26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Gedung itu Nyaris Merenggut Buah Hati Kami

Kisah di Balik Ambruknya Bangunan Akbid Senior

Klaim pihak yayasan tidak adanya korban jiwa dari ambruknya gedung Akademi Kebidanan Senior Medan, Minggu (3/4) tidak lantas alasan menyelesaikan masalah. Selain bingung akan tidur dimana, beberapa mahasiswi Akbid Senior Medan harus kehilangan tidak sedikit barang.

Meskipun matahari sudah berada di atas kepala, Senin (4/4) lokasi gedung Akbid Senior Medan yang juga kampus Universitas Generasi Medan di Gang Pelita tetap ramai. Baik dari anggota masyarakat, para siswi, hingga orangtua dan keluarga siswi. Kabar ambruknya gedung Akbid Senior bahkan membawa mereka dari daerah terjauh di Sumatera Utara ini.

Sebut saja Pak Tampubolon (43) yang tiba di Kota Medan pukul 09.00 WIB. Sembari duduk di kursi aluminium, dirinya menatap runtuhan bangunan di depannya. Rokok di sela-sela jarinya tak henti diisap, menenangkan pikirannya yang bergejolak mengenai peristiwa mengejutkan itu. “Untunglah anak saya sedang dinas dan baru saja pulang. Jadi dia juga tidak tahu kalau gedungnya ini roboh. Semoga saja isu adanya korban tertimpa itu tidak betul ya,” tuturnya kepada Sumut Pos.

Tak berapa lama, sang putri (sebut saja Susi, Red) yang siswi tingkat II Akbid Senior Medan
itu pun datang. Masih terlihat seragam dinas di balik sweater garis-garis coklat yang dikenakannya. Nada kesal terasa dari jawaban kepada ayahnya. “Semua barang-barang aku gak ada lagi katanya terbawa Sei Babura. Padahal (alat mengukur) tensi aku pun masih di situ semua. Sementara ini kami pun mau diungsikan ke Marindal,” ucap siswi yang tidak ingin disebut namanya.

Kamarnya yang berada di lokasi gedung ambruk tepatnya Ruang Nanas membuat dirinya dan siswi lain dilarang memasuki gedung di sisi kanan. Hal itu membuat dirinya semakin bingung dengan keberadaan barang-barangnya. Apalagi satu minggu ini dirinya masih menjalani dinas di rumah sakit yang sudah ditentukan.

Susi tidak sendiri, Rina (juga bukan nama sebenarnya, Red) juga terlihat bingung dengan kondisi gedung yang menjadi tempat tinggalnya. Karena kondisi gedung yang kini miring, tidak seorang pun diizinkan mendekati lokasi gedung yang ambruk. Apalagi naik ke atas untuk mengambil barang-barang yang ada. Tak pelak, keduanya dan beberapa siswi yang juga menempati kamar di gedung yang runtuh hanya bisa memandangi bangunan yang menimpa kamarnya.

Pantauan Sumut Pos, di dinding gedung Akbdi Senior tepatnya di sisi kanan, bangunan yang menyatu dengan dapur yang runtuh banyak ditemui retakan. Bahkan bangunan tadi seolah terpisah dengan bangunan di sebelahnya. Terlihat celah di dinding gedung yang hingga 10 centimeter. Sangat menyesakkan keluarga siswi mengingat uang pembangunan yang harus mereka bayar di tahun pertama.

Seperti yang disampaikan Siahaan (41), warga Marindal Medan yang putrinya siswi tingkat II di Akbid Senior Medan tersebut. Sebagai masyarakat awam dirinya bahkan terkejut melihat konstruksi bangunan yang ambruk. Padahal uang sebesar Rp12 juta harus dibayar sebagai uang pembangunan di awal putrinya menjalani pendidikan.
“Masak untuk bangunan empat tingkat seperti ini hanya menggunakan besi sekecil itu. Besi yang gitu cocoknya juga untuk bangunan rumah satu lantai. Padahal pertama masuk dulu kita diminta uang pembangunan Rp12 juta. Pardede (sekolah di yayasan milik keluarga Pardede) saja menggunakan besi sebesar batang pohon itu. Dan di situ tidak ada dikutip uang pembangunan,” kesalnya.

Dirinya pun memaparkan bagaimana kutipan-kutipan yang dikenakan kepada putri dan siswi Akbid Senior Medan lainnya. Selain uang pembangunan, uang kamar, uang diktat, uang buku, hingga uang praktek di rumah sakit-rumah sakit. “Kalau ditotal sampai tamat habis juga Rp100 juta-an,” tambahnya.

Apa yang dirasakan Siahaan tidak lah berlebihan. Sebagai orangtua tentu menginginkan yang terbaik untuk masa depan sang putri. Namun siang itu, kenyataan yang ditemui sangat mengejutkan dirinya. Bagaimana jumlah uang yang sudah dia keluarkan justru tidak menjamin keselamatan buah hatinya. Tak heran masyarakat pun turut menyampaikan rasa geram apalagi mereka merupakan saksi pembangunan gedung yang bermasalah itu.

Sebut saja Sembiring (bukan nama sebenarnya, Red) yang merupakan penduduk di Gang Pelita tersebut. Dengan tegas dirinya menuding pihak yayasan sudah mengabaikan nyawa siswinya untuk keuntungan semata. Seperti tahapan pembangunan gedung yang dilakukan secara bertahap tadi. “Ini kan dulu dibangun 2004 dengan dua lantai. Kalau gedung yang ambruk itu merupakan bangunan tahap kedua atau ditempel lah. Tapi karena siswi terus bertambah dibangun dua lantai lagi ke atas. Tapi pondasi tetap yang untuk bangunan dua lantai,” bebernya.

Lebih parahnya lagi lanjutnya, bangunan di sisi kanan gedung bersebelahan dengan aliran Sungai Babura yang beberapa hari lalu meluap hingga membenam dapur Akbid Senior tersebut. Akibad pengikisan air tadi kini pondasi gedung itu terlihat langsung ke dalam sungai sekitar satu meter dasar bangunan bahkan berada di atas sungai.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, pukul 21.00 WIB gedung Akbid Senior Medan dan Universitas Generasi Muda Medan ambruk. Bangunan yang ambruk adalah gedung di sisi kanan dimana dapur dan ruang makan berada di bawahnya. Bangunan ini runtuh dari lantai empat hingga lantai dasar. Bangunan yang ambruk lainnya adalah bangunan di sudut kanan yang hanya ambruk hingga lantai dua.

Diberitakan, yang diberitakan ‘menghilang’, oleh beberapa orang disana 9 mahasiswa yang menghilang, disebut tertimbun bangunan. Sampai saat ini, berita menghilangnya 9 mahasiswa itu masih simpang siur, sementara dugaan tertimbun, akhirnya terpatahkan.

Hingga Senin (4/4) siang, evakuasi belum dilakukan. Pihak yayasan menegaskan, tidak ada korban jiwa pada peristiwa tersebut. Senin (4/4) dini hari satu mobil pick up dipenuhi dengan travel bag yang diduga milik para siswi menuju ke rumah mewah di Jalan Bunga Mawar No 66 Medan. Di situ juga para orangtua siswi yang belum bertemu Minggu (3/4) dikumpulkan dengan cara evakuasi diam-diam. (*)

Kisah di Balik Ambruknya Bangunan Akbid Senior

Klaim pihak yayasan tidak adanya korban jiwa dari ambruknya gedung Akademi Kebidanan Senior Medan, Minggu (3/4) tidak lantas alasan menyelesaikan masalah. Selain bingung akan tidur dimana, beberapa mahasiswi Akbid Senior Medan harus kehilangan tidak sedikit barang.

Meskipun matahari sudah berada di atas kepala, Senin (4/4) lokasi gedung Akbid Senior Medan yang juga kampus Universitas Generasi Medan di Gang Pelita tetap ramai. Baik dari anggota masyarakat, para siswi, hingga orangtua dan keluarga siswi. Kabar ambruknya gedung Akbid Senior bahkan membawa mereka dari daerah terjauh di Sumatera Utara ini.

Sebut saja Pak Tampubolon (43) yang tiba di Kota Medan pukul 09.00 WIB. Sembari duduk di kursi aluminium, dirinya menatap runtuhan bangunan di depannya. Rokok di sela-sela jarinya tak henti diisap, menenangkan pikirannya yang bergejolak mengenai peristiwa mengejutkan itu. “Untunglah anak saya sedang dinas dan baru saja pulang. Jadi dia juga tidak tahu kalau gedungnya ini roboh. Semoga saja isu adanya korban tertimpa itu tidak betul ya,” tuturnya kepada Sumut Pos.

Tak berapa lama, sang putri (sebut saja Susi, Red) yang siswi tingkat II Akbid Senior Medan
itu pun datang. Masih terlihat seragam dinas di balik sweater garis-garis coklat yang dikenakannya. Nada kesal terasa dari jawaban kepada ayahnya. “Semua barang-barang aku gak ada lagi katanya terbawa Sei Babura. Padahal (alat mengukur) tensi aku pun masih di situ semua. Sementara ini kami pun mau diungsikan ke Marindal,” ucap siswi yang tidak ingin disebut namanya.

Kamarnya yang berada di lokasi gedung ambruk tepatnya Ruang Nanas membuat dirinya dan siswi lain dilarang memasuki gedung di sisi kanan. Hal itu membuat dirinya semakin bingung dengan keberadaan barang-barangnya. Apalagi satu minggu ini dirinya masih menjalani dinas di rumah sakit yang sudah ditentukan.

Susi tidak sendiri, Rina (juga bukan nama sebenarnya, Red) juga terlihat bingung dengan kondisi gedung yang menjadi tempat tinggalnya. Karena kondisi gedung yang kini miring, tidak seorang pun diizinkan mendekati lokasi gedung yang ambruk. Apalagi naik ke atas untuk mengambil barang-barang yang ada. Tak pelak, keduanya dan beberapa siswi yang juga menempati kamar di gedung yang runtuh hanya bisa memandangi bangunan yang menimpa kamarnya.

Pantauan Sumut Pos, di dinding gedung Akbdi Senior tepatnya di sisi kanan, bangunan yang menyatu dengan dapur yang runtuh banyak ditemui retakan. Bahkan bangunan tadi seolah terpisah dengan bangunan di sebelahnya. Terlihat celah di dinding gedung yang hingga 10 centimeter. Sangat menyesakkan keluarga siswi mengingat uang pembangunan yang harus mereka bayar di tahun pertama.

Seperti yang disampaikan Siahaan (41), warga Marindal Medan yang putrinya siswi tingkat II di Akbid Senior Medan tersebut. Sebagai masyarakat awam dirinya bahkan terkejut melihat konstruksi bangunan yang ambruk. Padahal uang sebesar Rp12 juta harus dibayar sebagai uang pembangunan di awal putrinya menjalani pendidikan.
“Masak untuk bangunan empat tingkat seperti ini hanya menggunakan besi sekecil itu. Besi yang gitu cocoknya juga untuk bangunan rumah satu lantai. Padahal pertama masuk dulu kita diminta uang pembangunan Rp12 juta. Pardede (sekolah di yayasan milik keluarga Pardede) saja menggunakan besi sebesar batang pohon itu. Dan di situ tidak ada dikutip uang pembangunan,” kesalnya.

Dirinya pun memaparkan bagaimana kutipan-kutipan yang dikenakan kepada putri dan siswi Akbid Senior Medan lainnya. Selain uang pembangunan, uang kamar, uang diktat, uang buku, hingga uang praktek di rumah sakit-rumah sakit. “Kalau ditotal sampai tamat habis juga Rp100 juta-an,” tambahnya.

Apa yang dirasakan Siahaan tidak lah berlebihan. Sebagai orangtua tentu menginginkan yang terbaik untuk masa depan sang putri. Namun siang itu, kenyataan yang ditemui sangat mengejutkan dirinya. Bagaimana jumlah uang yang sudah dia keluarkan justru tidak menjamin keselamatan buah hatinya. Tak heran masyarakat pun turut menyampaikan rasa geram apalagi mereka merupakan saksi pembangunan gedung yang bermasalah itu.

Sebut saja Sembiring (bukan nama sebenarnya, Red) yang merupakan penduduk di Gang Pelita tersebut. Dengan tegas dirinya menuding pihak yayasan sudah mengabaikan nyawa siswinya untuk keuntungan semata. Seperti tahapan pembangunan gedung yang dilakukan secara bertahap tadi. “Ini kan dulu dibangun 2004 dengan dua lantai. Kalau gedung yang ambruk itu merupakan bangunan tahap kedua atau ditempel lah. Tapi karena siswi terus bertambah dibangun dua lantai lagi ke atas. Tapi pondasi tetap yang untuk bangunan dua lantai,” bebernya.

Lebih parahnya lagi lanjutnya, bangunan di sisi kanan gedung bersebelahan dengan aliran Sungai Babura yang beberapa hari lalu meluap hingga membenam dapur Akbid Senior tersebut. Akibad pengikisan air tadi kini pondasi gedung itu terlihat langsung ke dalam sungai sekitar satu meter dasar bangunan bahkan berada di atas sungai.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, pukul 21.00 WIB gedung Akbid Senior Medan dan Universitas Generasi Muda Medan ambruk. Bangunan yang ambruk adalah gedung di sisi kanan dimana dapur dan ruang makan berada di bawahnya. Bangunan ini runtuh dari lantai empat hingga lantai dasar. Bangunan yang ambruk lainnya adalah bangunan di sudut kanan yang hanya ambruk hingga lantai dua.

Diberitakan, yang diberitakan ‘menghilang’, oleh beberapa orang disana 9 mahasiswa yang menghilang, disebut tertimbun bangunan. Sampai saat ini, berita menghilangnya 9 mahasiswa itu masih simpang siur, sementara dugaan tertimbun, akhirnya terpatahkan.

Hingga Senin (4/4) siang, evakuasi belum dilakukan. Pihak yayasan menegaskan, tidak ada korban jiwa pada peristiwa tersebut. Senin (4/4) dini hari satu mobil pick up dipenuhi dengan travel bag yang diduga milik para siswi menuju ke rumah mewah di Jalan Bunga Mawar No 66 Medan. Di situ juga para orangtua siswi yang belum bertemu Minggu (3/4) dikumpulkan dengan cara evakuasi diam-diam. (*)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/