LANGKAT- Bupati Langkat, H Ngogesa Sitepu, melalui Asisten I Bid Pemerintahan, Abdul Karim Nasution menjelaskan, persoalan lahan yang diperebutkan warga penggarap baik perorangan maupun organisasi di lahan perkebunan badan usaha milik negara (BUMN) apakah bekas ataupun HGU belum diperpanjang seutuhnya menjadi urusan pemerintah pusat.
“Pemkab (Langkat) untuk persoalan lahan bekas HGU perkebunan ataupun belum diperpanjang HGUnya saat ini ramai mengemuka, tidak memiliki kewenangan sedikitpun. Secara umum, ketegasannya ada di tangan pemerintah pusat,” kata Abd Karim Nasution di ruang kerjanya, Jumat (20/7) kemarin.
Nasution menguraikan, untuk wilayah Kabupaten Langkat seperti diketahui sekitar seribuan hektar lahan belum diperpanjang HGU.
Pemasangan pilar atau patok batas, sampai sejauh ini ditengarai belum juga selesai dilaksanakan pihak perkebunan (PTP 2), disebut-sebut menyusul adanya aksi penghalangan dilakukan masyarakat penggarap baik perorangan maupun perkelompok.
Langkah pengurusan lahan disengketakan dimaksud, tambah Nasution, pihaknya sudah beberapa kali mengikuti pertemuan di Jakarta bersama DPR RI, DPD RI, Kemen BUMN, Kemenkeu bahkan Wakil Presiden RI di istana Wapres. Namun, dari berbagai agenda diikuti belum satupun keluarkan ketegasan terkait sengketa lahan tersebut.
“Pemkab juga menginginkan adanya ketegasan tentang lahan yang disengketatan tersebut, agar warga paham Pemkab sudah memfasilitasi. Untuk diingat, kita bukan mediator tetapi hanya fasilitator akan persoalan tersebut,” urai Karim.
Kabag Hukum Pemkab Langkat, Alder Syam Siahaan, ditanyakan tanah ulayat menuturkan sesuai ketentuan UU Pokok Agraria Pasal 3 tentang hak ulayat yang disesuaikan penjelasan Pasal 67 (1) UU (Kehutanan) suatu masyarakat hukum adat diakui keberadaannya jika menurut kenyataan memenuhi unsur antara lain, masyarakat masih dalam bentuk paguyuban lalu ada kelengkapan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya kemudian ada wilayah hukum adat yang jelas.
Selanjutnya masih adanya pranata dan perangkat hukum khususnya peradilan adat yang masih ditaati, seterusnya masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Ditambahkan dia sesuai peraturan, walaupun secara keseluruhan persyaratan tersebut terpenuhi berdasarkan Pasal 5 Permeneg Agraria No5/1999 pada akhirnya Pemda adalah pihak berwenang untuk menentukan dan memberikan pengakuan terhadap hak ulayat di daerah masing-masing melalui Perda.”Kita akan tetap kedepankan sesuai aturan dan peraturan, terkait permasalahan tanah yang sekarang ini mencuat. Pemkab memfasilitasi aspirasi masyarakat, selanjutnya pemerintah yang miliki kewenangan menentukan,” tukas Siahaan. (mag-4)