Pemerintah harus mulai bersiap untuk mengelola minyak dan gas bumi (Migas) sendiri dalam waktu dekat. Sebab, hasil sidang judicial review Undang-Undang 22/2001 tentang Migas di Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin memutuskan kalau UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Artinya, BP Migas dianggap inkonstitusional.
Dalam putusannya nomor 36/PUU-X/2012 itu, Ketua Majelis Hakim Mahfud M.D mengatakan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat 3n
Pasal 41 ayat 2, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat 1, Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU 22/2001 tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat.
“Fungsi dan tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan oleh Pemerintah, c.q. Kementerian terkait, sampai diundangkannya UU baru yang mengatur hal tersebut,” ujar Mahfud M.D.
Lebih lanjut dia menjelaskan seluruh hal yang berkaitan dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD. Termasuk frasa ‘dengan Badan Pelaksana’, frasa ‘melalui Badan Pelaksana’, frasa ‘berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan’ dan frasa ‘Badan Pelaksana dan’.
Kenapa MK membubarkan BP Migas? Institusi tersebut menilai kalau UU Migas membuka lebar-lebar pintu liberalisasi. Jadinya, pesan konstitusi yang menyebut kalau sumber daya alam dikelolah oleh negara untuk kemakmuran rakyat tidak akan terjadi. MK khawatir peran asing bakal makin dominan.
Meski demikian, agar tidak menimbulkan kekacauan dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi, MK memberikan keleluasaan. Yakni, kontrak kerja sama (KKS) yang sudah terlanjur terjadi antara BP Migas dan Badan Usaha tetap berlaku. Namun memiliki batas akhir sesuai dengan masa berlaku yang disepakati.
“Untuk mengisi kekosongan hukum karena tidak adanya BP Migas, fungsi dan tugas akan dilaksanakan oleh Pemerintah,” imbuhnya. MK yakin kalau pengelolaan secara langsung oleh negara adalah yang dikehendaki oleh Pasal 33 UUD 1945.
Meski demikian, hakim MK menyebut pengelolaan sumber daya alam bisa diserahkan kepada badan swasta. Tetapi itu tidak mudah, karena syaratnya negara tidak lagi memiliki kemampuan dalam modal, teknologi dan manajemen untuk mengelola sumber daya alam Migas.
Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin, usai sidang meminta agar putusan MK segera ditindaklanjuti. Dia berharap agar pemerintah dan DPR langsung merespon dengan membuat sebuah produk hukum. “Harus segera direspon supaya pengelolaan SDA Indonesia sesuai amanat UUD 45,” ujarnya.
Dia yakin, kalau pengelolaan itu segera diberikan kepada pemerintah, maka kemakmuran rakyat akan meningkat ketimbang saat dipegang BP Migas. Sebagai penggugat, Din memang tidak memberikan tengat waktu agar putusan itu direspon. Namun, dia memastikan kalau Muhammadiyah akan mengawal putusan tersebut hingga dilaksanakan.
Para petinggi BP Migas yang sedang mengikuti rapat di Komisi VII DPR sangat terkejut mendengar keputusan MK. Siang kemarin, Kepala BP Migas, R Priyono dan Direktur Operasional BP Migas Gde Pradnyana sedang mendampingi Menteri ESDM, Jero Wacik dan Mantan Dirut Perusahaan Listrik Negara, Dahlan Iskan yang menjelaskan soal kekurangan gas di masa lampau.
Usai rapat, Kepala BP Migas R Priyono menegaskan bahwa kegiatan operasi migas di berbagai daerah kemungkinan akan terganggu karena keputusan ini. Sebab proyek-proyek yang ditandatangi BP Migas kemungkinan menjadi ilegal,”Kita sudah tanda tangani 353 kontrak (dengan investor migas), jadi ilegal. Kerugiannya sekitar USD 70 miliar (Rp66,5 triliun),” ujarnya .
Dirinya tidak mengetahui secara pasti apa yang menjadi masalah sehingga MK cepat memutuskan BP Migas harus dibubarkan. Mengani tudingan banyaknya investasor asing, Priyono berdalih hal itu sudah terjadi sejak Pertamina masih menjadi regulator migas. “Terkait penurunan lifting minyak, itukan sudah dari dulu saat Pertamina juga,” sebutnya.
Dahlan Iskan pun mengaku terkejut mendengar putusan MK itu.
“Saya akan konsultasi dulu dengan pihak terkait karena terus terang sangat terkejut mengenai keputusan seberani itu,” kata Dahlan, menjawab wartawan di gedung parlemen, di Jakarta, Selasa (13/11).
Kendati demikian, mantan Direktur Utama PLN itu memahami bahwa putusan MK itu bersifat final yang artinya harus dilaksanakan. “(Putusan) ini mengejutkan sekali,” tegasnya.
Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Jero Wacik, menjamin akan melaksanakan putusan MK tersebut. Namun, pihaknya akan juga melihat terlebih dahulu seberapa besar konsekuensinya. Terutama terhadap iklim investasi di sektor migas. “Dan juga harus dipertimbangkan dengan iklim investasi Indonesia yang harus dijaga,” kata Jero.
Ia mengaku belum membaca putusan MK tersebut. Tapi, dia menjamin keputusan MK ini akan disikapi pemerintah dengan baik dan bijaksana sehingga tidak merusak tatanan investasi yang saat ini berjalan dengan baik.
Jero menegaskan, pemerintah akan melakukan persiapan untuk masa transisi atas pelaksanaan keputusan MK tersebut. “Saya belum baca keputusan detilnya, sehingga belum mengetahui kapan berlaku keputusan tersebut,” katanya. (boy/wir/gal/dyn/jpnn)
[table caption=”Produksi Minyak Indonesia (Ribu barel per hari)” th=”1″]
Tahun , Produksi
2001 , 1.341
2002 , 1.25 2 (sejak ada BP Migas)
2003 , 1.147
2004 , 1.096
2005 , 1.062
2006 , 1.006
2007 , 954
2008 , 977
2009 , 949
2010 , 945
2011 , 902
2012* , 870
[/table]
<em>
Ket * = Estimasi BP Migas
Catatan : BP Migas dibentuk Tahun 2002 sebagai amanat dari UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta PP No 42/2002 tentang BP Migas. Dibubarkan oleh Mahkamah Konstistusi tanggal 13 November 2012.</em>