surianti, S.E., Ak., M.Si.. Mereka berasal dari latar belakang akuntansi dan manajemen keuangan, namun pendekatan yang digunakan sangat membumi.
Pendampingan dilakukan langsung di lokasi usaha di Jalan Eka Warni, Medan Johor, pada Mei 2025. Tidak ada presentasi panjang atau istilah teknis yang sulit dipahami. Yang dilakukan adalah dialog, simulasi, dan praktik sederhana. Tim dosen membantu Hasnita Pane memahami cara mencatat pemasukan dan pengeluaran harian, memisahkan keuangan usaha dari keuangan pribadi, serta mengenali biaya-biaya produksi yang selama ini tidak pernah dihitung secara jelas.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa literasi keuangan tidak harus dimulai dari sistem yang rumit. Buku catatan sederhana, disiplin mencatat, dan pemahaman dasar tentang arus kas sudah cukup untuk memberi gambaran nyata tentang kondisi usaha.
Dari sini, pelaku UMKM bisa mulai mengambil keputusan dengan lebih sadar dan terukur. Selain pendampingan keuangan, tim Polmed juga memberikan bantuan sarana produksi berupa bibit tanaman hias, pupuk, tanah, pot, batu hias, dan pembasmi hama. Bantuan ini bukan dimaksudkan sebagai solusi tunggal, melainkan sebagai penguat agar usaha dapat berjalan seiring dengan meningkatnya kapasitas pengelolaan keuangan.
Perubahan yang terjadi tidak bersifat instan. Tidak ada lonjakan omzet yang tiba-tiba. Namun ada perubahan yang lebih mendasar: perubahan cara berpikir. Hasnita Pane mulai memahami bahwa mencatat keuangan bukan beban, melainkan alat bantu. Ia mulai mengetahui berapa sebenarnya biaya yang dikeluarkan untuk merawat tanaman hingga siap dijual. Ia juga mulai memiliki gambaran yang lebih jelas tentang kondisi keuangan usahanya setiap bulan.
Transformasi kecil seperti ini sering kali dianggap sepele. Padahal, dampaknya bisa besar. Dengan pencatatan keuangan yang lebih tertib, pelaku UMKM memiliki dasar untuk merencanakan pengembangan usaha, menilai kelayakan investasi kecil, hingga membuka peluang mengakses pembiayaan formal di masa depan.
Di tingkat nasional, persoalan ini sangat relevan. Banyak program bantuan UMKM difokuskan pada modal dan peralatan. Padahal, tanpa literasi keuangan, tambahan modal justru berisiko tidak dikelola dengan baik. Pengalaman Putri Surbakti Garden menunjukkan bahwa pendampingan dan edukasi sering kali lebih penting daripada bantuan material semata.
Bagi Politeknik Negeri Medan, kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen Tri Dharma Perguruan Tinggi. Namun lebih dari itu, kegiatan ini menegaskan peran perguruan tinggi vokasi sebagai penghubung antara ilmu dan praktik. Dosen tidak hanya mentransfer pengetahuan di ruang kelas, tetapi juga mendampingi masyarakat menghadapi persoalan nyata di lapangan.
Kisah ini juga memperlihatkan bahwa penguatan UMKM tidak selalu membutuhkan intervensi besar. Terkadang, yang dibutuhkan hanyalah pendampingan yang tepat, bahasa yang mudah dipahami, dan kesabaran untuk membangun kebiasaan baru. Dari kebiasaan itulah ketahanan usaha perlahan terbentuk.
Putri Surbakti Garden mungkin hanya satu dari sekian banyak UMKM di Indonesia.
Namun ceritanya mencerminkan tantangan dan harapan yang sama. Di tengah dinamika ekonomi dan persaingan yang semakin ketat, literasi keuangan menjadi fondasi penting bagi keberlanjutan usaha kecil. Uang yang dikelola mungkin tidak besar. Modal yang berputar mungkin terbatas.
Namun ketika pelaku UMKM memahami keuangannya sendiri, dampaknya bisa jauh melampaui angka di buku catatan. Dari sana, usaha kecil memiliki peluang lebih besar untuk bertahan, tumbuh, dan memberi kontribusi nyata bagi ekonomi lokal. Uang kecil, jika dikelola dengan baik, dapat menghasilkan dampak yang besar. (rel/adz)

