JAKARTA – Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan merampungkan finalisasi kurikulum 2013 yang akan diterapkan mulai tahun ajaran 2013/2014, Juli mendatang.
Dari pemaparan Mendikbud Muhammad Nuh, diketahui bahwa perubahan mendasar terjadi pada tingkat Sekolah Dasar (SD) yang tidak lagi menggunakan mata pelajaran dari kelas I-VI.
Nuh menjelaskan, dari uji publik yang dilakukan ternyata tidak ada persoalan atas perubahan kurikulum 2013 pengganti Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Nantinya, pembedaan soal jurusan IPA/IPS di kelas IV, V, dan VI, tidak esensial lagi.
“Karena kelas I-VI sudah tematik integratif. Nanti di kurikulum SD tidak ada lagi buku matematika, Bahasa Indonesia, PPKN, IPA dan IPS, karena bukunya satu, berbentuk tema-tema,” kata M Nuh saat ditemui di kantornya, Senin (7/1) petang.
Dengan demikian, tegas Nuh, kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi. Perubahan kurikulum baru ini juga akan berdampak pada bentuk rapor untuk SD. Sebab, di dalam rapor SD nantinya tidak ada lagi yang kolom-kolom nilai mata pelajaran karena akan digantikan penilaian kompetensi siswa.
“Nanti rapornya pun tidak dalam bentuk Mapel, tapi kompetensi. Mapel hanya sebagai kendaraan nantinya. Nah yang dinilai dalam rapor itu berupa sikapnya seperti apa, keterampilannya seperti apa, ilmu pengetahuannya seperti apa,” bebernya.
Namun mantan Rektor ITS itu membantah anggapan bahwa kurikulum baru dengan metode tematik integratif itu akan memberatkan guru. Sebliknya, kata dia, model kurikulum ini justru akan membantu guru dalam proses pembelajaran.
“Kalau ada yang mengeluh guru kemampuannya terbatas, justru tematik terintegratif ini sangat membantu guru. Dengan kirkulum sekarang, guru harus menyiapkan silabus. Ke depan, satuan pendidikan, guru cukup melakukan pembelajaran saja lagi, selebihnya disiapkan pemerintah,” tegasnya meyakinkan.
Konsekwensi lain atas perubahan model pembelajaran dalam kurikulum 2013 juga berdampak pada tugas guru dalam menilai pekerjaan rumah bagi siswa. Sebab, tugas para siswa yang dibawa pulang oleh guru juga akan bertambah banyak.
Mendikbud memperkirakan pola penghitungan 24 jam tatap muka kemungkinan akan berkurang menjadi 22 jam. Namun demikian keputusan akhirnya belum final karena masih dalam penggodokan pemerintah.
Lebih lanjut dikatakan, untuk tahap awal pemerintah hanya menerapkan kurikulum baru hanya pada 30 persen dari total 148 ribu SD yang ada.
Populasinya akan ditetapkan secara proporsional dan akan terdistribusi di seluruh kabupaten/kota, sehingga penerapan kurikulum baru tidak boleh hanya terpusat di perkotaan saja.
“Kita punya datanya, kita ambil 30 persen sekolah dari populasi SD secara proporsional. Kita akan lihat proporsionalitas negeri swasta, itu kita kalikan dengan 30 persen. Kemudian dari akreditasi juga, jadi harus ada keterwakilan,” tegas Mohammad Nuh.
Lalu bagaimana dengan 70 persen sekolah SD yang belum menerapkan kurikulum baru tahun ini” Menurut Nuh, penyeragaman 100 persen kurikulum baru akan terjadi di kelas II SD tahun 2014 mendatang. Artinya, siswa kelas I yang ada di 70 persen sekolah yang belum menerapkan kurikulum baru tidak menerima model pembelajaran tematik integratif, tapi masih menggunakan KTSP.
“Kita realistis, SD jumlahnya 148 ribu, guru yang harus dilatih jumlahnya sangat-sangat besar,” jelasnya.
Sementara itu untuk kelas VII (SMP) dan X (SMA), penerapan kurikulum baru akan dijalankan di semua sekolah se Indonesia. Sehingga sesuai target pemerintah, pada tahun 2015 mendatang semua sekolah dari SD-SLTA sudah menerapkan kurikulum baru secara keseluruhan.
Yang juga diputuskan dalam kurikulum baru adalah adanya muatan lokal. Nuh menegaskan, tidak mungkin menghapuskan produk budaya. Karenanya bahasa daerah jelas tidak mungkin dihapuskan dari kurikulum 2013.
“Muatan lokal seperti apa diserahkan pada kabupaten/kota. Karena di setiap daerah berbeda-beda. Jadi persilahkan daerah menentukan muatan lokal, mau ditambah juga silahkan,” bilang Nuh. (jpnn)