30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Indeks Korupsi RI di Bawah Timor Leste

JAKARTA-Para penegak hukum perlu bekerja ekstrakeras untuk memberantas korupsi. Sebab, sesuai indeks persepsi korupsi (IPK) alias corruption perception index (CPI) yang dirilis Transparency International Indonesia (TII),  Indonesia masih digolongkan dalam jajaran negara rentan korupsi. Indonesia berada pada peringkat ke-118 di antara 176 negara dalam IPK tersebut.

IPK merupakan indikator agregat yang mengukur tingkat persepsi korupsi dari negara-negara terhadap korupsi yang dilakukan pejabat publik dan politisi. Indeks gabungan itu berasal dari data hasil survei oleh berbagai institusi tepercaya.

Sekjen TII Natalia Soebagjo menyatakan, IPK yang disusun lembaganya tahun ini berasal dari hasil survei 13 lembaga riset internasional. Di situ, Indonesia hanya mendapat skor 32. “Skor itu menunjukkan bahwa Indonesia masih belum keluar dari situasi korupsi yang mengakar,” ujarnya saat merilis hasil IPK di Jakarta kemarin (6/12).

Skor persepsi korupsi tersebut menggunakan skala 0-100. Nilai 0 dipersepsikan sangat korup dan 100 dikategorikan sangat bersih. “Secara regional, Indonesia tidak mengalami banyak perubahan. Masih di jajaran bawah,” lanjutnya.

Mengacu pada hasil skor, posisi RI sejajar dengan Republik Dominika, Ekuador, Mesir, serta Madagaskar. Secara regional, posisi Indonesia jauh di bawah Singapura yang mendapat skor 87. Negara yang merupakan salah satu pusat keuangan terbesar di dunia itu bahkan berhasil duduk di peringkat ke-5.
Indonesia juga masih kalah oleh Brunei Darussalam (posisi ke-55), Malaysia (ke-49), Thailand (ke-37), dan Filipina (ke-34). Bahkan, Indonesia kalah oleh Timor Leste. Negara yang sempat menjadi bagian dari Indonesia itu memiliki skor 33 dengan peringkat ke-113.

Jika dilihat secara global, lima negara dengan skor tertinggi berturut-turut adalah Denmark (ke-90), Finlandia (ke-90), Selandia Baru (ke-90), Swedia (ke-88), serta Singapura (ke-87). Lima negara dengan skor terbawah adalah Somalia (ke-8), Korea Utara (ke-8), Afghanistan (ke-8), Sudan (ke-13), dan Myanmar (ke-15).

“Perlu upaya serius memperbaiki posisi Indonesia,” kata Natalia. Di antaranya, terus memperbaiki pelayanan publik dan mempermudah perizinan.
Natalia mengungkapkan, salah satu survei yang digunakan lembaganya untuk merilis IPK Indonesia adalah riset yang melibatkan kalangan pengusaha sebagai responden. “Karena itu, upaya terus memperkuat gerakan sosial antikorupsi yang melibatkan berbagai kelompok dalam masyarakat juga penting. Memperbaiki Indonesia tidak cukup hanya mengandalkan pemerintah,” ujarnya.

Pemeringkatan IPK tersebut dilakukan sejak 1995. Namun, untuk tahun ini, IPK diluncurkan dengan metode yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Menurut Natalia, metode penggabungan lebih sederhana dibanding metode lama. Sumber datanya pun lebih up date, yaitu menggunakan database hingga maksimal dua bulan terakhir. “Skor dapat diperbandingkan antarwaktu sebagai perbaikan metode yang lama,” jelasnya.

Menanggapi hasil penyusunan IPK tersebut, anggota Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Yunus Husein menegaskan bahwa pemerintah terus berkomitmen dalam upaya pemberantasan korupsi. Salah satu wujudnya, kata dia, pemerintah telah membuat rancangan lima tahun dalam pemberantasan korupsi di sektor pelayanan publik. Implementasinya secara rutin dievaluasi tiap tiga bulan.

Dia mengakui, kunci penanganan korupsi di Indonesia berada di pemerintah. Dengan kekuasaan dan wewenang anggaran yang sangat besar, peran pemerintah sangat berpengaruh. “Yang juga terus kami dorong adalah memberikan contoh yang baik. Meski, kadang memberikan contoh yang baik itu masih menjadi sesuatu yang mahal di negeri ini,” ujar Yunus.

Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono mengungkapkan, ada beberapa titik lemah penanganan korupsi di Indonesia yang ikut berkontribusi dalam masih rendahnya IPK negeri ini. Di antaranya, belum adanya alat untuk menangani korupsi yang melibatkan sesama pihak swasta.

Selain itu, lanjut dia, korupsi-korupsi kecil relatif tidak mendapat banyak perhatian. “Di Hongkong misalnya, korupsi-korupsi kecil juga dihabisi. Begitupun di Brunei, orang korupsi hanya Rp500 ribu juga ditangani. Ini penting sebagai prinsip strategis pencegahan korupsi,” ujarnya. (dyn/c5/agm/jpnn)

[table caption=”Peringkat Negara Pemberantas Korupsi” th=”1″]
Rangking         ,Negara, IPK
1. ,Denmark         ,    90
1. ,Finlandia          ,   90
1. ,Selandia Baru      ,   90
4. ,Swedia        ,     88
5., Singapura      ,       87

46. ,Brunei Darussalam   ,  55
54. ,Malaysia        ,     49
88. ,Thailand     ,        37
105., Filipina      ,       34
113. ,Timor Leste     ,    33
118. ,Indonesia     ,    32

172. ,Myanmar     ,    15
173. ,Sudan       ,      13
174. ,Afghanistan  ,       8
174. ,Korea Utara     ,    8
174. ,Somalia       ,      8
[/table]

Sumber: Transparency International Indonesia (TII)

JAKARTA-Para penegak hukum perlu bekerja ekstrakeras untuk memberantas korupsi. Sebab, sesuai indeks persepsi korupsi (IPK) alias corruption perception index (CPI) yang dirilis Transparency International Indonesia (TII),  Indonesia masih digolongkan dalam jajaran negara rentan korupsi. Indonesia berada pada peringkat ke-118 di antara 176 negara dalam IPK tersebut.

IPK merupakan indikator agregat yang mengukur tingkat persepsi korupsi dari negara-negara terhadap korupsi yang dilakukan pejabat publik dan politisi. Indeks gabungan itu berasal dari data hasil survei oleh berbagai institusi tepercaya.

Sekjen TII Natalia Soebagjo menyatakan, IPK yang disusun lembaganya tahun ini berasal dari hasil survei 13 lembaga riset internasional. Di situ, Indonesia hanya mendapat skor 32. “Skor itu menunjukkan bahwa Indonesia masih belum keluar dari situasi korupsi yang mengakar,” ujarnya saat merilis hasil IPK di Jakarta kemarin (6/12).

Skor persepsi korupsi tersebut menggunakan skala 0-100. Nilai 0 dipersepsikan sangat korup dan 100 dikategorikan sangat bersih. “Secara regional, Indonesia tidak mengalami banyak perubahan. Masih di jajaran bawah,” lanjutnya.

Mengacu pada hasil skor, posisi RI sejajar dengan Republik Dominika, Ekuador, Mesir, serta Madagaskar. Secara regional, posisi Indonesia jauh di bawah Singapura yang mendapat skor 87. Negara yang merupakan salah satu pusat keuangan terbesar di dunia itu bahkan berhasil duduk di peringkat ke-5.
Indonesia juga masih kalah oleh Brunei Darussalam (posisi ke-55), Malaysia (ke-49), Thailand (ke-37), dan Filipina (ke-34). Bahkan, Indonesia kalah oleh Timor Leste. Negara yang sempat menjadi bagian dari Indonesia itu memiliki skor 33 dengan peringkat ke-113.

Jika dilihat secara global, lima negara dengan skor tertinggi berturut-turut adalah Denmark (ke-90), Finlandia (ke-90), Selandia Baru (ke-90), Swedia (ke-88), serta Singapura (ke-87). Lima negara dengan skor terbawah adalah Somalia (ke-8), Korea Utara (ke-8), Afghanistan (ke-8), Sudan (ke-13), dan Myanmar (ke-15).

“Perlu upaya serius memperbaiki posisi Indonesia,” kata Natalia. Di antaranya, terus memperbaiki pelayanan publik dan mempermudah perizinan.
Natalia mengungkapkan, salah satu survei yang digunakan lembaganya untuk merilis IPK Indonesia adalah riset yang melibatkan kalangan pengusaha sebagai responden. “Karena itu, upaya terus memperkuat gerakan sosial antikorupsi yang melibatkan berbagai kelompok dalam masyarakat juga penting. Memperbaiki Indonesia tidak cukup hanya mengandalkan pemerintah,” ujarnya.

Pemeringkatan IPK tersebut dilakukan sejak 1995. Namun, untuk tahun ini, IPK diluncurkan dengan metode yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Menurut Natalia, metode penggabungan lebih sederhana dibanding metode lama. Sumber datanya pun lebih up date, yaitu menggunakan database hingga maksimal dua bulan terakhir. “Skor dapat diperbandingkan antarwaktu sebagai perbaikan metode yang lama,” jelasnya.

Menanggapi hasil penyusunan IPK tersebut, anggota Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Yunus Husein menegaskan bahwa pemerintah terus berkomitmen dalam upaya pemberantasan korupsi. Salah satu wujudnya, kata dia, pemerintah telah membuat rancangan lima tahun dalam pemberantasan korupsi di sektor pelayanan publik. Implementasinya secara rutin dievaluasi tiap tiga bulan.

Dia mengakui, kunci penanganan korupsi di Indonesia berada di pemerintah. Dengan kekuasaan dan wewenang anggaran yang sangat besar, peran pemerintah sangat berpengaruh. “Yang juga terus kami dorong adalah memberikan contoh yang baik. Meski, kadang memberikan contoh yang baik itu masih menjadi sesuatu yang mahal di negeri ini,” ujar Yunus.

Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono mengungkapkan, ada beberapa titik lemah penanganan korupsi di Indonesia yang ikut berkontribusi dalam masih rendahnya IPK negeri ini. Di antaranya, belum adanya alat untuk menangani korupsi yang melibatkan sesama pihak swasta.

Selain itu, lanjut dia, korupsi-korupsi kecil relatif tidak mendapat banyak perhatian. “Di Hongkong misalnya, korupsi-korupsi kecil juga dihabisi. Begitupun di Brunei, orang korupsi hanya Rp500 ribu juga ditangani. Ini penting sebagai prinsip strategis pencegahan korupsi,” ujarnya. (dyn/c5/agm/jpnn)

[table caption=”Peringkat Negara Pemberantas Korupsi” th=”1″]
Rangking         ,Negara, IPK
1. ,Denmark         ,    90
1. ,Finlandia          ,   90
1. ,Selandia Baru      ,   90
4. ,Swedia        ,     88
5., Singapura      ,       87

46. ,Brunei Darussalam   ,  55
54. ,Malaysia        ,     49
88. ,Thailand     ,        37
105., Filipina      ,       34
113. ,Timor Leste     ,    33
118. ,Indonesia     ,    32

172. ,Myanmar     ,    15
173. ,Sudan       ,      13
174. ,Afghanistan  ,       8
174. ,Korea Utara     ,    8
174. ,Somalia       ,      8
[/table]

Sumber: Transparency International Indonesia (TII)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/