Terry Putri
Presenter olahraga yang baru menjanda ini berharap berita penolakan Gaga oleh Indonesia tidak meluas. Perlu ada langkah kampanye bahwa Indonesia itu ramah terhadap dunia luar.
“Orang pengen liat karya seni, plus prestasinya. Kalau Gaga aja gagal, orang beranggap aneh. Kok artis sekaliber dia nggak bisa konser,” ujar Terry Putri.
Dia berpendapat, negatifnya banyak kerugian finansial, terus tidak bisa dapat pelajaran dari artis itu. Masyarakat sudah pintar memilah-milah. Khusus anak muda, jangan disamain seperti dulu, cuma mengikutin alur. Bila artisnya dicekal, mereka bisa beranggapan dikekang belajar kembangkan diri ke seni.
Selain itu, Terry pernah mendengar beberapa keluhan dari promotor dunia. Kata mereka, Indonesia pasar musik potensial tapi prosedur perizinannya buruk.
“Indonesia itu bahan jualan lho, bagi semua tidak cuma Gaga. Itu dari aku sharing sama banyak promotor. Tapi mereka juga sudah satu not (suara) untuk Indonesia, banyak warning dan aturan kalau mau buat tur dunia. Ini bukan promosi bagus, kita yang datangkan promotor dan manajemen artis luar,” tuturnya.
Solusi kesemrawutan izin konser, lanjut Terry, ada di tangan pemerintah. Industri musik lagi berkembang, harus didukung otoritas pusat.
“PR pemerintah, buat lah Undang-Undang gimana musisi dunia gelar konser di sini. Kayak datangkan artis, hingga hal pendukung. Ajak promotor, musisi, manajemen artis berunding. Pokoknya cari kesepakatan. Indonesia negara musyawarah mufakat, semua harus dimediasi, tentu tak kesampingkan request si artis,” saran Terry.
Diingatkan lagi, batalnya Gaga ke Indonesia berefek dahsyat. Apalagi penolakan diwarnai tekanan ormas dan lembaga lain yang dinilai diskriminatif.
“Gampang bilang Gaga penyembah setan. Kita nggak tau gimana dia. Bila sudah gagal, promosi kita nggak bisa gelar konser artis sefenomenal dia,” tuturnya.
Baginya, stigma penyembah setan tak hanya Gaga. Ada Beyonce, dan Marilyn Manson. (ins/jpnn)