MARKETING SERIES (6)
Pertengahan Agustus 2012 lalu saya didaulat jadi keynote speaker di The 12th CIM Conference-Sri Lanka Region di Colombo. Itu adalah ajang tahunan yang cukup bergengsi yang diselenggarakan Chartered Institute of Marketing-United Kingdom (UK).
Kata chartered punya makna yang menunjukkan bahwa ratu Inggris telah mengakui profesi marketer jadi suatu profesi terhormat.
Selain itu, marketing sekaligus diakui sebagai suatu disiplin ilmu yang scientific, bukan sekadar art atau common practice.
Seperti Hongkong, Singapura, dan tempat lain, Sri Lanka sebagai negara persemakmuran bekas jajahan Inggris punya regional office yang kuat. Karena itu, sudah 12 kali mereka menyelenggarakan suatu konferensi tahunan secara gede-gedean. Saya harus ikut bicara di ajang itu karena ada semacam moral obligation. Pada 2003 saya masuk di Daftar 50 Gurus Who Have Shaped The Future of Marketing dari CIM UK.
Selain saya, cuma ada satu orang Asia lain, yaitu Kehnichi Ohmae yang dikenal sebagai Mr Strategy di Jepang dan dunia. Saya suka pada tema utama konferensi tahun ini, yaitu Thrive with Lean, Clean, and Marketing, sebagai jawaban dari krisis ekonomi yang berlangsung, terutama di negara-negara maju.
Buat saya, tiga hal ini in line dengan triple bottom line dari UN Global Compact, yaitu profit, people, and planet. Sebuah perusahaan yang mau sustainable jangan hanya memikirkan profit jangka pendek. Tapi, juga pada peningkatan harkat manusia dan kontribusinya pada penyelamatan bumi yang sedang dilanda kerusakan ini. Dengan adanya internet, customer sudah semakin pintar untuk mengetahui kualitas dan cost kita sesungguhnya.
Dengan mudah mereka juga bisa membandingkan dengan para pesaing kita. Karena itu, menjadi lean marketer itu penting sekali. Persaingan akan terjadi pada perbaikan value chain supaya quality makin baik atau paling tidak sama, dengan cost yang makin turun dan delivery yang tepat waktu.
CEO Apple Tim Cook dipilih Steve Jobs untuk menggantikannya karena dialah yang bisa menciptakan cost paling rendah untuk sebuah desain produk yang hebat. Kalau hal tersebut dilengkapi dengan low budget, high impact marketing dengan alokasi budget komunikasi yang efektif, itulah yang disebut lean marketing.
Tony Fernandez juga orang yang bisa membuat Air Asia punya cost per mile per passenger terendah di dunia. Dengan begitu, dia selalu siap untuk adu harga sebagai sebuah budget airlines.
Dengan demikian, profit akan terjamin.
Sedangkan seorang mean marketer selalu berpikir untuk meningkatkan harkat customer-nya sebagai manusia.
Dame Anita Roddick (mendiang) adalah contoh nyata bagaimana Body Shop yang didirikannya selalu berjuang untuk women empowerment.
Karena yang dilakukannya sangat nyata, maka tanpa slogan made for women pun, brand itu dicintai perempuan, bahkan kaum laki-laki.
Saya termasuk penggemar fanatiknya. Di Bangladesh ada Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank, yang juga selalu giat meningkatkan kualitas hidup para nasabahnya yang hampir semuanya perempuan. Yunus mendapat hadiah Nobel pada 2006, tapi malah jadi figur kontroversial di negaranya sendiri ketika dianggap saingan bagi para tokoh politik.
Jadi, mean marketing itu in line dengan marketing for people. Sedangkan clean marketing lebih sejalan dengan marketing for planet. Toyota jadi pelopor mobil hybrid dan mendadak saja brand-nya yang semula hanya kelas menengah kini jadi cool brand.
Singapura yang punya banyak gedung tinggi pun selalu mengklaim diri sebagai green city supaya negara maju tetap mau berinvestasi, berdagang, atau berkantor pusat di sana.
Karena itu, pemerintahnya mati-matian menanam pohon di mana-mana. Nah, saat krisis melanda negara maju seperti sekarang ini, inilah saat yang tepat bagi negara berkembang di Asia seperti Sri Lanka dan Indonesia tentunya untuk menjalankan triple bottom line itu dengan konsekuen.
Mumpung semuanya dalam keadaan bagus dan optimistis demi investasi masa depan. Itu bukan CSR yang sering identik dengan PR, juga bukan sekadar strategi untuk menjadi sustainable karena adanya sebuah tuntutan.
Tapi, itulah spirit Marketing 3.0 yang menganggap customer itu manusia seutuhnya. Mereka akan lari dari kita ketika kita hanya memikirkan bagaimana dapat profit sebesar-besarnya, namun tidak peduli terhadap people, apalagi merusak planet.
Jadi, tiada pilihan lain kecuali: jalankan sekarang juga, because the future is now!
Bagaimana pendapat Anda? (*)