JAKARTA- Pemerintah menaikkan harga jual listrik yang dihasilkan dari energi baru terbarukan (EBT), seperti tenaga mikrohidro (air), panas bumi, angin dan sampah hingga dua kali lipat. Diharapkan investor akan tergerak menanamkan modalnya ke proyek listrik ramah lingkungan ini.
Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini mengaku pemerintah sedang menaruh perhatian besar untuk meningkatkan bauran energi dari sumber energy non-fosil. Salah satu cara yang dianggap ampuh adalah dengan menaikkan harga jual listriknya sehingga investor diuntungkan.
“Harga yang bagus dan jaminan pembelian tentu akan disambut baik oleh investor, kita harapkan ini berhasil,” ujarnya kemarin.
Dalam aturannya, kata Rudi PLN wajib membeli listrik dari pembangkit energi baru terbarukan, meskipun harganya lebih mahal dari pembangkit minyak atau batubara. “Nggak apa-apa kalaupun PLN rugi, paling berapa sih, tidak sampai Rp500 miliar setahun. Tapi kan dampaknya akan bisa mengurangi subsidi dari Rp90 triliun kalau turun satu persen saja sudah Rp1 triliun,” tukasnya.
“Salah satu investor yang menyambut baik hal ini adalah Grup Bakrie yang sudah ingin membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Sebab pemerintah telah menetapkan harganya jualnya Rp1.880-3.135 per Kwh. “Pemerintah berani beli tinggi karena teknologi PLTS ini masih mahal dan membutuhkan lahan yang sangat luas, semakin keberadaanya di daerah remote maka harga belinya makin tinggi,” cetusnya.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Bidang Investasi dan Produksi Kementerian ESDM, FX Sutijastoto mengatakan dalam proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik (crash program) 10.000 MW tahap II, sekitar 66 persen akan didominasi pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT).
“Dengan demikian kapasitas daya yang dikembangkan setara 6.600 megawatt,” lanjutnya.
Proyek pembangkit listrik tahap II itu akan dimulai tahun 2013 hingga 2017, dan diperkirakan bakal menelan investasi Rp167 triliun. Dari 10.000 MW itu, untuk sistem di Jawa Bali akan dibangun tambahan kapasitas listrik sekitar 4500 MW, dengan rincian 1.080 pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan 2.100 MW pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).
“Di Jawa Bali paling banyak,” ungkapnya. Sementara di Sumatera akan dibangun pembangkit dengan kapasitas 3700 MW, dengan rincian 470 MW dari PLTA dan 2.670 dari PLTP, lalu di Kalimantan 836 MW. Sedangkan di Sulawesi direncanakan penambahan kapasitas sebesar 711 MW dengan rincian PLTA 190 MW dan PLTP 140 MW. “Di Nusa Tenggara dan Maluku masing-masing 143 MW dan 51 MW,” paparnya.
Khusus panas bumi, menurut dia, ada sebesar 13.000 MW potensi panas bumi di 54 wilayah kerja pertambangan panas bumi (WKP) yang siap dikembangkan. “Potensi tersebut nantinya akan dapat terserap oleh unit-unit pengolahan mineral yang direncakan masuk dalam program MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia),” jelasnya (wir/jpnn)