30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Lakukan Sifat Iffah

Diriwayatkan dari Abu Darda ra., bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda: “Tidak ada satu amalan yang paling berat timbangannya di atas mizan (timbangan di hari kiamat) seorang mukmin, kecuali akhlaknya yang baik dan sesungguhnya Allah membenci orang yang bersifat keji dan yang kotor mulut.

Oleh:
Drs H Hasan Maksum Nasution, SH, S.PdI, MA

Meskipun tidak menyebut istilah akhlak secara eksplisit, selain bentuk tunggal khuluq, Alquran berkali-kali menyebutkan konsep yang berkaitan dengan kualitas mental dan perilaku manusia seperti, bir, salih, ma’ruf, hasan, qist, sayyi’ah dan fasad, Alquran juga menjelaskan norma etis yang bersifat perintah dan larangan, seperti keharusan berlaku adil dan larangan berbuat zalim, keharusan berbakti kepada orang tua dan larangan menyakiti mereka, serta keharusan saling menolong dalam kejelakan (berbuat dosa). Dengan demikian dapat dipahami, bahwa Alquran merupakan ajaran akhlak Rasulullah SAW. (HR. Imam Abu Daud dan Ibnu Majah).

Perhatian yang tinggi terhadap akhlak terlihat pula dalam sejumlah hadis yang menyatakan secara eksplisit istilah khuluq dan akhlak. Di dalam hadis sahih yang diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash ra., bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda “Sesungguhnya Allah mencintai akhlak yang mulia dan memberi pekerti yang rendah (hina)”. Dalam melewati zaman dekadensi moral (kemerosotan akhlak), sebagian besar orang-orang yang baik pun kehilangan akhlak yang disyariatkan oleh Islam, bahkan sebagian orang menganggap hal ini tidak termasuk perkara yang wajib dilaksanakan.
Sesungguhnya akhlak di dalam Islam menempati tempat yang kedudukannya yang sangat tinggi, tidakkah anda ingat, bahwa Nabi kita pernah bersabda: “Sesungguhnya aku diutuskan hanya untuk menyempurkan akhlak yang mulia”.

Akhlak Mulia Wujud yang Agung

Akhlak yang mulia itu sendiri akan mewujudkan perkara-perkara yang agung antara lain: kebajikan (Albirr) hanya akan terwujud dengan akhlak yang mulia, diriwayatkan dari An-Nawwas bin Sam’aan ra.). Ia berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah SAW. tentang kebajikan (Albirr) dan dosa, maka beliau menjawab: Kebajikan itu adalah akhlak yang mulia dan dosa adalah apa yang beredar/terjetus dalam dadamu, sementara engkau tidak senang, apabila orang lain melihatnya/mengetahuinya.

Akhlak mulia adalah termasuk amalan yang paling berat timbangannya di hari kiamat kelak diriwayatkan dari Abu Darda ra. bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda: “Tidak ada suatu amalan yang paling berat timbangannya di atas mizan (timbangan di hari kiamat) seorang mukmin kecuali akhlaknya yang baik dan sesungguhnya Allah membenci orang yang bersifat keji dan kotor mulut”. Berakhlak mulia, Rasulullah SAW. menjamin baginya sebuah rumah di surga yang paling tinggi. Seorang berakhlak mulia mencapai derajat (pahala) orang yang berpuasa dan shalat. Dari Aisyah ra. berkata “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya seorang mukmin mencapai dengan akhlaknya yang baik derajat (pahala) orang yang berpuasa dan salat.

Berakhlak mulia, orang yang paling dekat dengan Rasulullah di hari kiamat kelak adalah mereka yang berakhlak utama dan mulia”. Akhlak yang mulia/baik merupakan sifat dari orang-orang yang terbaik dan terutama serta termulia dalam umat ini. Dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Amru bin al-Ash ra. berkata: “Bahwasanya Rasulullah SAW. pernah bersabda: “Sesungguhnya orang yang terbaik di antara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya. Sesungguhnya akhlak yang mulia itu beserta apa yang telah kita ketahui tentang keutamaan dan kedudukannya sangat bergantung pada diri kita dan balasan yang diberikan adalah sesuai dengan jenis amal yang dilakukan.

Barangsiapa yang berakhlak pengasih dan penyayang, maka dia mendapat rahmat dari Zat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. Dalam sebuah hadis sahih, bahwasanya Nabi SAW. bersabda: “Sesungguhnya apa-apa yang ada di muka bumi ini niscaya kamu akan disayangi oleh Zat yang ada di langit”.

Dan sebaliknya barangsiapa tidak menyayangi, dia tidak akan disayangi. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Jabir dan Abdillah ra., bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda “Barangsiapa yang tidak menyayangi manusia, dia tidak akan disayangi oleh Allah. Karenanya, jika kita merindukan rahmat dari Allah, maka sayangilah dirimu sendiri dan orang lain serta janganlah mementingkan diri sendiri, karenanya kasihanilah orang yang bodoh dengan ilmumu, orang yang miskin dengan hartamu, orang yang hina dengan kedudukanmu/martabatmu, orang tua dan anak kecil dengan kasih sayang dan kelembutanmu, orang yang berbuat maksiat dengan doamu dan hewan-hewan ternak dengan kelembutanmu, karena sesungguhnya orang yang paling dekat dengan rahmat Allah adalah yang paling menyayangi makhlukNya”. Dalam ajaran Islam yang sangat penting adalah tindakan dan perbuatan manusia harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

Norma-norma Akhlak

Inti ajaran akhlak dalam Islam terletak pada sejumlah norma dasar yang menggambarkan kondisi jiwa. Kemuliaan perilaku seseorang pada dasarnya dikembalikan pada kondisi batin bukan semata-mata pada bentuk kelakukan itu sendiri. Secara lahiriah, perilaku seseorang dalam hubungannya dengan sesama, boleh jadi mengagumkan atau mengesankan, akan tetapi hakikat yang sesungguhnya mungkin saja sebaliknya.

Begitu juga pada tindakan lahiriah yang buruk, sangat mungkin tertanam kondisi jiwa yang baik, karena itu kalangan sufi dalam Islam, biasanya berteori, bahwa kita jangan semata-mata melihat pada kondisi dan perilaku lahiriah, namun harus juga mempertimbangkan kemungkinan kondisi jiwa atau norma dasar yang melatar belakanginya.

Dalam akhlak Islam, satu norma dasar atau satu kondisi jiwa tidak terikat oleh bentuk aktualisasi atau adab yang tunggal. Akhlak dalam Islam tidak cukup hanya mempertimbangkan kondisi jiwa atau norma dasar, tetapi juga aktualisasi dalam tindakan nyata yang bersifat etnis. Norma dasar akhlak dalam Islam bertolak dari dua sifat, yakni baik dan buruk. Norma yang baik, Islam memerintahkan untuk mengaktualisasikannya dalam tindakan nyata, sebaliknya, terhadap norma buruk ajaran akhlak Islam mendasarkan untuk menjauhi atau menghindarinya.

Lakukan Sikap Iffah

Semestinya kita bertanya pada diri sendiri, apakah kita ini muslim yang sebenarnya? kalau begitu dimana sikap iffah, dimana sikap amanah, dimana rasa kasih sayang terhadap yang lemah, dimana rasa iba terhadap orang-orang miskin, dimana rasa cinta kasih terhadap sesama muslim. Iffah adalah menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik.

Sesungguhnya kewajiban kita semua dalam menghadapi orang-orang yang bertingkah laku buruk, adalah mengikuti apa yang diperintahkan Allah, yaitu saling memaafkan dan berbalas tingkah laku jelek dengan akhlak yang mulia, sebagaimana dalam firman Allah swt. dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang, “Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS. Ali Imran).

Penulis Dosen STAI Sumatera,
PTI Al Hikmah, PGMI Hikmatul Fadhillah, STAI.RA Batangkuis.

Diriwayatkan dari Abu Darda ra., bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda: “Tidak ada satu amalan yang paling berat timbangannya di atas mizan (timbangan di hari kiamat) seorang mukmin, kecuali akhlaknya yang baik dan sesungguhnya Allah membenci orang yang bersifat keji dan yang kotor mulut.

Oleh:
Drs H Hasan Maksum Nasution, SH, S.PdI, MA

Meskipun tidak menyebut istilah akhlak secara eksplisit, selain bentuk tunggal khuluq, Alquran berkali-kali menyebutkan konsep yang berkaitan dengan kualitas mental dan perilaku manusia seperti, bir, salih, ma’ruf, hasan, qist, sayyi’ah dan fasad, Alquran juga menjelaskan norma etis yang bersifat perintah dan larangan, seperti keharusan berlaku adil dan larangan berbuat zalim, keharusan berbakti kepada orang tua dan larangan menyakiti mereka, serta keharusan saling menolong dalam kejelakan (berbuat dosa). Dengan demikian dapat dipahami, bahwa Alquran merupakan ajaran akhlak Rasulullah SAW. (HR. Imam Abu Daud dan Ibnu Majah).

Perhatian yang tinggi terhadap akhlak terlihat pula dalam sejumlah hadis yang menyatakan secara eksplisit istilah khuluq dan akhlak. Di dalam hadis sahih yang diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash ra., bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda “Sesungguhnya Allah mencintai akhlak yang mulia dan memberi pekerti yang rendah (hina)”. Dalam melewati zaman dekadensi moral (kemerosotan akhlak), sebagian besar orang-orang yang baik pun kehilangan akhlak yang disyariatkan oleh Islam, bahkan sebagian orang menganggap hal ini tidak termasuk perkara yang wajib dilaksanakan.
Sesungguhnya akhlak di dalam Islam menempati tempat yang kedudukannya yang sangat tinggi, tidakkah anda ingat, bahwa Nabi kita pernah bersabda: “Sesungguhnya aku diutuskan hanya untuk menyempurkan akhlak yang mulia”.

Akhlak Mulia Wujud yang Agung

Akhlak yang mulia itu sendiri akan mewujudkan perkara-perkara yang agung antara lain: kebajikan (Albirr) hanya akan terwujud dengan akhlak yang mulia, diriwayatkan dari An-Nawwas bin Sam’aan ra.). Ia berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah SAW. tentang kebajikan (Albirr) dan dosa, maka beliau menjawab: Kebajikan itu adalah akhlak yang mulia dan dosa adalah apa yang beredar/terjetus dalam dadamu, sementara engkau tidak senang, apabila orang lain melihatnya/mengetahuinya.

Akhlak mulia adalah termasuk amalan yang paling berat timbangannya di hari kiamat kelak diriwayatkan dari Abu Darda ra. bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda: “Tidak ada suatu amalan yang paling berat timbangannya di atas mizan (timbangan di hari kiamat) seorang mukmin kecuali akhlaknya yang baik dan sesungguhnya Allah membenci orang yang bersifat keji dan kotor mulut”. Berakhlak mulia, Rasulullah SAW. menjamin baginya sebuah rumah di surga yang paling tinggi. Seorang berakhlak mulia mencapai derajat (pahala) orang yang berpuasa dan shalat. Dari Aisyah ra. berkata “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya seorang mukmin mencapai dengan akhlaknya yang baik derajat (pahala) orang yang berpuasa dan salat.

Berakhlak mulia, orang yang paling dekat dengan Rasulullah di hari kiamat kelak adalah mereka yang berakhlak utama dan mulia”. Akhlak yang mulia/baik merupakan sifat dari orang-orang yang terbaik dan terutama serta termulia dalam umat ini. Dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Amru bin al-Ash ra. berkata: “Bahwasanya Rasulullah SAW. pernah bersabda: “Sesungguhnya orang yang terbaik di antara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya. Sesungguhnya akhlak yang mulia itu beserta apa yang telah kita ketahui tentang keutamaan dan kedudukannya sangat bergantung pada diri kita dan balasan yang diberikan adalah sesuai dengan jenis amal yang dilakukan.

Barangsiapa yang berakhlak pengasih dan penyayang, maka dia mendapat rahmat dari Zat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. Dalam sebuah hadis sahih, bahwasanya Nabi SAW. bersabda: “Sesungguhnya apa-apa yang ada di muka bumi ini niscaya kamu akan disayangi oleh Zat yang ada di langit”.

Dan sebaliknya barangsiapa tidak menyayangi, dia tidak akan disayangi. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Jabir dan Abdillah ra., bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda “Barangsiapa yang tidak menyayangi manusia, dia tidak akan disayangi oleh Allah. Karenanya, jika kita merindukan rahmat dari Allah, maka sayangilah dirimu sendiri dan orang lain serta janganlah mementingkan diri sendiri, karenanya kasihanilah orang yang bodoh dengan ilmumu, orang yang miskin dengan hartamu, orang yang hina dengan kedudukanmu/martabatmu, orang tua dan anak kecil dengan kasih sayang dan kelembutanmu, orang yang berbuat maksiat dengan doamu dan hewan-hewan ternak dengan kelembutanmu, karena sesungguhnya orang yang paling dekat dengan rahmat Allah adalah yang paling menyayangi makhlukNya”. Dalam ajaran Islam yang sangat penting adalah tindakan dan perbuatan manusia harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

Norma-norma Akhlak

Inti ajaran akhlak dalam Islam terletak pada sejumlah norma dasar yang menggambarkan kondisi jiwa. Kemuliaan perilaku seseorang pada dasarnya dikembalikan pada kondisi batin bukan semata-mata pada bentuk kelakukan itu sendiri. Secara lahiriah, perilaku seseorang dalam hubungannya dengan sesama, boleh jadi mengagumkan atau mengesankan, akan tetapi hakikat yang sesungguhnya mungkin saja sebaliknya.

Begitu juga pada tindakan lahiriah yang buruk, sangat mungkin tertanam kondisi jiwa yang baik, karena itu kalangan sufi dalam Islam, biasanya berteori, bahwa kita jangan semata-mata melihat pada kondisi dan perilaku lahiriah, namun harus juga mempertimbangkan kemungkinan kondisi jiwa atau norma dasar yang melatar belakanginya.

Dalam akhlak Islam, satu norma dasar atau satu kondisi jiwa tidak terikat oleh bentuk aktualisasi atau adab yang tunggal. Akhlak dalam Islam tidak cukup hanya mempertimbangkan kondisi jiwa atau norma dasar, tetapi juga aktualisasi dalam tindakan nyata yang bersifat etnis. Norma dasar akhlak dalam Islam bertolak dari dua sifat, yakni baik dan buruk. Norma yang baik, Islam memerintahkan untuk mengaktualisasikannya dalam tindakan nyata, sebaliknya, terhadap norma buruk ajaran akhlak Islam mendasarkan untuk menjauhi atau menghindarinya.

Lakukan Sikap Iffah

Semestinya kita bertanya pada diri sendiri, apakah kita ini muslim yang sebenarnya? kalau begitu dimana sikap iffah, dimana sikap amanah, dimana rasa kasih sayang terhadap yang lemah, dimana rasa iba terhadap orang-orang miskin, dimana rasa cinta kasih terhadap sesama muslim. Iffah adalah menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik.

Sesungguhnya kewajiban kita semua dalam menghadapi orang-orang yang bertingkah laku buruk, adalah mengikuti apa yang diperintahkan Allah, yaitu saling memaafkan dan berbalas tingkah laku jelek dengan akhlak yang mulia, sebagaimana dalam firman Allah swt. dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang, “Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS. Ali Imran).

Penulis Dosen STAI Sumatera,
PTI Al Hikmah, PGMI Hikmatul Fadhillah, STAI.RA Batangkuis.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/