25 C
Medan
Sunday, October 6, 2024

Periode Februari, Harga Karet Diprediksi Naik

MEDAN- Kebijakan pemerintah Jepang yang melipatgandakan target inflasi menjadi 2 persen berdampak postif bagi pengusaha karet di Sumatera Utara.
Soalnya kebijakan ini membuat harga karet dunia menjadi meningkat. Tercatat untuk harga kontrak Februari 2013, harga karet mencapai USD 3,03 per kilogram.

Menurut Sekretaris Gapki Sumut Edy Irwansyah, kebijakan ini membuat dampak langsung, misalnya harga karet menjadi naik, walau saat ini kenaikannya masih tipis dan bersifat temporer.

“Jepang  kan merupakan salah satu produsen terbesar karet setelah Indonesia. Karena itu, bila mereka mengeluarkan kebijakan, baik positif maupun negatif, dampaknya akan langsung terasa,” ungkapnya.

Dijelaskannya, 3 negara yang paling berpengaruh terkait dengan harga karet ini adalah China, Amerika Serikat, dan Jepang. Karena itu, para pengusaha terus memantau kebijakan yang berlaku di 3 negara tersebut.

“Beruntung kebijakan yang dikeluarkan Jepang kali ini memberikan dampak positif. Kita harap China dan Amerika Serikat juga mengeluarkan kebijakan yang mampu mendorong kenaikan harga komoditi,” ujarnya.

Selain kebijakan Jepang tersebut, kenaikan harga karet ini juga dikarenakan kebijakan 3 negara produsen karet yaitu Indonesia, Thailand, dan Malaysia. Untuk Indonesia, ekspor karet yang dikurangi sebanyak 117 ribu ton karet. Pengurangan ini bertujuan, agar harga karet di dunia naik, minimal USD 3 per kilo. “Harga karet sebelum adanya kebijakan pengurangan ekspor ini di bawah USD 3 per kilo,” tambahnya.

Dampak positif dari hasil kebijakan ini membuat pengusaha karet memprediksi hingga triwulan I ini sekitar USD 3,1 per kilo. “Hingga akhir Maret harga kita prediksi hingga USD 3,1 per kilo. Karena kebijakan pembatasan ekspor karet ini kan hingga 31 Maret,” lanjutnya.

Bertahannya harga tersebut dikarenakan Sumut akan mengalami musim panceklik atau musim kering. Dengan begitu, produksi karet akan berkurang.
“Musim daun berguguran (istilah petani karet) akan segera tiba. Dan pada masa itu, karet akan kering sehingga produksi berkurang. Kalau pasokan berkurang, maka harga juga akan naik.” lanjutnya.

Sementara itu berdasarkan data Surat Keterangan Asal (SKA), nilai ekspor karet sepanjang 2012 turun 30,87 persen menjadi USD 671,06 juta dengan volume 208.399 ton dari 2011 sebesar USD 970,83 juta dengan volume 207.237 ton.

Kepala Seksi Hasil Pertanian dan Pertambangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumut Subdis Perdagangan Luar Negeri, Fitra Kurnia mengatakan, secara keseluruhan harga komoditi di Sumut mengalami penurunan selama 2012 karena krisis yang terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Yunani. Penurunan harga komoditi merupakan dampak utama akibat krisis. “Krisis memang membuat harga komoditi turun. Kita tidak bisa berbuat banyak, karena pasar mengurangi pembelian karena krisis akibatnya harga terus anjlok,” katanya.

Karena itu, pengusaha mengambil keputusan untuk mengurangi volume ekspor agar pasokan berkurang sehingga harga kembali naik meski tidak dalam waktu singkat. “Pengurangan volume ekspor untuk mendongkrak harga secara perlahan. Kebijakan itu sudah pernah dilakukan sebelumnya saat harga juga mengalami penurunan dan terbukti mampu menaikkan harga,” tutupnya.(ram)

MEDAN- Kebijakan pemerintah Jepang yang melipatgandakan target inflasi menjadi 2 persen berdampak postif bagi pengusaha karet di Sumatera Utara.
Soalnya kebijakan ini membuat harga karet dunia menjadi meningkat. Tercatat untuk harga kontrak Februari 2013, harga karet mencapai USD 3,03 per kilogram.

Menurut Sekretaris Gapki Sumut Edy Irwansyah, kebijakan ini membuat dampak langsung, misalnya harga karet menjadi naik, walau saat ini kenaikannya masih tipis dan bersifat temporer.

“Jepang  kan merupakan salah satu produsen terbesar karet setelah Indonesia. Karena itu, bila mereka mengeluarkan kebijakan, baik positif maupun negatif, dampaknya akan langsung terasa,” ungkapnya.

Dijelaskannya, 3 negara yang paling berpengaruh terkait dengan harga karet ini adalah China, Amerika Serikat, dan Jepang. Karena itu, para pengusaha terus memantau kebijakan yang berlaku di 3 negara tersebut.

“Beruntung kebijakan yang dikeluarkan Jepang kali ini memberikan dampak positif. Kita harap China dan Amerika Serikat juga mengeluarkan kebijakan yang mampu mendorong kenaikan harga komoditi,” ujarnya.

Selain kebijakan Jepang tersebut, kenaikan harga karet ini juga dikarenakan kebijakan 3 negara produsen karet yaitu Indonesia, Thailand, dan Malaysia. Untuk Indonesia, ekspor karet yang dikurangi sebanyak 117 ribu ton karet. Pengurangan ini bertujuan, agar harga karet di dunia naik, minimal USD 3 per kilo. “Harga karet sebelum adanya kebijakan pengurangan ekspor ini di bawah USD 3 per kilo,” tambahnya.

Dampak positif dari hasil kebijakan ini membuat pengusaha karet memprediksi hingga triwulan I ini sekitar USD 3,1 per kilo. “Hingga akhir Maret harga kita prediksi hingga USD 3,1 per kilo. Karena kebijakan pembatasan ekspor karet ini kan hingga 31 Maret,” lanjutnya.

Bertahannya harga tersebut dikarenakan Sumut akan mengalami musim panceklik atau musim kering. Dengan begitu, produksi karet akan berkurang.
“Musim daun berguguran (istilah petani karet) akan segera tiba. Dan pada masa itu, karet akan kering sehingga produksi berkurang. Kalau pasokan berkurang, maka harga juga akan naik.” lanjutnya.

Sementara itu berdasarkan data Surat Keterangan Asal (SKA), nilai ekspor karet sepanjang 2012 turun 30,87 persen menjadi USD 671,06 juta dengan volume 208.399 ton dari 2011 sebesar USD 970,83 juta dengan volume 207.237 ton.

Kepala Seksi Hasil Pertanian dan Pertambangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumut Subdis Perdagangan Luar Negeri, Fitra Kurnia mengatakan, secara keseluruhan harga komoditi di Sumut mengalami penurunan selama 2012 karena krisis yang terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Yunani. Penurunan harga komoditi merupakan dampak utama akibat krisis. “Krisis memang membuat harga komoditi turun. Kita tidak bisa berbuat banyak, karena pasar mengurangi pembelian karena krisis akibatnya harga terus anjlok,” katanya.

Karena itu, pengusaha mengambil keputusan untuk mengurangi volume ekspor agar pasokan berkurang sehingga harga kembali naik meski tidak dalam waktu singkat. “Pengurangan volume ekspor untuk mendongkrak harga secara perlahan. Kebijakan itu sudah pernah dilakukan sebelumnya saat harga juga mengalami penurunan dan terbukti mampu menaikkan harga,” tutupnya.(ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/