MEDAN-Kasus kuitansi panjar acara pisah sambut Kapoldasu antara Irjen Pol (sekarang Komjen Pol) Oegroseno dan Irjen Pol Wisjnu Amat Sastro memunculkan babak baru. Dari kasus tersebut terkuatkkalau acara semacam itu kerap menimbulkan anggaran ganda (double budget) antara APBD dan APBN. Pernyataan itu disampaikan pengamat anggaran Elfenda Ananda kepada Sumut Pos, Selasa (31/7). Menurutnya, anggaran acara pisah sambut Kapoldasu beberapa waktu lalu tumpang tindih. Tambah mantan Sekretaris Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut itu, Poldasu memiliki anggaran untuk rumah tangga Kapoldasu, kemudian ada dana untuk jamuan tamu. “Jadi, sudah barang tentu acara pisah sambut juga sudah ditampung dalam APBN,” katanya.
Sementara, paparnya Pemprovsu selalu membuat nomenklatur (nama mata anggaran) terkait sosialisasi menjaga Kamtibmas Sumut. “Hal inilah yang selalu terjadi dan biasanya tetap masuk dalam APBD Pemprovsu setiap tahunnya,” tambahnya.
Elfenda berpendapat, sebaiknya anggaran yang ada di Poldasu bersumber dari APBN untuk kegiatan pisah sambut digabungkan dengan dana milik Pemprovsu yang bersumber dari APBD. Penggabungan dua anggaran itulah yang semestinya dilakukan untuk menghindari double budget.”Selama ini kita lihat, Pemprovsu buat acara pisah sambut. Kemudian, di Poldasu juga ada buat tapi tak semeriah yang selalu dibuat Pemprovsu,” katanya.
Dia mengakui, acara pisah sambut dibuat sebagai bagian untuk menimbulkan kesan yang baik antara unsur Muspida. Tapi, tanpa dibuat acara pisah sambut itu bisa ada komunikasi yang baik jika unsur Muspida memiliki komitmen bekerja membangun wilayah. Pada kesempatan itu, dia mengungkapkan, sebenarnya ada sisi lainnya yang perlu diungkap namun sulit dibuktikan. Bila unsur Muspida baru bertugas, biasanya fasilitas rumah dan isinya sudah disiapkan. Kebiasannya, yang menyiapkannya itu ada kecenderungan kepala daerah. “Ini sebenarnya sudah jadi rahasia umum, tapi sulit untuk dibuktikannya. Semestinya inilah yang perlu dilihat bersama,” katanya.
Oegroseno Didukung Kemendagri
Sementara itu, pernyataan mantan Kapoldasu Komjen Pol Oegroseno mengenai uang Rp50 juta dari kas Biro Umum Pemprov Sumut untuk mendanai acara pisah sambutnya dengan Irjen Wisjnu Amat Sastro, mendapat pembenaran dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Jubir Kemendagri Reydonnyzar Moenek mengatakan, Pemprov Sumut memang boleh-boleh saja mengelurkan dana untuk acara sertijab dimaksud, yang sifatnya dukungan operasional.
Donny, panggilan akrabnya, juga tidak mempermasalahkan dana bantuan itu diambilkan dari Biro Umum. “Itu sifatnya bansos atau hibah, ya boleh saja, meski beban utama (biaya sertijab, Red) tetap di kepolisian. Kalau Pemda membantu untuk dukungan, bisa saja,” ujar Donny, kepada koran ini di kantornya di Jakarta, kemarin.
Hanya saja, kata Donny, penggunaan dana yang dikeluarkan Biro Umum itu tetap harus dipertanggungjawabkan berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, berdasarkan ketentuan Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 yang telah diubah menjadi Permendagri Nomor 39 Tahun 2012.
Karenanya, jika penggunaan dana Rp50 juta tidak ada pertanggungjawabannya, maka wajar jika diusut oleh aparat hukum. “Tinggal siapa yang mengadakan. Ada nggak bukti-bukti penggunaan dana dimaksud? Ada rinciannya nggak, misalnya untuk beli makan, beli taplak meja?” kata Kapuspen yang akrab dengan jurnalis itu.
Pernyataan Donny menanggapi penjelasan Oegroseno yang mengaku tidak tahu menahu soal itu karena serah terima jabatan adalah urusan Gubenur Sumatera Utara (Gubsu). Sebagaimana pemberitaan sebelumnya, dari hasil pemeriksaan dokumen penerimaan panjar dan konfirmasi dengan penerima panjar, ternyata salah satu yang dibiayai dari kuitansi panjar sebesar Rp50.000.000 oleh Neman Sitepu adalah untuk pembayaran kegiatan acara pisah sambut Kapoldasu pada tanggal 23 Maret 2011, di Tiara Convention Hall, Medan.
Untuk dapat membiayai kegiatan tersebut, maka pinjaman dana dari Bendahara Pengeluaran Pembantu Khusus SB dan akan dipertanggungjawabkan setelah usai acara. Namun sampai saat pemeriksaan berakhir 16 Mei 2011, penerimaan panjar tidak pernah dipertanggungjawabkan oleh Neman Sitepu.
Kombes Sadono tak Mau Buru-buru
Di sisi lain, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Poldasu Kombes Pol Sadono Budi Nugroho masih ‘tertutup’ saat ditanya bagaimana perkembangan kasus korupsi Biro Umum Pemprovsu selanjutnya. Dia mengatakan pihaknya tidak mau buru-buru dalam menyelesaikan kasus korupsi biro umum Pemprovsu. “Satu-satu aja ‘dimainkan’, jangan buru-buru, jangan cepat-cepat, nanti koran gak laku,” guraunya.
Dikatakan Sadono, memang pihaknya saat ini masih memburu rekan Neman Sitepu, yakni Suweno. Namun Sadono belum mau memastikan kapan Suweno akan ditahan. “Untuk menahannya, kami harus punya bukti-bukti yang kuat dan akurat. Bukan asal ‘comot’ saja,” ujarnya.
Sadono juga enggan menyebutkan, kapan waktu yang ditentukan pihaknya untuk pemanggilan Suweno. “Kami juga menghargai orang yang mau diperiksa. Kalau kita mau masukkan laporan, kami harus punya bukti yang kuat. Kami tidak boleh mengada-ngada,” dalihnya.
Kembali disinggung, kapan Ridwan Panjaitan akan kembali dipanggil oleh pihaknya, perwira berpangkat melati tiga itu juga tak mau menyebutkannya dengan alasan rapat. “Saya baru balik dari Jakarta. Saya baru selesai rapat. Inipun saya mau rapat lagi. Saya masih sibuk. Oke ya,” sebutnya sembari menutup telepon.
Sementara itu, Ridwan Panjaitan, Asisten Pribadi Plt Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho sebenarnya telah dipanggil pihak penyidik Tipikor Poldasu. Namun panggilan itu tidak pernah diindahkannya.
Penyidik Tipidkor Ditreskrimsus Poldasu yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan Ridwan tak kunjung datang memenuhi panggilan penyidik. “Dia (Ridwan Panjaitan) ‘gak datang memenuhi panggilan kami,” ujar penyidik yang tak ingin namanya disebutkan tanpa mau menjelaskan lebih detail, mengenai sudah berapa kali Ridwan dipanggil oleh pihaknya. (ril/sam/mag-12)