MEDAN- Praktisi Hukum, Kusdianto mengatakan diberikannya perlakuan istimewa terhadap dua terdakwa dugaan korupsi Dinas PU Deliserdang tidak dapat ditolerir. Sebab terindikasi ada permainan dengan pengalihan penahanan kedua terdakwa diantaranya Kadis PU Deliserdang Faisal dan Bendahara Dinas PU Deliserdang Elvian.
“Tindak pidana korupsi adalah kejahatan serius dan penanganannya juga harus serius. Saya tidak sependapat dengan pengalihan penahanan itu, dari tahanan rutan menjadi tahanan rumah. Karna ini mengindikasikan terdakwa diberikan keistimewaan apalagi ini kejahatannya luar biasa mngambil uang rakyat,” ujar Kusdiato yang juga Pembina FITRA Sumut, Kamis (24/1).
Menurutnya, pengakihat penahanan kedua terdakwa harus dipertanyakan. Sebab bila memang kedua terdakwa mengalami penyakit serius, harus dibantarkan ke rumah sakit. “Alasan sakit jangan dijadikan untuk mengistimewakan terdakwa. Kalau pun sakit tidak harus dialihkan penahanannya. Apalagi terdakwanya mengaku hanya sakit ‘gigi’. Ini kan sudah nggak benar. Apa nggak ada dokter di Rutan untuk menangani penyakit terdakwa,” ungkapnya.
Pihaknya meminta agar Komisi Yudisial (KY) segera memeriksa majelis hakim yang mengalihkan status tahanan kedua terdakwa. “Saya pikir majelis hakimnya harus diperiksa oleh KY. Hakim yang mengalihkan status penahanan itu harus secepatnya diperiksa supaya pelaku korupsi ini benar-benar ditahan,” urainya.
Terpisah, Anggota Komisi III DPR RI Ruhut Sitompul mendesak agak Komisi Yudisial segera memeriksa lima hakim yang mengalihkan penahanan kedua terdakwa dugaan korupsi Dinas PU Deliserdang. Sebab alasan sakit yang diderita kedua terdakwa sehingga dialihkan penahanannya menjadi tahanan rumah dinilai hanya ‘akal-akalan’ kedua terdakwa.
“Begini bos, kalau Tipikor itu dlilihat dulu kondisi terdakwanya sehingga dialihkan ke tahanan rumah. Bukan asal dialihkan saja statusnya ini. Karna itu kami minta Komisi Yudisial harus menindak hakim Pengadilan Negeri Medan dalam hal ini. Karena aku pikir ini sudah akal-akal-an semua itu bos. Kalau terdakwanya sakit, kenapa tidak ditangani dokter Rutan saja,” tegas Ruhut dengan logat Bataknya.
Sementara itu, Ketua Lembaga Bantuan Hukum, Suya Adinata mengaku telah mengirimkan surat ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung meminta supaya lembaga tersebut memeriksa adanya indikasi permainan majelis hakim yang mengalihkan status penahanan kedua terdakwa.
“Pengalihan penahanan itu kita sinyalir tidak transparan dan sarat permainan. Saat ini kita masih menunggu tindak lanjut dari Komisi Yudisial. Majelis hakim yang berjumlah lima orang itu harus diperiksa, kalau memang melanggar kode etik kita minta diberikan sanksi,” tegasnya.
Sebelumnya, Kabid Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial (KY), Suparman Marzuki mengatakan saat ini pihaknya sedang mengumpulkan data dan bukti-bukti tentang pengalihan status penahanan Kadis PU Deliserdang Ir Faisal dan Bendahara Dinas PU Deliserdang Elvian. Bahkan beberapa waktu lalu, pihaknya juga sudah menyurati majelis hakim Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan untuk meminta penjelasan.
“Beberapa waktu lalu, kita sudah surati hakim Tipikor di Medan. Kita langsung mengumpulkan semua bukti-buktinya karena memang ada jejaring kita di Medan. Jadi dua hari setelah adanya laporan ini, kami langsung koordinasikan dengan jejaring di Medan. Saat ini mereka sedang bekerja dan menyelidiki apakah majelis hakim tipikor itu memang menyalahi hukum acara,” ujarnya, Minggu (20/1) saat dikonfirmasi Sumut Pos via selular.
Menurut Suparman, pihaknya belum bisa mengambil kesimpulan meski ada indikasi majelis hakim telah menyalahi hukum acara. Lantas bagaimana dengan dugaan hakim Tipikor Medan yang menerima Rp2 miliar dari kedua terdakwa? “Kami harus lebih berhati-hati karena akurasinya tinggi. Jadi kalau sudah cukup buktinya, kalau memang ada kesalahan dan kejanggalan, kita akan lakukan langkah-langkah pemeriksaan. Kalau memang benar mereka ada terima uang untuk pengalihan penahanan ini, langsung kita tindak. Jadi kasusnya ini sedang dalam pendalaman. Intinya koordinasi kami dengan jejaring di Medan sedang berjalan. Kalau semuanya terbukti, pasti dibawa ke Majelis Kode Etik Hakim,” tegasnya.
Seperti diketahui pada Rabu (9/1) majelis hakim tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan mengalihkan status penahanan Faisal dan Elvian dari tahanan Rutan Tanjung Gusta Medan menjadi tahanan rumah. Namun pengalihan tahanan itu, tidak dibacakan didepan persidangan. Malamnya sekira pukul 23.40 WIB, kedua terdakwa dijemput langsung oleh perwakilan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Lubukpakam Jhon Wesly.
Pengalihan penahanan itu, berdasarkan ‘surat keterangan sakit’ ditandatangani oleh dr.Frans Sihombing dari RSU Sari Mutiara Lubukpakam. Surat yang dikeluarkan pada 7 Januari 2013 itu menyatakan bahwa Faisal dan Elvian mengalami penyakit kelainan pada ulu hati disertai dengan muntah, mual dan badan lemas (Dyspepsia) sehingga kedua terdakwa dianjurkan untuk opname.
Selain itu, ada juga surat permohonan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deliserdang yang intinya meminta pengalihan penahanan terdakwa korupsi Faisal dan Elvian. Surat itu ditandatangani oleh Sekretaris Daerah UP Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Agus. Begitupun, saat menjalani persidangan lanjutan di PN Medan, kedua terdakwa yang tidak didampingi jaksa maupun tim medis menyakan sehat-sehat saja dan dapat mengikuti persidangan. Bahkan Faisal mengaku dirinya hanya mengalami sakit gigi. (far)