JAKARTA- Mantan Direktur Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial Departemen Sosial (2003-2006), Amrun Daulay, membantah dirinya diberhentikan sebagai anggota Fraksi Partai Demokrat di DPR. Yang benar, menurut mantan Sekdaprov Sumut (1997-2002) itu, dirinya telah mengundurkan diri sebagai anggota DPR sejak kasusnya belum masuk penuntutan “Saya sudah mengundurkan diri saat kasus masih di pengadilan, sebelum penuntutan.
Jadi saya mengundurkan diri karena itu lebih terhormat. Saya tak mau diberhentikan. Kalau kasusnya diputus baru diberhentikan, itu tidak terhormat,” ujar Amrun Daulay, saat dihubungi Sumut Pos lewat ponselnya, kemarin (30/5).
Mantan Bupati Tapanuli Tengah (1990-1995) itu sejak 5 Juli 2011 ditahan KPK dan dititipkan di tahanan Polres Jakarta Timur, dalam perkara korupsi proyek pengadaan mesin jahit di Kementerian Sosial. Pada 12 Januari 2012, pengadilan tindak pidana korupsi memvonisnya 17 bulan penjara. Di tingkat banding, PT DKI Jakarta menguatkan putusan tingkat pertama itu.
Saat ini, Amrun masih menunggu sikap jaksa KPK, apakah akan mengajukan kasasi atau tidak. Dia sendiri tidak mengajukan kasasi, kecuali jika jaksa KPK mengajukan kasasi, dia akan mengajukan kontra kasasi. Pengunduran diri Amrun sempat menjadi pemberitaan di sejumlah media nasional, berdasarkan pengumuman Ketum DPP Demokrat, Anas Urbaningrum, sehari setalah vonis di pengadilan tipikor. “Amrun sudah mengundurkan diri,” kata Anas seusai rapat internal Fraksi PD di Kompleks DPR, Jakarta, 13 Januari 2012.
Dengan kata lain, proses Pergantian Antar Waktu (PAW) terhadap Amrun, dilakukan sebelum kasusnya incrach. Ini berbeda dengan dua anggota Fraksi Demokrat di DPR, yakni As’ad Syam, Djufri, yang kasusnya diputus bersalah di tingkat kasasi.
Selain ingin berhenti secara terhormat, Amrun mengatakan, dirinya sengaja mengundurkan diri sebelum kasus hukumnya kelar, dengan pertimbangan demi kepentingan Partai Demokrat.
Dikatakan, dengan mengundurkan diri maka segara ada PAW. “Dengan demikian, ketika ada pengambilan keputusan di DPR, dalam paripurna, jika ada voting, suara Demokrat tidak kurang. Ini saja sudah berkurang tiga suara (Amrun, Syam, dan Djufri, Red),” ujarnya. Dengan adanya PAW, lanjutnya, maka suara Demokrat di DPR kembali utuh.
Mengenai kasusnya sendiri, dia mengaku tidak pernah menikmati sepeser pun uang yang korupsi yang dituduhkan. “Saya hanya dituduh bersama-sama karena mengeluarkan surat dinas. Saya hanya menjalankan perintah atasan,” ujar Amrun, yang menjadi dirjen di Depsos era Menteri Bachtiar Camsyah itu.
Amrun pun mengaku, dalam menjalani masa penahanan ini, dirinya dalam kondisi baik-baik saja. “Alhamdulillah, sehat, tenang,” ujar pria yang pada 1984 menduduki jabatan Sekda Binjai itu.
Panda Nababan Bebas
Sementara itu politisi PDIP yang tersangkut kasus suap cek pelawat, Panda Nababan kini menghirup udara bebas. Panda yang divonis hukuman penjara 1 tahun 5 bulan oleh Pengadilan Tipikor ini resmi keluar tahanan pada 2 Mei lalu.
Ditemui di Jakarta, kemarin, Panda mengaku tidak ada hal yang istimewa dengan terbebasnya ia dari kurungan penjara di Rutan Salemba selama 1 tahun 5 bulan tersebut. Bahkan saat ia bebas, tidak ada penjemputan yang istimewa dari pihak keluarga dan para sahabat, kecuali sopir pribadinya yang datang menjemput.
“Biasa saja. Tidak ada yang sangat istimewa. Karena bagi saya, tidak pada tempatnya saya ditahan. Apa yang saya alami ini kan peradilan sesat, yang sangat menzalimi saya,” ujar Panda.
Ia menambahkan, saat ini pun ia sedang melakukan upaya hukum luar biasa melalui PK (Peninjauan Kembali), hal yang tidak dilakukan oleh terdakwa suap cek pelawat yang lain. “Saya ingin membuktikan kalau saya tidak bersalah.
Bukti saya pun cukup kuat itu. Saat vonis pengadilan, ada dua hakim yang menyatakan pendapat berbeda yang menyatakan saya tidak bersalah. Bahwa pendapat ini kalah karena voting hakim saja. Hal inilah yang saya jadikan dalil hukum saya. Kita lihat saja nanti hasilnya. Kita harus melawan peradilan sesat ini,” tegas Panda. (sam/bbs)