JAKARTA- Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilihan untuk Rakyat (JPPR), Jeirry Sumanpouw, mengungkapkan, penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) perlu ditunjang seluruh regulasi yang selaras.
“Memang butuh regulasi untuk melaksanakan itu, namun regulasi itu tidak bisa parsial, harus secara menyeluruh,” ujar Jeirry saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (29/6).
Artinya, lanjut Jeirry, semua UU yang terkait dengan Pilkada harus diarahkan ke penyelenggaran pemilu secara serentak. Persoalannya, regulasi politik yang baru tidak mengarah kesana, sehingga mempersulit implementasi, meski jika Pilkada dilakukan serentak bisa memangkas biaya.
Sementara itu, Koordinator Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Girindra Sandino, mengatakan, penyelanggaraan Pilkada secara serentak memerlukan masa transisi penyelarasan administratif kepala daerah yang belum habis masa jabatan. Usulan itu juga secara politis harus dapat dipahami, mengingat pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten atau kota dilakukan pada saat bersamaan. “Jika Pilkada serentak akan merepotkan sekali untuk tim-tim gerilyawan money politics,” ujar Giging, sapaan akrab Girindra Sandino.
Namun di sisi lain, Pilkada seperti ini sangat menghemat biaya. Dicontohkannya Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur serta pemilihan Bupati-Walikota Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) yang dilakukan secara serentak pada tahun 2010 di 14 daerah. Sesuai pernyataan Ketua KPU Sumbar, Pilkada tersebut menghemat biaya sekitar 60 persen. Dikatakan Giging, walaupun money politics dan sejumlah pelanggaran lainnya diyakinkan tetap ada, namun setidaknya dapat diminimalisir. Pasalnya, parpol-parpol harus mempunyai strategi baru, yakni membagi atau menempatkan Tim Sukses inti yang menguras biaya.
Selain itu juga, keuntungan Pilkada bersamaan adalah efisiensi dan efektivitas manejemen penyelenggaraan Pilkada di semua tingkatan, dari KPU sampai KPPS, serta memperlancar jalannya pengawasan. (sam/jpnn)