30.5 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Zakat Fitrah Kesempurnaan Ramadhan

Oleh:  Drs H Hasan Maksum Nasution, SH SPd.I, MA

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra.: Ia berkata, telah memfardhukan Rasulullah saw. zakat fitrah untuk mensucikan bagi orang yang berpuasa dari hal-hal yang sia-sia dan terlarang, sebagai makanan bagi orang miskin, siapa yang menunaikannya sesudah shalat Id, maka dia merupakan zakat biasa dan firman Allah swt. Al-A’la 14-15: Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman) dan dia ingat nama Tuhannya lalu dia salat.

Setiap muslim wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan orang yang dalam tanggungannya sebanyak satu sha’ (3kg/2,7 kg/2,4 kg) dari bahan makanan yang berlaku umum di daerahnya, zakat tersebut wajib baginya, jika ia masih memiliki sisa makanan untuk diri dan keluarganya selama sehari semalam.

Zakat fitrah tidak boleh diberikan kecuali hanya kepada fakir miskin atau wakilnya. Zakat fitrah disebut juga zakatun nafsi (zakat jiwa) hukumnya wajib menurut mazhab yang 4 (empat) Syafi’i, Maliki, Hambali, dan Hanafi difardhukan pada tahun ke-II Hijrah dari 2 (dua) hari sebelum Hari Raya Idul Fitri dan disyariatkan untuk mensuckan bagi orang puasa dari hal-hal yang mengurangi kesempurnaan pahala puasanya seperti sujud sahwi pada shalat, disamping itu dalam rangka mengasih sayangi fakir miskin di hari raya dan menghindarkan mereka meminta-minta, Nabi saw. menyatakan: Hindarkan mereka dari kehinaan meminta-minta pada hari rayat ini.

Sehingga Nabi mengisyaratkan, bahwa hari raya ini adalah hari raya fakir miskin, karena mereka terhindari dari meminta-minta dengan sampainya zakat fitrah kepada mereka dari orang kaya dan orang yang mampu berzakat, karea orang kaya dibebani untuk memberikan hartanya untuk jalan kebaikan.
Bahwa harta adalah sangat dicintai oleh pemiliknya dan mereka disuruh mencintai Allah swt. dengan mereka beriman, maka imannya mendorong mereka mencintai Allah lebih dari mencintai selainnya dengan ucapan “LA ILAHA ILLALLAH” bermakna, bahwa tiada yang disembah melainkan Allah dan tiada yang lebih dicintai kecuali Allah swt.

Orang yang Wajib Zakat Fitrah

Menurut ijma’ ulama yang wajib berzakat fitrah adalah semua orang Islam laki-laki perempuan, kecil, besar, merdeka ataupun budak, berdasarkan hadis dari Ibnu Umar. Disamping itu menurut kesepakatan ulama, penanggungnya adalah masing-masing individu, karena zakat adalah zakat badan atau diri, bukan zakat harta benda, inipun mengeluarkan zakat fitrah berkaitan dengan puasa ramadhan, sabda Rasulullah saw: Puasa ramadhan tergantung antara langit dan bumi, tidak diangkatkan kecuali dengan dengan zakat fitrah.

Dari hadis ini zakat fitrah mempunyai peran penting untuk kesempurnaan puasa ramadan. Oleh karena itu orang yang puasa ramadan, tidak membayar zakat fitrah padahal dia mampu, maka puasanya tergantung tidak sampai kepada Allah swt., artinya Allah tidak menerimanya dengan penerimaan yang sempurna.

Jumhur ulama berpendapat, bahwa zakat fitrah itu wajib bukan karena mukallaf seperti ibadah yang lain, namun, karena sisi lain, sehingga anak kecil dan budak juga wajib mengeluarkan zakat fitrah.

Wujud Zakat Fitrah

Sebagian ulama menetapkan, bahwa zakat fitrah itu berupa gandum, jagung, kurman, anggur, keju dan di Indonesia beras. Sebagian lain menetapkan, bahwa zakat fitrah berupa makanan pokok yang lain di daerah setempat atau makanan pokok untuk orang-orang dewasa. Zakat fitrah itu untuk orang Islam yang fakir dan miskin, berdasarkan hadis: Cukupi mereka pada hari itu, jangan sampai meminta-minta (HR. Muslim dan Tirmidzi).

Hikmah Disyari’atkan Zakat Fitrah

Diantara hikmah disyari’atkan zakat fitrah adalah, zakat fitrah merupakan zakat diri, di mana Allah memberikan umur panjang baginya, sehingga ia bertahan dengan nikmatnya. Zakat fitrah juga merupakan bentuk pertolongan kepada umat Islam, baik kaya maupun miskin sehingga mereka dapat berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada Allah swt. dan bersuka cita dengan segala anugerah nikmatNya.

Hikmahnya yang paling agung adalah tanda syukur orang yang berpuasa kepada Allah atas nikmat ibadah puasa. Diantara hikmahnya adalah sebagaimana yang terkandung dalam hadis Ibnu Abbas ra. Yaitu puasa merupakan pembersih bagi yang melakukannya dari kesia-siaan dan perkataran buruk, demikian pula sebagai salah satu sarana pemberian makan kepada fakir miskin.

Akhirnya dari ayat dan hadis di atas dapat dipahami, bahwa kecintaan kita kepada Allah adalah harus melebihi dari kecintaan kita kepada selainnya, termasuk kepada harta, anak dan sebagainya dan apabila benar-benar kita cinta kepada Allah, maka apa yang diperintahkan Allah segera kita laksanakan dan apa yang dilarangNya segera kita tinggalkan.

Orang kaya yang punya harta haruslah memperhatikan keadaan orang miksin, jangan sampai orang miskin yang kelaparan atau tidak berpakaian yang layak, karena dalam harta orang kaya ada hak fakir miskin. Maka segerakanlah hak fakir miskin itu dan berikan lagi infak jika belum terpenuhi kebutuhan fakir miskin itu.

Waktu Mengeluarkan Zakat Fitrah

Menurut Imam Abu Hanifah, mulai wajib mengeluarkan zakat fitrah dari terbit fajar pagi hari Raya Id. Sedangkan menurut tiga Imam mazhab lainnya (Syafi’i, Maliki, Hambali) waktunya dari terbenam matahari malam hari Raya Id. Sepakat mazhab yang empat, bahwa zakat tidak gugur dengan melambatkan membayarnya sesudah waktu wajibnya, tetapi dia menjadi hutang hingga dibayarkan, tidak boleh melambatkannya dari hari raya, sunat mengeluarkannya sebelum shalat Id sesudah terbit fajar menurut mazhab empat.

Boleh mengeluarkannya dari awal Ramadan menurut Imam Syafi’i, menurut Imam Abu Hanifah boleh dikeluarkan walaupun sebelum bulan Ramadhan, sedangkan menurut Maliki dan Ahmad, tidak harus mengeluarkannya, kecuali sehari atau dua hari sebelum waktu wajibnya.

Akhirnya, marilah kita camkan benar-benar, sekiranya kaum muslimin mampu memahami dan mengamalkan ajaran Islam dengan baik dan benar, maka langkah mulia dan sejahteranya kehidupan kita, tentu kemiskinan dan kemelaratan yang merupakan pangkal dari kebodohan, kejahatan dan keterbelakangan tidak akan diderita oleh umat Islam secara berkepanjangan.

(Penulis: Dosen STAI Sumatera, PTI Al Hikmah dan STAI RA Batang Kuis).

Oleh:  Drs H Hasan Maksum Nasution, SH SPd.I, MA

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra.: Ia berkata, telah memfardhukan Rasulullah saw. zakat fitrah untuk mensucikan bagi orang yang berpuasa dari hal-hal yang sia-sia dan terlarang, sebagai makanan bagi orang miskin, siapa yang menunaikannya sesudah shalat Id, maka dia merupakan zakat biasa dan firman Allah swt. Al-A’la 14-15: Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman) dan dia ingat nama Tuhannya lalu dia salat.

Setiap muslim wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan orang yang dalam tanggungannya sebanyak satu sha’ (3kg/2,7 kg/2,4 kg) dari bahan makanan yang berlaku umum di daerahnya, zakat tersebut wajib baginya, jika ia masih memiliki sisa makanan untuk diri dan keluarganya selama sehari semalam.

Zakat fitrah tidak boleh diberikan kecuali hanya kepada fakir miskin atau wakilnya. Zakat fitrah disebut juga zakatun nafsi (zakat jiwa) hukumnya wajib menurut mazhab yang 4 (empat) Syafi’i, Maliki, Hambali, dan Hanafi difardhukan pada tahun ke-II Hijrah dari 2 (dua) hari sebelum Hari Raya Idul Fitri dan disyariatkan untuk mensuckan bagi orang puasa dari hal-hal yang mengurangi kesempurnaan pahala puasanya seperti sujud sahwi pada shalat, disamping itu dalam rangka mengasih sayangi fakir miskin di hari raya dan menghindarkan mereka meminta-minta, Nabi saw. menyatakan: Hindarkan mereka dari kehinaan meminta-minta pada hari rayat ini.

Sehingga Nabi mengisyaratkan, bahwa hari raya ini adalah hari raya fakir miskin, karena mereka terhindari dari meminta-minta dengan sampainya zakat fitrah kepada mereka dari orang kaya dan orang yang mampu berzakat, karea orang kaya dibebani untuk memberikan hartanya untuk jalan kebaikan.
Bahwa harta adalah sangat dicintai oleh pemiliknya dan mereka disuruh mencintai Allah swt. dengan mereka beriman, maka imannya mendorong mereka mencintai Allah lebih dari mencintai selainnya dengan ucapan “LA ILAHA ILLALLAH” bermakna, bahwa tiada yang disembah melainkan Allah dan tiada yang lebih dicintai kecuali Allah swt.

Orang yang Wajib Zakat Fitrah

Menurut ijma’ ulama yang wajib berzakat fitrah adalah semua orang Islam laki-laki perempuan, kecil, besar, merdeka ataupun budak, berdasarkan hadis dari Ibnu Umar. Disamping itu menurut kesepakatan ulama, penanggungnya adalah masing-masing individu, karena zakat adalah zakat badan atau diri, bukan zakat harta benda, inipun mengeluarkan zakat fitrah berkaitan dengan puasa ramadhan, sabda Rasulullah saw: Puasa ramadhan tergantung antara langit dan bumi, tidak diangkatkan kecuali dengan dengan zakat fitrah.

Dari hadis ini zakat fitrah mempunyai peran penting untuk kesempurnaan puasa ramadan. Oleh karena itu orang yang puasa ramadan, tidak membayar zakat fitrah padahal dia mampu, maka puasanya tergantung tidak sampai kepada Allah swt., artinya Allah tidak menerimanya dengan penerimaan yang sempurna.

Jumhur ulama berpendapat, bahwa zakat fitrah itu wajib bukan karena mukallaf seperti ibadah yang lain, namun, karena sisi lain, sehingga anak kecil dan budak juga wajib mengeluarkan zakat fitrah.

Wujud Zakat Fitrah

Sebagian ulama menetapkan, bahwa zakat fitrah itu berupa gandum, jagung, kurman, anggur, keju dan di Indonesia beras. Sebagian lain menetapkan, bahwa zakat fitrah berupa makanan pokok yang lain di daerah setempat atau makanan pokok untuk orang-orang dewasa. Zakat fitrah itu untuk orang Islam yang fakir dan miskin, berdasarkan hadis: Cukupi mereka pada hari itu, jangan sampai meminta-minta (HR. Muslim dan Tirmidzi).

Hikmah Disyari’atkan Zakat Fitrah

Diantara hikmah disyari’atkan zakat fitrah adalah, zakat fitrah merupakan zakat diri, di mana Allah memberikan umur panjang baginya, sehingga ia bertahan dengan nikmatnya. Zakat fitrah juga merupakan bentuk pertolongan kepada umat Islam, baik kaya maupun miskin sehingga mereka dapat berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada Allah swt. dan bersuka cita dengan segala anugerah nikmatNya.

Hikmahnya yang paling agung adalah tanda syukur orang yang berpuasa kepada Allah atas nikmat ibadah puasa. Diantara hikmahnya adalah sebagaimana yang terkandung dalam hadis Ibnu Abbas ra. Yaitu puasa merupakan pembersih bagi yang melakukannya dari kesia-siaan dan perkataran buruk, demikian pula sebagai salah satu sarana pemberian makan kepada fakir miskin.

Akhirnya dari ayat dan hadis di atas dapat dipahami, bahwa kecintaan kita kepada Allah adalah harus melebihi dari kecintaan kita kepada selainnya, termasuk kepada harta, anak dan sebagainya dan apabila benar-benar kita cinta kepada Allah, maka apa yang diperintahkan Allah segera kita laksanakan dan apa yang dilarangNya segera kita tinggalkan.

Orang kaya yang punya harta haruslah memperhatikan keadaan orang miksin, jangan sampai orang miskin yang kelaparan atau tidak berpakaian yang layak, karena dalam harta orang kaya ada hak fakir miskin. Maka segerakanlah hak fakir miskin itu dan berikan lagi infak jika belum terpenuhi kebutuhan fakir miskin itu.

Waktu Mengeluarkan Zakat Fitrah

Menurut Imam Abu Hanifah, mulai wajib mengeluarkan zakat fitrah dari terbit fajar pagi hari Raya Id. Sedangkan menurut tiga Imam mazhab lainnya (Syafi’i, Maliki, Hambali) waktunya dari terbenam matahari malam hari Raya Id. Sepakat mazhab yang empat, bahwa zakat tidak gugur dengan melambatkan membayarnya sesudah waktu wajibnya, tetapi dia menjadi hutang hingga dibayarkan, tidak boleh melambatkannya dari hari raya, sunat mengeluarkannya sebelum shalat Id sesudah terbit fajar menurut mazhab empat.

Boleh mengeluarkannya dari awal Ramadan menurut Imam Syafi’i, menurut Imam Abu Hanifah boleh dikeluarkan walaupun sebelum bulan Ramadhan, sedangkan menurut Maliki dan Ahmad, tidak harus mengeluarkannya, kecuali sehari atau dua hari sebelum waktu wajibnya.

Akhirnya, marilah kita camkan benar-benar, sekiranya kaum muslimin mampu memahami dan mengamalkan ajaran Islam dengan baik dan benar, maka langkah mulia dan sejahteranya kehidupan kita, tentu kemiskinan dan kemelaratan yang merupakan pangkal dari kebodohan, kejahatan dan keterbelakangan tidak akan diderita oleh umat Islam secara berkepanjangan.

(Penulis: Dosen STAI Sumatera, PTI Al Hikmah dan STAI RA Batang Kuis).

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/