Tersandung Polemik Studi Kelayakan
JAKARTA – Rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) diwarnai polemik seputar pelaksanaan uji kelayakan (feasibility study/FS). Meski begitu, Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, target ground breaking (mulai konstruksi) jembatan yang menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera itu tidak berubah. ”Targetnya kan (uji kelayakan) tahun 2014 selesai. Tetap 2014 kita harus ground breaking,” kata Hatta, kemarin.
Pelaksanaan pembangunan JSS diprediksi molor seiring dengan problem uji kelayakan yang muncul.
Penyebabnya, ada perbedaan pendapat mengenai siapa yang berhak melakukan uji kelayakan. Menteri Keuangan Agus Martowardojo bersikukuh, uji kelayakan tersebut dipimpin pemerintah melalui kementerian Pekerjaan Umum.
Sementara, pemerintah provinsi dan swasta melalui konsorsium PT Graha Banten Lampung Sejahtera (GBLS) sudah mulai melakukan pra studi kelayakan. Hatta sendiri dalam kesempatan sebelumnya berpendapat hal itu tidak menggunakan dana dari APBN.
”Saya masih minta dikaji yang terbaik untuk masalah itu bagaimana,” tutur mantan Menhub dan Mensesneg itu. Pengkajian itu seiring dengan direvisinya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2011 tentang Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda.
Dalam Perpres tersebut, sebelumnya disebutkan bahwa pemerintah menunjuk konsorsium PT Graha Banten Lampung Sejahtera sebagai pelaksana studi dengan jaminan anggaran negara jika proyek batal. Selain itu, disebutkan pula bahwa konsorsium diberikan batas waktu pelaksanaan studi kelayakan selama 24 bulan setelah penandatanganan kerja sama dilakukan. Nah, potensi molornya ground breaking muncul ketika hingga tujuh bulan sejak Perpres keluar, belum ditandatangani perjanjian kerjasama pelaksanaan studi kelayakan.
Di bagian lain, JSS dipandang bakal menjadi proyek mercusuar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Karena itu, Partai Demokrat mendesak pemerintah segera menjalankan proyek yang sempat terkatung-katung selama 4 tahun itu. ”Harus menjadi heritage (warisan, Red) Pak SBY, dan Demokrat akan berdiri paling depan untuk mengawal dan menyetujui rencana tersebut,” kata anggota Komisi XI (keuangan) DPR Achsanul Qosasi.
Dia berpendapat, persoalan FS tersebut seharusnya tidak perlu diperpanjang. Tarik ulur tentang siapa yang harus melakukan hanya akan semakin memperlama pelaksanaan proyek. ”Kalau memang ada pihak swasta yang berminat silahkan saja, APBN kita bisa arahkan ke tempat lain,” katanya.
Achsanul mengharapkan Menko Perekonomian segera menuntaskan tarik ulur tersebut dengan mengoordinasikan antara menkeu, menteri PU, serta pemeritah provinsi Lampung dan Banten. ”Yang penting Perpres itu jangan di-challenge, tapi dijalankan. JSS adalah proyek mercusuar Pak SBY,” tandasnya.
Hal yang sama juga disampaikan Sekretaris Fraksi Hanura Saleh Husein. Dia mewanti-wanti agar proses pembangunan jembatan selat sunda itu tidak berlarut-larut karena berisiko memunculkan spekulan-spekulan yang hanya ingin mengambil keuntungan, khususnya spekulan tanah yang akan memberatkan proses pembebasan lahan. ”Kami hanya melihat proyek ini harus segera ada kepastian karena ada kepentingan publik jangka panjang,” ujar anggota Komisi V (perhubungan dan PU) itu.
Di bagian lain, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri ikut angkat bicara soal pembangunan jembatan Selat Sunda. Dia mengatakan, semasa dirinya menjadi presiden, wacana pembangunan JSS ini sudah bergulir. Ketika itu, dia hanya menyarankan supaya gagasan ini kembali dipertimbangkan.
’’Waktu jadi presiden, ini pernah didiskusikan. Tapi, saya tidak langsung berikan keputusan. Perlu lebih dalam diskusi yang dilakukan,’’ kata Megawati sebelumnya. (fal/dyn/pri/nw/jpnn)