MEDAN – Toge Panyabungan dikenal sebagai menu khas berbuka bagi masyarakat Panyabungan atau Warga Tapanuli Selatan.
Namun untuk mendapatkan makanan khas Toge Panyabungan ini, masyarakat Kota Medan khususnya, tidak harus perlu pergi jauh mencarinya. Karena Toge Panyabungan juga tersedia di sejumlah kawasan, terutama di daerah Jalan Perintis Kemerdekaan.
Ternyata di daerah ini, makanan khas Panyabungan telah ada sejak puluhan tahun lalu, atau sekitar tiga generasi lalu.
Hal ini diakui Atik seorang pedagang Toge Panyabungan yang berdomisili di Jalan Serdang, saat ditemui di lokasi dagangannya, Minggu (22/7).
Menurut Atik, keluarganya telah berjualan Toge Penyabungan sejak puluhan tahun lamanya. Pasalnya, Kakek uyutnya yang bernama Wak Dolah, adalah perintis pedagang Toge Panyabungan pertama di Kota Medan. “Kakek uyut kami (Wak Dolah) udah jualan sejak puluhan tahun lamanya, setidaknya saya adalah generasi ketiga,” ucapnya.
Sementara mengenai pilihan nama makanya disebut Toge Panyabungan, Atik tidak mengetahui secara pasti karena rentang waktu yang cukup lama. Namun Atik coba memperkenalkan Toge Penyabungan lewat bahan pembuatannya.
Untuk sebuah Toge Panyabungan yang lengkap tersaji, harus memiliki bahan seperti pulut, tape ubi, candil, lupis dan tentunya cendol, dicampur dengan santan dan larutan gula aren.
Meskipun terkesan seperti sebuah es campur, namun tetap saja bukan es campur melainkan Toge Panyabungan. “Yang membedakannya dengan es campur, Toge Panyabungan menggunakan cendol, lupis, dan candil,” terangnya.
Untuk setiap porsinya bilang Atik, dirinya mematok harga Rp9.000 per bungkusnya. Berbeda dengan bulan biasanya, untuk Ramadan dirinya bisa menjual 300 mangkuk per harinya. Atau mendapatkan omzet sekitar Rp2.7 juta per harinya.
Yang membuat Toge Panyabungan buk Atik memiliki keistimewaan yakni seluruh bahannya diolah sendiri oleh tangan halusnya. “Untuk menyiapkan bahan-bahannya, saya meyiapkannya sehabis sahur karena cuma pulutnya saja yang kami beli. Sedangkan saya mulai berjualan sejak sore (pukul 15.00 WIB),” ujarnya.
Bahkan yang lebih menariknya lagi, untuk membungkusnya, Bu Atik menggunakan tali selasir dan tidak menggunakan karet. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan kekhasanahan Toge asli Panyabungan.
Untuk mempertahankan Toge Penyabungan made in Bu Atik ini, seyogianya Atik mengaku akan terus mempertahankannya hingga generasi berikutnya. (uma)