Ada proses penjaringan, ada survei, ada pula fit and proper test terhadap sejumlah kandidat cagub Sumut yang mendaftar ke PDI Perjuangan. Tapi proses itu semua sia-sia, tidak berguna.
Titah dari sang Ketua Umum Megawati Sokarnoputri lebih mujarab. Tak perlu survei atau tetek bengek lainnya. Bim salabim, Effendi Simbolon yang maju jadi cagub Sumut dari kandar banteng mulut putih.
Sumber koran ini mendapat bocoran bagaimana bisa Megawati akhirnya menunjuk Effendi Simbolon.
Begini ceritanya. Di suatu saat, ketika masih proses menunggu masa kepastian nama yang akan diusung, Effendi Simbolon menghadap ke Megawati, sang pemegang kuasa penuh penentu nama cagub.
Effendi, pria kelahiran Banjarmasin, 1 Desember 1964, itu, melobi Mega agar PDIP memasang Bintatar Hutabarat sebagai cagub Sumut. Maklum, Bintartar adalah adik ipar anggota DPR dari dapil Jakarta itu.
Mega tak banyak bicara. Begitu mendengar omongan Effendi, Mega menjawab,” Kenapa tak kau saja?”
Begitu cerita sumber koran ini. Hanya itu yang diceritakan. Tidak sampai bercerita mengenai bagaimana jawaban Effendi Simbolon. Yang jelas, sumber lain koran ini cerita, sebelum Effendi melobi, di kantong Mega hanya ada nama RE Nainggolan.
Terlepas dari itu, kemarin Effendi Simbolon dan Djumiran Abdi mendaftar ke KPUD sekira pukul 08.00 WIB. Kedua sosok pasangan calon tersebut, merupakan pasangan calon keempat yang mendaftar ke KPU Sumut dan didukung dua parpol lainnya, yakni Partai Damai Sejahtera (PDS) dan Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN). Ketiga parpol tersebut memiliki 21 kursi du DPRD Sumut, dimana PDI P memiliki 12 kursi, sedangkan PDS memiliki lima kursi dan PPRN dengan empat kursi.
“Semua persyaratan telah dipenuhi dan resmi diusung koalisi tiga Parpol. Pucuk dicinta ulampun tiba, Effendi dapat jodoh dengan Jumiran. Pasangan ini diharapkan dapat membawa aspirasi masyarakat,” papar Ketua PDIP Sumut Panda Nababan seusai mendaftarkan kedua pasangan calon PDI P tersebut.
Di tempat terpisah, pengamat politik Umar Syadat Hasibuan memprediksi keberhasilan pasangan ini menang di Pilgubsu patut disangsikan. Umar mengajukan sejumlah alasan. Pertama, Effendi tak punya basis massa di Sumut. Ini lantaran dia tidak pernah membangun karir politik di Sumut. “Selama ini dia basisnya di Jakarta, dari dapil Jakarta. Apa pendukungnya mau dikerahkan dari Jakarta ke Sumut untuk memilih dia?” ujar Umar.
Kedua, meski bermarga, Effendi tetap tidak akan bisa mengambil suara pemilih di kawasan Tapanuli. “Karena warga Tapanuli itu basisnya RE Nainggolan. Di sana tak ada yang kenal Effendi Simbolon,” sergahnya enteng.
Alasan ketiga, terkait sosok Jumiran. Umar menilai, Jumiran sama sekali tidak akan mampu mendulang suara dari warga Jawa. Pemilih dari warga Jawa yang disasar Djumiran, diyakini Umar akan lebih tertarik ke sosok Gatot Pujo Nugroho dan Soekirman, yang merupakan pasangan Gus Irawan.”Nah, pendukung Jumiran ini belum punya hak suara, yakni anak-anak pramuka SD dan SMP,” ujar Umar, dengan nada serius.
Lebih jauh, Umar mengaku, pencalonan Effendi-Djumiran ini sebenarnya juga merupakan bentuk pelecehan kepada masyarakat Sumut. Pasalnya, masyarakat Sumut yang sudah cerdas, disodori pilihan yang tidak bermutu. Pilgub Sumut hanya dijadikan ajang uji coba bagi PDIP.
“Kayak Timnas saja pakai uji coba. Kalau uji coba, kayak Timnas itu, cari lawan yang lemah seperti Timor Leste, pasti menang. Ini pilgub Sumut lawannya berat-berat, pemilihnya cerdas. Dan ingat, Effendi Simbolon itu bukan Jokowi. Kalau Jokowi punya pengaruh di media, Effendi Simbolon sama sekali tidak punya pengaruh di media,” ujarnya blak-blakan.
Karena itu pria asal Labuhanbatu yang juga staf pengajar di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) itu menilai, sebenarnya pilgub Sumut hanya menjadi ajang pertarungan empat pasangan calon. Yakni Gus Irawan-Soekirman, Amri Tambunan-RE Nainggolan, Chairuman Harahap-Fadli Nurzal, dan Gatot Pujo Nugroho-HT Erry Nuradi.
Perpaduan pasangan ini menjadikan pertarungan bakal sengit karena masing-masing punya basis massa. “Empat pasangan ini yang akan sengit, dukungannya merata. Effendi-Djumiran tidak saya anggap karena memang tak jelas dukungannya,” pungkas Umar. (sam/ari)