12.000 Armada Organda Stop Operasi
MEDAN-Warga Medan pengguna jasa angkutan kota (angkot) atau angkutan antardaerah diminta bersabar. Pasalnya, hari ini 12.000 armada angkutan mogok massal. Pelayanan yang diberikan pihakn
angkutan pun dipastikan tidak maksimal karena penumpang tidak akan diangkut selama aksi digelar.
“Ada 12.000 armada kita akan turun, ikut bergabung dalam stop beroperasi yang akan kita gelar. Jadi kita juga akan memohon maaf kepada masyarakat karena tidak bisa memberikan jasa angkutan selama kami melakukan aksi,” ucap Ketua Dewan Perwakilan Cabang Organisasi Angkutan Darat (DPC Organda) Kota Medan, MG Munthe, yang didamping Koordinator Aksi Stop Operasi, Israel Situmeang, Minggu (21/10) siang.
Aksi ini dilakukan dengan maksud meminta perhatian pemerintah karena semakin bebasnya angkutan plat hitam di Medan maupun Sumut. “Kita sudah capek dengan janji-janji pemerintah dan kepolisian untuk melakukan penertiban pool bus liar dan angkutan plat hitam. Kita bisa melihat hingga saat ini belum ada dirasakan dampak hasil dari penertiban itu. Malah, sebaliknya angkutan Plat Hitam semakin bertambah,” tegas MG Munthe.
Untuk kesuksesan aksi stop operasi ini, pihak Organda Medan telah melakukan sosialisasi pada sopir maupun pengguna angkot. Sosialisasi stop operasi digelar di jalan-jalan protokol di Kota Medan secara mobile dan menggunakan pengeras suara. Hal ini dilakukan agar warga dapat mencari alat transportasi alternatif saat aksi stop operasi digelar. “Sudah kita lakukan pemberitahuan kepada masyarakat secara mobile, “tuturnya.
Keberadaan angkutan plat hitam, menurut MG Munthe, telah meresahkan. Selain menggerus pendapatan para sopir dan perusahaan jasa, pendapatan daerah pun makin berkurang.
Bahkan, lanjut MG, tidak hanya penumpang Angkutan Kota Antar Propinsi (AKAP) dan Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP) saja, angkutan dalam kota juga diserobot oleh angkutan plat hitam. “Jika dalam waktu sebulan ini tidak dilakukan penertiban, maka seluruh pengemudi AKAP, AKDP, dan angkutan kota sepakat menghentikan operasi selama 7 hari. Ini sudah menyangkut masalah perut,” tegasnya lagi.
Ketika disinggung dengan kerugian dan kebutuhan masyarakat atas angkutan yang akan stop operasi, MG Munthe bersama pengurus lainnya tidak akan mempermasalahkan. “Ini bukan menyangkut masalah kerugian selama kita stop operasi, tetapi ini salah bentuk perjuangan. Selama ini angkutan resmi merasa dirugikan dengan pembiaran terminal liar dan angkutan plat hitam, yang tetap beroperasi tanpa adanya tindakan dari petugas,” ujarnya.
Kepung Kantor Gubsu
Dirinya menjelaskan saat ini data yang dimiliki Organda Kota Medan dari Dishub Provsu, total angkutan plat liar yang beroperasi saat ini mencapai 7.000 armada. Bukan AKDP saja yang dirugikan, angkutan kota (angkot) juga dirugikan. “Kalau angkutan resmi semua penumpang diturunkan di terminal Amplas dan Pinangbaris, kemudian disambut dengan angkot untuk tujuan ke rumah. Kalau plat hitam kan tidak, penumpang dijemput dan diantar langsung di depan rumah,” jelas MG.
Artinya, ada rantai rezeki yang diserobot angkutan plat hitam. “Sudah Rp2,1 miliar yang dirugikan dengan keberadaan plat hitam ini,” tambahnya sembari mengatakan kalau mereka juga menolak kehadiran Trans Medan, meminta laksanakan revisi dan pengawasan trayek di Kota Medan, dan diterapkan kebijakan kemudahan perpanjangan SIM kepada supir angkot.
Sambungnya, aksi stop operasi dilakukan di Terminal Terpadu Amplas dan Terminal Terpadu Pinangbaris. Seandainya tidak mendapatkan tanggapan dari Plt Gurbenur Gatot Pujo Nugroho, massa akan mengepung kantor Gubsu.”Kita akan lakukan dulu aksi di dua terminal itu. Kalau tidak tanggap, kita akan beraksi di Kantor Gubsu dengan mengepung kantor itu sampai tuntutan kita dipenuhi,” cetusnya.
Sweeping Sopir Bandel
Israel Situmeang, sang koordinator aksi, mengatakan Stop Operasi berlaku pada pukul 00.00 WIB, Senin (22/10). Dia pun mengimbau semua sopir untuk bergabung. Bagi sopir yang tetap beroperasi akan dilakukan sweeping mulai pukul 06.00 WIB.
Aksi sweeping sopir yang membandel akan dilakukan 5 titik yakni di Jalan Prof HM Yamin tepat di persimpangan Aksara, Jalan Yos Sudarso tepatnya persimpangan Pulo Brayan, Jalan Djamin Ginting Padangbulan, Jalan AH Nasution dipersimpangan Jalan Delitua, dan Jalan Gatot Subroto persimpangan Kampung Lalang. “Saya minta kepada sopir untuk besok (Hari ini, Red) tidak untuk beroperasi,” tutur Israel.
Ketua Kesper Kota Medan ini mengatakan sudah melakukan persiapan secara maksimal dan matang untuk stop opersi ini. Selain itu, aksi ini mendapat dukungan dari DPC Organda Kota Binjai dan DPC Organda Kabupaten Deliserdang. “Bukan dukungan saja, juga mengimbau untuk bersama-sama stop operasi dan gabung dalam aksi ini,” cetusnya.
Satpol PP Turunkan Armada
Untuk mengantisipasi dampak besar dari Stop Operasi, Pemko Medan melalui Satpol PP Kota Medan akan menerjunkan armadanya untuk memberikan pelayanan transportasi.
“Kita akan turunkan armada dari Satpol PP Kota Medan besok (Hari ini, Red) kalau diperlukan,” ucap Kasatpol PP Kota Medan M Sofyan.
Namun Sofyan tidak bisa menjelaskan berapa armada yang disiapkan dan jalur-jalur mana saja yang dilayani. “Kita nunggu instruksi Pak Wali Kota ,” katanya.
Terkait dengan itu, Salman Alfarisi, Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Medan mengatakan Pemko Medan harus memberikan perlindungan terhadap angkutan resmi karena menjamurnya angkutan plat hitam. “Jangan lagi ada pembiaran atas keberadaan plat hitam di Kota Medan yang merugikan sopir dan pengusaha angkutan umum,” ujarnya.
Sementara, pengamat tata kota dan pemerhati transportasi Bakhti Alamsyah mengatakan, momen Stop Operasi bisa dijadikan alat introspeksi diri. Artinya, sudah benarkah pelayanan yang diberikan angkutan resmi? “Kita bisa melihat pelayanan yang diberikan oleh taksi gelap ketimbang angkutan umum. Kenapa masyarakat mau membayar mahal untuk ongkos taksi gelap ketimbang angkutan resmi? Hal ini karena fasilitas yang baik diberikan, masyarakat lebih nyaman dengan fasilitas yang diberikan angkutan plat hitam,” ucapnya.
Lalu, apakah kehadiran plat hitam akan dibiarkan? Untuk hal ini Bhakti menganggap penetriban tetap menjadi penting. “Haruslah, pemerintah harus memperhatikan nasib sopir dan pengusaha angkutan umum yang semakin memprihatinkan dengan melakukan penertiban secara maksimal,” pungkasnya. (gus)