MEDAN – Kelainan pada sistem saraf tepi (perifer) atau neuropati masih belum dikenal luas di masyarakat. Namun dari hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, setidaknya 26 persen dari warga usia 40 tahun ke atas menderita neuropati. Atau satu dari empat orang Indonesia yang berusia 40 tahun menderita neuropati.
Hal ini disampaikan dr Yuneldi Anwar SpS (K), Dewan Penasihat Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia (Perdossi) Cabang Medan, Rabu (11/7). “Jika tidak diterapi dengan benar, dapat menjadi parah dan mengarah ke penyakit-penyakit saraf yang lebih berat,” ujarnya.
Yuneldi juga mengatakan, beberapa gejala neuropati diantaranya nyeri, baal (kebas), mati rasa, kram, kaku-kaku, kesemutan, rasa terbakar, kulit hipersensitif, kulit mengkilap dan kelemahan anggota gerak. “Terasa nyeri, tapi bukan karena peradangan atau terjatuh. Rasanya seperti kena listrik. Atau mati rasa, sehingga dicubit, dielus tidak terasa,” ucapnya.
Neuropati ini, bilangnya, bisa disebabkan oleh beberapa penyakit yakni trauma pada saraf, atau dapat juga karena efek samping dari suatu penyakit sistemik. “Misalnya, mengonsumsi obat terus menerus seperti pengobatan TBC,” jelasnya.
Dikatakan, mereka yang berisiko terkena neuropati usia di atas 50 tahun, menderita penyakit diabetes, ada riwayat keluarga, penderita hipertensi, perokok, peminum alkohol, pasien penyakit pembuluh darah (jantung), penderita kanker, terpapar bahan kimia, terinfeksi penyakit tertentu seperti HIV, dan mengonsumsi obat jangka panjang.
“Semakin tua, orang cenderung menderita lebih banyak gangguan saraf. Ini sudah lumrah. Sedangkan pasien Diabetes Militus (DM), setidaknya 50 persen mengalami neuropati,’’ucapnya.
Gejala neuropati diabetikum selain tanda umumnya juga ada gangguan pencernaan, mual, muntah, diarea dan sulit buang air besar. Selanjutnya, jelas Yuneldi, neuropati disebabkan kekurangan vitamin neurotropik. ‘’Ini bisa terjadi di satu area tubuh atau di beberapa tempat. Dapat terjadi karena malnutrisi,’’jelasnya.
Sebenarnya, tambah Yuneldi lagi, neuropati dapat dicegah. Jika dideteksi cepat, bisa ditangani supaya tidak parah. “Kemudian, mengonsumsi vitamin neurotropik dapat membantu mencegah dan mengatasinya supaya tidak menjadi lebih parah,” ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dr Manfaluthy Hakim mengatakan, penggunaan vitamin B walau berlebihan tidak menjadi masalah bagi tubuh. “Karena kalau berlebih, vitamin itu keluar melalui urin,” jelasnya.
Saat ini, katanya, mereka sedang menyosialisasikan pemeriksaan neuropati gratis atau neuropathy service point (NSP). Program ini sudah diluncurkan di beberapa rumah sakit di Jakarta. “Kita juga membuka NSP di Medan yakni di RS Columbia Asia Medan pada 12-21 Juli dan RS Metodis pada 20-29 Juli 2012,” terangnya.
Ketua Umum Perdossi Pusat M Hasan Machfoed mengaku, dengan sosialisasi ini masyarakat memiliki kemampuan mengenal penyakit dan berprilaku hidup sehat (uma)