Keluhan Pedagang Buku yang Bakal Dipindah ke Jalan Pegadaian
Tak lama lagi pedagang buku yang berada di Lapangan Merdeka Medan bakal direlokasi. Ini menyusul akan dibangunnya lokasi itu menjadi sky bridge dan lahar parkir city airport terminal (CAT) PT Kereta Api Indonesia (KAI). Lantas apa tanggapan mereka?
Suasananya masih sama. Tumpukan buku dan majalah dari berbagai genre masih sangat menggiurkan untuk dibongkar-bongkar. Tawar menawar buku masih menjadi pemandangan umum di setiap kios. Berbagai kalangan baik mahasiswa, pelajar sekolah maupun kalangan umum tampak mondar mandir dari satu kios ke kios lainnya.
Di beberapa kios buku, beberapa pedagang tampak berkongkow menunggu pelanggan. Entah apa yang mereka obrolkan. Namun topik hangat masih seputar rencana relokasi mereka. “Dah enak-enak di sini disuruh pindah lagi. Tak pikir gak pindah-pindah lagi. Nanti belum tahu lagi pindah kemana,” begitu keluhan salah seorang pedagang Ada 180-an kios yang berjejer di lokasi itu sejak 2003. Sebelumnya mereka dikenal sebagai pedagang buku titi gantung. Sebuah titi bersejarah di seputaran daerah rel kereta api. Mereka dipindahkan Pemerintah Kota Medan saat dipimpin Abdillah dengan harapan tata kota yang lebih rapi di masa itu.
Kerisauan semakin tampak karena di sisi lapangan merdeka beberapa pekerja melakukan pembongkaran taman. Kabarnya di situ lahan parkirnya.
“Mereka risau juga karena ada pembangunan di sini. Tapi kami sudah tenangkan para pedagang di sini kalau daerah kios kita tidak masuk wilayah kerja pengembang. Hanya taman itu. Jadi kami sudah sosialisasikan,” ujar salah seorang pedagang buku, Abu Khairi yang mengaku sudah berdagang buku sejak 1989.
Abu Khairi yang juga Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Buku Lapangan Merdeka (Aspeblam) ini mengatakan wadah Aspeblam sengaja dibentuk untuk menyuarakan aspirasi para pedagang dan alat perjuangan menanggapi relokasi ini. Sudah beberapa aksi mereka lakukan untuk itu. Termasuk perundingan.
Sebelumnya mereka tegas menolak rencana relokasi ke daerah Mandala. Jelas saja, itu bukan wilayah strategis. Beda dengan kawasan Lapangan Merdeka sebagai inti kota. Namun belakangan para pedagang mulai melunak karena Pemko Medan menjanjikan tempat relokasi yang lebih layak. Kawasan Jalan Pegadaian menjadi jalan tengah.
“Dulunya. pada waktu masa pak Abdillah kami sempat komplain juga karena wilayah hutan kota. Tapi karena kami memang pihak yang berpikir realita kami pindah. Ketika itu dikeluarkan SK dari Wali Kota dan
DPRD. Jadi sekarang ini kami masih tunggu SK tersebut. Jadi payung hukumnya harus kuat untuk pindah. Dan kalau bisa ini terakhirlah relokasi. Capek juga pindah terus,” lanjut Abu.
Yang dikhawatirkan pedagang soal relokasi ini disebut Abu adalah faktor psikologis. “Kalau di sini kita lihat pohon-pohon hijau dan masyarakat juga senang berkunjung ke daerah lapangan Merdeka. Kalau di situ kita
lihat bangunan-bangunan. Psikologisnya kan berbeda,” katanya
Ke depannya Abu mengatakan dirinya bersama para pedagang buku lainnya akan berbenah. Baik dari segi pelayanan kepada konsumen maupun manajemen yang lebih profesional. Pedagang buku tidak hanya dipandang dari sisi bisnis. Namun juga perannya membantu pendidikan.
“Harapannya kami punya organisasi yang betul-betul profesional. Kami juga mau ikut dilibatkan dalam departemen pendidikan. Ikut dalam gerakan-gerakan sosial seperti penyumbangan buku untuk yayasan baik Islam maupun Kristen,” ujarnya.
“Selain itu kami akan berbenah. Mungkin selama ini kurang ramah agar mahasiswa dan pelanggan lebih nyaman,” ujarnya.
Harapan relokasi tempat yang lebih baik dan tidak jauh dari pusat kota tidak hanya dari pedagang. Namun juga para pelanggan.
Ratna, guru salah satu sekolah dasar negeri di Medan berharap para pedagang mendapat tempat yang layak. “Kalau bisa jangan jauh-jauh. Tetap di pusat kota. Jadi kami pun gampang menjangkaunya,” pungkas wanita yang mengaku berlangganan buku di pasar buku lebih dari 10 tahun ini.(*)