26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Murnikan Niat Jernihkan Hati

Sabda Rasulullah saw.: “Sesungguhnya di dalam tubuh anak Adam terdapat segumpal daging, apabila daging itu baik, seluruh tubuh pun menjadi baik. Ketahuilah, bahwa daging yang dimaksud itu adalah hati. (HR. Bukhari dan Muslim).

Batin adalah penguasa yang mengendalikan lahir dan bisikan-bisikan hati mendahului perbuatan-perbuatan anggota tubuh, bahkan yang terakhir merupakan dampak dari bisikan, karenanya, jika sebuah azaz itu rusak, maka rusaklah dampak itu. Nabi saw. bersabda: “Kedua mata manusia adalah jalan, kedua telinga dan lisannya adalah penerjemah, kedua tangannya adalah sepasang sayap, kedua kakinya adalah delegasi dan hatinya adalah Raja. Jika sang Raja baik, baik pulalah pasukannya. Karenanya, wajiblah melakukan muraqabah untuk mensucikan dari segala macam penyakit jiwa dan karakter lalim yang menderanya. Jika bisikan pada awal kemunculannya adalah suatu paksaan (korupsi, perkosaan dan sebagainya), namun pada fase lanjutannya tidaklah demikian, karenanya, manusia dianggap bertanggung jawab atas niatnya. Allah swt. telah mengisyaratkan kepada hati beserta pendengaran dan penglihatan, bahwa “semua itu akan diminta pertanggungjawabannya” (Al-Isra’: 36)

Demikian juga telah diisyaratkan, bahwa perbuatan bergantung pada niat dan setiap manusia mendapatkan apa yang diniatkannya, bahwa perbuatan membutuhkan niat agar menjadi baik atau buruk, kendati perbuatan tidak selalu terwujud, karena terhalang oleh faktor tertentu. Bahkan, terkadang sebuah perbuatan memiliki hukum yang berbeda, apakah ia murni, baik ataukah bercampur dengan kejahatan. Hal ini karena bisikan maupun bujukan jiwa untuk melakukan perbuatan, selain demi keridaan Allah swt. akan mengeluarkan perbuatan itu dari keikhlasan. Jadi, ketaatan dalam penentuan keabsahan dan penggandaan keutamaannya, terkait erat dengan niat ketika seseorang berniat melakukan ketaatan itu menjadi kemaksiatan, karena ria merupakan hawa nafsu yang terselubung, gejala kemusyrikan, memandang, bahwa dalam melakukan perbuatan seseorang telah memaksudkannya demi selain Allah dan itulah syirik yang tersamarkan.

Di sisi lain, niat tanpa perbuatan, sudah dapat dianggap baik atau buruk, karenanya, siapa yang ingin melakukan kebaikan, namun tidak merealisasikannya, hal ini tetap dicatat, sebab kehendak hati merupakan indikasi kecenderungan seseorang kepada kebaikan dan berpalingnya dari hawa nafsu. Jika niat memang demikian dan jika niat merupakan pondasi perbuatan, maka ia lebih utama daripada perbuatan, karenanya, adalah suatu kewajiban untuk memurnikan niat dan menjernihkan hati dari tercampur kotoran, sehingga suatu perbuatan tidak menjadi rusak. Namun itu tidak berarti, bahwa perbuatan itu sendiri tidak memiliki nilai.

Bisikan Hati Motivasi Perbuatan

Parameter etika bagi manusia, menurut kebanyakan mazhab etika, terletak pada sisi lahiriah perbuatannya, sehingga mazhab-mazhab tersebut tidak menuntut manusia selain perbuatan baik. Jika gerakan itu mengeluarkan perbuatan-perbuatan baik dan terpuji secara syariat dan akal, maka dinamakan perangai bagus, jika keluar darinya adalah perbuatan-perbuatan buruk, ia disebut perangai buruk. Etika/perangai bukanlah perbuatan, tapi struktur yang mengeluarkan perbuatan.

Perbuatan anggota tubuh tak lain merupakan ekspresi dari bisikan-bisikan kalbu, karenanya mengetahui hati dan rahasia-rahasianya diwajibkan demi alasan etika, jika hati suci, maka perbuatan akan baik, seluruh sifat yang muncul dari hati akan terekspresikan anggota tubuhnya. Hati adalah pemegang kendali dan anggota tubuh tunduk kepadanya. Anggota tubuh tidak dapat menentang atau memberontak kepada hati, karena itu hati-lah yang harus diperbaiki, diluruskan, dilakukan penilaian atasnya dan dicela. Hadis Nabi menyatakan: “Allah tidak memandang bentuk kalian, melainkan memandang hati dan perbuatan kalian”. Dan Allah berfirman: “Tapi Allah menghukum kamu disebabkan apa yang dilakukan hatimu”.

Al-Ghazali pernah menganalisa peran hati dan dampaknya pada kekuatan jiwa dan anggota tubuh, ia menulis; yang pertama terlintas di dalam hati adalah bisikan kepada sesuatu, seperti perempuan yang berjalan di belakang seseorang yang jika ia menoleh kepadanya, ia akan melihatnya. Yang kedua adalah bergeraknya hasrat untuk melihat perempuan itu, yang merupakan gerakan nafsu. Ini berasal dari bisikan pertama yang merupakan kecenderungan alamiah. Yang ketiga adalah keputusan hati, bahwa dia harus melakukannya, yakni melihat perempuan itu. Jika karakter orang itu netral, maka hasratnya tidak akan terbangkitkan, selama ada faktor pengalih perhatian, seperti rasa malu atau takut. Kondisi ini disebut proses peyakinan diri sebagai kelanjutkan bisikan. Dan kecenderungan keempat, adalah tekad untuk melihatnya dan melakukan sesuatu kepadanya dan ini kami sebut keinginan, niat, maksud untuk berbuat.

Demikian empat kondisi hati sebelum lahirnya perbuatan lewat anggota tubuh, pertama, bisikan jiwa, kedua, kecenderungan, ketiga peyakinan diri dan keempat, maksud. Jika ia tidak memandang perempuan itu, karena adanya penghalang, berarti ia tidak memiliki peran apapun, begitu juga, jika ia tidak melakukannya sebagai mujahadah atas jiwa, maka ia tidak akan terkena konsekwensi apapun.

Debu Menempel Mata Hati Gelap

Sesungguhnya setiap saat, manusia berbuat dosa, baik kecil maupun besar, baik disadari atau tidak, dosa-dosa itu ibarat debut yang menempel di mata hati, apabila dibiarkan akan menjadi kerap dan hati sama sekali tertutup, sehingga hati tertutup dari kebenaran. Kalau sudah demikian, maka mata hati menjadi gelap, pikiran-pikiran kotor dan jahat memenuhinya setiap saat. Sedangkan untuk dapat memperdayakan mata batin dalam memandang keajaiban, diperlukan hati yang bersih. Hati ibarat cermin, jika tertutup debu, maka tak akan mampu menampakkan bayangan, jika cermin bersih, bayangan akan tampak jelas, jika hati bersih, maka mata batin dapat menembus keajaiban-keajaiban, itulah yang disebut karomah.

Langkah pertama sekali yang harus ditempuh sebagai riyadhah (latihan rohani) adalah taubat. Yang menyebabkan manusia jauh dari Allah adalah karena dia berbuat dosa, dosa mengotori hati, sehingga hati berkerak, tidak bisa melihat keajaiban-keajaiban yang datangnya dari Allah swt. Para Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul menerima wahyu, karena hati mereka bersih dari dosa, sedangkan manusia, jika bersih dari dosa, tidak ada hijab (pembatas) antara dirinya dengan Sang Khalik, ia mudah menerima ilham.

Jika kita bertekad untuk membuka hijab dan ingin memiliki daya ketajaman mata batin, maka tindakan pertama yang harus dilakukan adalah membersihkan dirinya dari segala macam dosa dengan jalan bertaubat, setiap hamba Allah wajib bertaubat atas dosanya, taubat mengandung makna kembali, kembali ke jalan yang benar.

Akhirnya, hanya Allah-lah yang Tahu, apakah benar seseorang telah bertaubat dengan sungguh-sungguh, manusia hanya bisa melihat dan merasakan dampak dari orang-orang yang bertaubat. Benarkah ia sudah meminta maaf, mengembalikan hak-hak orang yang pernah terzalimi, membangun kehidupan baru yang Islami dan hal-hal lain atau taubat hiasan bibir yang tanpa beban?.

Penulis Dosen STAI Sumatera, PTI Al-Hikmah dan
STAI Batangkuis

Sabda Rasulullah saw.: “Sesungguhnya di dalam tubuh anak Adam terdapat segumpal daging, apabila daging itu baik, seluruh tubuh pun menjadi baik. Ketahuilah, bahwa daging yang dimaksud itu adalah hati. (HR. Bukhari dan Muslim).

Batin adalah penguasa yang mengendalikan lahir dan bisikan-bisikan hati mendahului perbuatan-perbuatan anggota tubuh, bahkan yang terakhir merupakan dampak dari bisikan, karenanya, jika sebuah azaz itu rusak, maka rusaklah dampak itu. Nabi saw. bersabda: “Kedua mata manusia adalah jalan, kedua telinga dan lisannya adalah penerjemah, kedua tangannya adalah sepasang sayap, kedua kakinya adalah delegasi dan hatinya adalah Raja. Jika sang Raja baik, baik pulalah pasukannya. Karenanya, wajiblah melakukan muraqabah untuk mensucikan dari segala macam penyakit jiwa dan karakter lalim yang menderanya. Jika bisikan pada awal kemunculannya adalah suatu paksaan (korupsi, perkosaan dan sebagainya), namun pada fase lanjutannya tidaklah demikian, karenanya, manusia dianggap bertanggung jawab atas niatnya. Allah swt. telah mengisyaratkan kepada hati beserta pendengaran dan penglihatan, bahwa “semua itu akan diminta pertanggungjawabannya” (Al-Isra’: 36)

Demikian juga telah diisyaratkan, bahwa perbuatan bergantung pada niat dan setiap manusia mendapatkan apa yang diniatkannya, bahwa perbuatan membutuhkan niat agar menjadi baik atau buruk, kendati perbuatan tidak selalu terwujud, karena terhalang oleh faktor tertentu. Bahkan, terkadang sebuah perbuatan memiliki hukum yang berbeda, apakah ia murni, baik ataukah bercampur dengan kejahatan. Hal ini karena bisikan maupun bujukan jiwa untuk melakukan perbuatan, selain demi keridaan Allah swt. akan mengeluarkan perbuatan itu dari keikhlasan. Jadi, ketaatan dalam penentuan keabsahan dan penggandaan keutamaannya, terkait erat dengan niat ketika seseorang berniat melakukan ketaatan itu menjadi kemaksiatan, karena ria merupakan hawa nafsu yang terselubung, gejala kemusyrikan, memandang, bahwa dalam melakukan perbuatan seseorang telah memaksudkannya demi selain Allah dan itulah syirik yang tersamarkan.

Di sisi lain, niat tanpa perbuatan, sudah dapat dianggap baik atau buruk, karenanya, siapa yang ingin melakukan kebaikan, namun tidak merealisasikannya, hal ini tetap dicatat, sebab kehendak hati merupakan indikasi kecenderungan seseorang kepada kebaikan dan berpalingnya dari hawa nafsu. Jika niat memang demikian dan jika niat merupakan pondasi perbuatan, maka ia lebih utama daripada perbuatan, karenanya, adalah suatu kewajiban untuk memurnikan niat dan menjernihkan hati dari tercampur kotoran, sehingga suatu perbuatan tidak menjadi rusak. Namun itu tidak berarti, bahwa perbuatan itu sendiri tidak memiliki nilai.

Bisikan Hati Motivasi Perbuatan

Parameter etika bagi manusia, menurut kebanyakan mazhab etika, terletak pada sisi lahiriah perbuatannya, sehingga mazhab-mazhab tersebut tidak menuntut manusia selain perbuatan baik. Jika gerakan itu mengeluarkan perbuatan-perbuatan baik dan terpuji secara syariat dan akal, maka dinamakan perangai bagus, jika keluar darinya adalah perbuatan-perbuatan buruk, ia disebut perangai buruk. Etika/perangai bukanlah perbuatan, tapi struktur yang mengeluarkan perbuatan.

Perbuatan anggota tubuh tak lain merupakan ekspresi dari bisikan-bisikan kalbu, karenanya mengetahui hati dan rahasia-rahasianya diwajibkan demi alasan etika, jika hati suci, maka perbuatan akan baik, seluruh sifat yang muncul dari hati akan terekspresikan anggota tubuhnya. Hati adalah pemegang kendali dan anggota tubuh tunduk kepadanya. Anggota tubuh tidak dapat menentang atau memberontak kepada hati, karena itu hati-lah yang harus diperbaiki, diluruskan, dilakukan penilaian atasnya dan dicela. Hadis Nabi menyatakan: “Allah tidak memandang bentuk kalian, melainkan memandang hati dan perbuatan kalian”. Dan Allah berfirman: “Tapi Allah menghukum kamu disebabkan apa yang dilakukan hatimu”.

Al-Ghazali pernah menganalisa peran hati dan dampaknya pada kekuatan jiwa dan anggota tubuh, ia menulis; yang pertama terlintas di dalam hati adalah bisikan kepada sesuatu, seperti perempuan yang berjalan di belakang seseorang yang jika ia menoleh kepadanya, ia akan melihatnya. Yang kedua adalah bergeraknya hasrat untuk melihat perempuan itu, yang merupakan gerakan nafsu. Ini berasal dari bisikan pertama yang merupakan kecenderungan alamiah. Yang ketiga adalah keputusan hati, bahwa dia harus melakukannya, yakni melihat perempuan itu. Jika karakter orang itu netral, maka hasratnya tidak akan terbangkitkan, selama ada faktor pengalih perhatian, seperti rasa malu atau takut. Kondisi ini disebut proses peyakinan diri sebagai kelanjutkan bisikan. Dan kecenderungan keempat, adalah tekad untuk melihatnya dan melakukan sesuatu kepadanya dan ini kami sebut keinginan, niat, maksud untuk berbuat.

Demikian empat kondisi hati sebelum lahirnya perbuatan lewat anggota tubuh, pertama, bisikan jiwa, kedua, kecenderungan, ketiga peyakinan diri dan keempat, maksud. Jika ia tidak memandang perempuan itu, karena adanya penghalang, berarti ia tidak memiliki peran apapun, begitu juga, jika ia tidak melakukannya sebagai mujahadah atas jiwa, maka ia tidak akan terkena konsekwensi apapun.

Debu Menempel Mata Hati Gelap

Sesungguhnya setiap saat, manusia berbuat dosa, baik kecil maupun besar, baik disadari atau tidak, dosa-dosa itu ibarat debut yang menempel di mata hati, apabila dibiarkan akan menjadi kerap dan hati sama sekali tertutup, sehingga hati tertutup dari kebenaran. Kalau sudah demikian, maka mata hati menjadi gelap, pikiran-pikiran kotor dan jahat memenuhinya setiap saat. Sedangkan untuk dapat memperdayakan mata batin dalam memandang keajaiban, diperlukan hati yang bersih. Hati ibarat cermin, jika tertutup debu, maka tak akan mampu menampakkan bayangan, jika cermin bersih, bayangan akan tampak jelas, jika hati bersih, maka mata batin dapat menembus keajaiban-keajaiban, itulah yang disebut karomah.

Langkah pertama sekali yang harus ditempuh sebagai riyadhah (latihan rohani) adalah taubat. Yang menyebabkan manusia jauh dari Allah adalah karena dia berbuat dosa, dosa mengotori hati, sehingga hati berkerak, tidak bisa melihat keajaiban-keajaiban yang datangnya dari Allah swt. Para Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul menerima wahyu, karena hati mereka bersih dari dosa, sedangkan manusia, jika bersih dari dosa, tidak ada hijab (pembatas) antara dirinya dengan Sang Khalik, ia mudah menerima ilham.

Jika kita bertekad untuk membuka hijab dan ingin memiliki daya ketajaman mata batin, maka tindakan pertama yang harus dilakukan adalah membersihkan dirinya dari segala macam dosa dengan jalan bertaubat, setiap hamba Allah wajib bertaubat atas dosanya, taubat mengandung makna kembali, kembali ke jalan yang benar.

Akhirnya, hanya Allah-lah yang Tahu, apakah benar seseorang telah bertaubat dengan sungguh-sungguh, manusia hanya bisa melihat dan merasakan dampak dari orang-orang yang bertaubat. Benarkah ia sudah meminta maaf, mengembalikan hak-hak orang yang pernah terzalimi, membangun kehidupan baru yang Islami dan hal-hal lain atau taubat hiasan bibir yang tanpa beban?.

Penulis Dosen STAI Sumatera, PTI Al-Hikmah dan
STAI Batangkuis

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/