26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Andi Mallarangeng Seret Menkeu

JAKARTA- Keluarga tak ingin Andi Mallarangeng sendirian terseret dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang. Beberapa pihak yang dianggap turut bertanggungjawab bakal diseret.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo dan Wakil Menkeu Anny Ratnawati yang saat pengucuran anggaran menjabat sebagai dirjen anggaran, menjadi sasaran awal.

“Nggak apa-apa kakak saya (Andi Mallarangeng, Red) jadi korban, tapi harus ada perbaikan dan ada yang bisa dipetik sebagai pelajaran,” ujar Rizal Mallarangeng saat memberikan keterangan kepada media di Wisma Proklamasi Jakarta kemarin (21/12).

Tiga kejanggalan versi keluarga Andi Mallarangeng
Tiga kejanggalan versi keluarga Andi Mallarangeng

Adik kandung Andi Mallarangeng itu memaparkan kalau Agus Martowardojo dan Anny Ratnawati merupakan dua pejabat paling bertanggung jawab atas munculnya kasus Hambalang. Peran keduanya dianggap menjadi titik awal munculnya skandal yang melibatkan uang negara sebesar Rp1,2 triliun tersebut.

Yaitu, ketika dana sebesar itu tetap cair meski tanpa tanda tangan Menpora Andi Mallarangeng dan Menteri PU Djoko Kirmanto yang terkait langsung proyek Hambalang. “Ibarat waduk, mereka itu penjaga pintu air. Kedua menteri tidak tandatangan, tapi air bah tetap mengalir,” kata Rizal.

Dia menyatakan, keduanya telah berperan dalam proses menabrak peraturan menteri keuangan No. 56/PMK.02/2010 tentang tata cara pengajuan persetujuan kontrak tahun jamak pengadaan barang dan jasa. “Seandainya pintu air tidak ditarik, maka tidak akan ada kasus Hambalang, karena jelas-jelas melanggar hukum,” ujar politisi Partai Golkar tersebut.

Rizal juga menilai, yang dilakukan kedua pejabat itu bukan tanpa sengaja. Dia menuding kalau ada indikasi kuat bahwa hal ini menjadi bagian tindakan sistematis dengan tujuan tertentu. “Kenapa peraturannya diterabas” Ini dua menteri belum teken. Lalu, ini siapa yang kondisikan” Kebetulan. No, its not,” katanya lagi.

Atas indikasi kesalahan sistematis tersebut, dia kemudian mengusulkanagar Panitia Khusus (Pansus) DPR menelusuri kebocoran anggaran pemerintah lantaran ada prosedur yang dilangkahi. Bahkan, jika diperlukan, Presiden perlu pula membentuk komisi khusus untuk mendalami masalah tersebut. “Apakah ini kesalahan berdiri sendiri atau kesalahan yang sistematis dan berbahaya,” imbuh Rizal.

Audit investigasi BPK tahap pertama menemukan indikasi kerugian negara dari sistem kontrak tahun jamak (multiyears) yang digunakan untuk membangun Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Sistem pembiayaan tahun jamak ini bahkan disetujui Menteri Keuangan Agus Martowardoyo meski tidak ditandatangani Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng. Di dalam kasus Hambalang, KPK baru menetapkan dua tersangka, yakni Menpora Andi Mallarangeng dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemenpora Deddy Kusdinar.

Lebih lanjut Rizal menyatakan ketidakyakinannya jika mantan sesmenpora Wafid Muharam dan Deddy yang berperan utama memainkan anggaran. “Itu kompleks. Masa orang kayak mereka bisa desak Ibu Anni dan Agus (Marto) dan langsung mengeluarkan anggaran tanpa tanda tangan dua mentri,” katanya.

Menurut dia, baik Wafid maupun Deddy hanya diatur dan diarahkan justru dari kantor Dirjen Anggaran yang dipimpin Anni. “Karena hanya kantor itulah yang mengerti, jangan lupa (proyek Hambalang) ini multiyears, dan itu hanya orang di dirjen anggaran yang faham betul,” tudingnya kembali.

Karena itu semua, dia berharap KPK bisa menerapkan prinsip fairness dalam memroses kasus Hambalang. “Tolang tegakkan proses penyidikan yang bermartabat. Lebih baik tidak hukum orang bersalah ketimbang menghukum orang yang tidak bersalah,” tandasnya.

Dalam sejumlah kesempatan, Menkeu Agus Martowardojo terus menegaskan, kalau dalam undang-undang keuangan negara jelas mengatur bahwa pengguna anggaran adalah pihak paling bertanggung jawab atas anggaran suatu proyek. Mulai dari perencanaan, penggunaan, sampai pertanggungjawaban dan pelaporan. Khusus pada proyek Hambalang, pengguna anggaran ini adalah Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan penetapan tersangka Andi Alifian Mallarangeng adalah terkait dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukannya dalam penggunaan anggaran proyek Hambalang. Sehingga, meskipun Andi tidak menandatangani surat pengajuan anggaran tahun jamak ke menteri keuangan, Andi tetap dinilai bersalah.

Dalam proyek Hambalang, Andi bertindak selaku Pengguna Anggaran (PA). Ia disangka bersalah bersama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Deddy Kusdinar yang kala itu menjabat Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora.
“Tidak bisa ada anggapan kalau PA itu tidak tanda tangan, tak bisa jadi tersangka. Yang disidik KPK adalah sejauh mana tanggung jawab PPK dan PA, yang menurut KPK telah menyalahgunakan kewenangan,” kata juru bicara KPK Johan Budi di kantornya kemarin.

Sebaliknya, menurut Johan, tidak bisa pula langsung disimpulkan bahwa yang menandatangani pengucuran anggaran tahun jamak, yakni Menkeu, harus ditetapkan sebagai tersangka. “Yang dicari KPK adalah apakah ada tindak pidana korupsi di sana,” kata Johan.

Dengan kata lain, KPK membedakan proses pengurusan anggaran dengan penggunaan anggaran. Yang tengah disidik KPK saat ini adalah penggunaan anggaran yang telah menetapkan Andi sebagai tersangka. Sehingga, meskipun pihak Andi berdalih ada pihak lain yang bersalah dalam proses pengurusan anggaran, itu tidak memengaruhi penyidikan di KPK.
Mengenai pengurusan anggaran, KPK memang tengah menelisik prosesnya. Hal ini dilakukan dengan memeriksa Dirjen Anggaran Kemenkeu yang kini menjadi Wamenkeu, Anny Ratnawati, dan mantan Sekjen Kemenkeu Mulia P. Nasution. Mengenai apakah ada pelanggaran dalam proses penganggaran itu, KPK masih akan melihat lebih lanjut. “Akan dicari apakah ada dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan seseorang bersalah,” ujar Johan. (dyn/sof/nw/jpnn)

JAKARTA- Keluarga tak ingin Andi Mallarangeng sendirian terseret dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang. Beberapa pihak yang dianggap turut bertanggungjawab bakal diseret.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo dan Wakil Menkeu Anny Ratnawati yang saat pengucuran anggaran menjabat sebagai dirjen anggaran, menjadi sasaran awal.

“Nggak apa-apa kakak saya (Andi Mallarangeng, Red) jadi korban, tapi harus ada perbaikan dan ada yang bisa dipetik sebagai pelajaran,” ujar Rizal Mallarangeng saat memberikan keterangan kepada media di Wisma Proklamasi Jakarta kemarin (21/12).

Tiga kejanggalan versi keluarga Andi Mallarangeng
Tiga kejanggalan versi keluarga Andi Mallarangeng

Adik kandung Andi Mallarangeng itu memaparkan kalau Agus Martowardojo dan Anny Ratnawati merupakan dua pejabat paling bertanggung jawab atas munculnya kasus Hambalang. Peran keduanya dianggap menjadi titik awal munculnya skandal yang melibatkan uang negara sebesar Rp1,2 triliun tersebut.

Yaitu, ketika dana sebesar itu tetap cair meski tanpa tanda tangan Menpora Andi Mallarangeng dan Menteri PU Djoko Kirmanto yang terkait langsung proyek Hambalang. “Ibarat waduk, mereka itu penjaga pintu air. Kedua menteri tidak tandatangan, tapi air bah tetap mengalir,” kata Rizal.

Dia menyatakan, keduanya telah berperan dalam proses menabrak peraturan menteri keuangan No. 56/PMK.02/2010 tentang tata cara pengajuan persetujuan kontrak tahun jamak pengadaan barang dan jasa. “Seandainya pintu air tidak ditarik, maka tidak akan ada kasus Hambalang, karena jelas-jelas melanggar hukum,” ujar politisi Partai Golkar tersebut.

Rizal juga menilai, yang dilakukan kedua pejabat itu bukan tanpa sengaja. Dia menuding kalau ada indikasi kuat bahwa hal ini menjadi bagian tindakan sistematis dengan tujuan tertentu. “Kenapa peraturannya diterabas” Ini dua menteri belum teken. Lalu, ini siapa yang kondisikan” Kebetulan. No, its not,” katanya lagi.

Atas indikasi kesalahan sistematis tersebut, dia kemudian mengusulkanagar Panitia Khusus (Pansus) DPR menelusuri kebocoran anggaran pemerintah lantaran ada prosedur yang dilangkahi. Bahkan, jika diperlukan, Presiden perlu pula membentuk komisi khusus untuk mendalami masalah tersebut. “Apakah ini kesalahan berdiri sendiri atau kesalahan yang sistematis dan berbahaya,” imbuh Rizal.

Audit investigasi BPK tahap pertama menemukan indikasi kerugian negara dari sistem kontrak tahun jamak (multiyears) yang digunakan untuk membangun Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Sistem pembiayaan tahun jamak ini bahkan disetujui Menteri Keuangan Agus Martowardoyo meski tidak ditandatangani Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng. Di dalam kasus Hambalang, KPK baru menetapkan dua tersangka, yakni Menpora Andi Mallarangeng dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemenpora Deddy Kusdinar.

Lebih lanjut Rizal menyatakan ketidakyakinannya jika mantan sesmenpora Wafid Muharam dan Deddy yang berperan utama memainkan anggaran. “Itu kompleks. Masa orang kayak mereka bisa desak Ibu Anni dan Agus (Marto) dan langsung mengeluarkan anggaran tanpa tanda tangan dua mentri,” katanya.

Menurut dia, baik Wafid maupun Deddy hanya diatur dan diarahkan justru dari kantor Dirjen Anggaran yang dipimpin Anni. “Karena hanya kantor itulah yang mengerti, jangan lupa (proyek Hambalang) ini multiyears, dan itu hanya orang di dirjen anggaran yang faham betul,” tudingnya kembali.

Karena itu semua, dia berharap KPK bisa menerapkan prinsip fairness dalam memroses kasus Hambalang. “Tolang tegakkan proses penyidikan yang bermartabat. Lebih baik tidak hukum orang bersalah ketimbang menghukum orang yang tidak bersalah,” tandasnya.

Dalam sejumlah kesempatan, Menkeu Agus Martowardojo terus menegaskan, kalau dalam undang-undang keuangan negara jelas mengatur bahwa pengguna anggaran adalah pihak paling bertanggung jawab atas anggaran suatu proyek. Mulai dari perencanaan, penggunaan, sampai pertanggungjawaban dan pelaporan. Khusus pada proyek Hambalang, pengguna anggaran ini adalah Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan penetapan tersangka Andi Alifian Mallarangeng adalah terkait dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukannya dalam penggunaan anggaran proyek Hambalang. Sehingga, meskipun Andi tidak menandatangani surat pengajuan anggaran tahun jamak ke menteri keuangan, Andi tetap dinilai bersalah.

Dalam proyek Hambalang, Andi bertindak selaku Pengguna Anggaran (PA). Ia disangka bersalah bersama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Deddy Kusdinar yang kala itu menjabat Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora.
“Tidak bisa ada anggapan kalau PA itu tidak tanda tangan, tak bisa jadi tersangka. Yang disidik KPK adalah sejauh mana tanggung jawab PPK dan PA, yang menurut KPK telah menyalahgunakan kewenangan,” kata juru bicara KPK Johan Budi di kantornya kemarin.

Sebaliknya, menurut Johan, tidak bisa pula langsung disimpulkan bahwa yang menandatangani pengucuran anggaran tahun jamak, yakni Menkeu, harus ditetapkan sebagai tersangka. “Yang dicari KPK adalah apakah ada tindak pidana korupsi di sana,” kata Johan.

Dengan kata lain, KPK membedakan proses pengurusan anggaran dengan penggunaan anggaran. Yang tengah disidik KPK saat ini adalah penggunaan anggaran yang telah menetapkan Andi sebagai tersangka. Sehingga, meskipun pihak Andi berdalih ada pihak lain yang bersalah dalam proses pengurusan anggaran, itu tidak memengaruhi penyidikan di KPK.
Mengenai pengurusan anggaran, KPK memang tengah menelisik prosesnya. Hal ini dilakukan dengan memeriksa Dirjen Anggaran Kemenkeu yang kini menjadi Wamenkeu, Anny Ratnawati, dan mantan Sekjen Kemenkeu Mulia P. Nasution. Mengenai apakah ada pelanggaran dalam proses penganggaran itu, KPK masih akan melihat lebih lanjut. “Akan dicari apakah ada dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan seseorang bersalah,” ujar Johan. (dyn/sof/nw/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/