29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Relevansi Maulid Dengan Era Kontemporer

“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat dan ia banyak menyebut (Nama) Allah.”
( QS.Al-Ahzab: 21)

Michael H Hart, seorang ilmuwan barat menempatkan Nabi Muhammad pada posisi pertama dalam 100 orang paling berpengaruh di dunia. Tentu perangkingan ini berdasar fakta sejarah yang telah dikaji secara mendalam. Tidak dapat dipungkiri, pengaruh Nabi Muhammad begitu besar bagi peradaban umat manusia di muka bumi. Di samping seorang Nabi, yang diutus menyampaikan risalah-Nya, Nabi Muhammad juga seorang kepala negara. Masih dalam catatan Michael H. Hart dalam bukunya, The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History, Nabi Muhammad telah mampu mengubahbangsanya yang egoistis, barbar, terbelakang, dan terpecah belah karena sentimen kesukuan, menjadi bangsa yang maju secara ekonomi, kebudayaan, dan kemiliteran. Bahkan mampu mengalahkan militer Romawi yang saat itu dikenal militer kuat di dunia.

Pola kepemimpinan Nabi Muhammad bertolak kepada empat sikap yang biasa disebut sebagai sifat wajib seorang rasul. Yakni, shidiq (jujur), amanah (terpercaya), tablighh (menyampaikan), dan fathanah (cerdas). Keempat sikap ini tidak saja diimplementasikan oleh Nabi Muhammad dalam posisinya sebagai rasul, namun juga dalam posisinya sebagai kepala negara, sikap dan tindakannya juga berlandaskan keempat sikap tersebut.

Tidak mungkin Nabi Muhammad akan sukses memimpin bangsa Arab tanpa keempat sikap tersebut. Sebab kejujuran menjadi kunci utama kesuksesan seorang pemimpin. Mustahil orang yang tidak jujur akan bisa membawa perubahan bagi bangsanya. Secara ekspilisit jujur dalam konteks kepemimpinan bisa dimaknai keselarasan antara ucapan dan tindakan, serta komitmennya terhadap kepemimpinan yang sedang diembannya. Berlanjut pada amanah, bilamana orang jujur sudah pasti akan amanah. Sebab amanah merupakan salah satu implikasi dari sikap kejujuran. Dengan bahasa sederhana, orang yang jujur sudah pasti amanah. Sehingga antara jujur dan amanah seperti mata rantai yang saling berkaitan.

Begitupun dengan sikap yang ketiga, tabligh (atau menyampaikan). Jika dalam konteks kenabian makna tabligh terbatas pada penyampaian Nabi Muhammad atas semua risalah Tuhan kepada umatnya. Maka, dalam konteks kepemimpinan Nabi Muhammad sebagai kepala negara, tabligh dapat dimaknai sebagai bentuk penyampaian seorang pemimpin atas amanah konstitusi negara. misalnya, menjaga kesejahteraan rakyat, keadilan, keamanan dan lain-lain.

Sikap tabligh juga tidak lepas dari kedua sikap sebelumnya, yakni sidiq dan amanah. Pemimpin yang jujur dan amanah, pasti ia akan tabligh. Sebab, tabligh merupakan dampak dari kedua sikap tersebut.

Yang terakhir adalah fathanah. Seorang pemimpin yang ideal juga harus memiliki katagori ini, yakni cerdas. Sikap cerdas menjadi modal dasar bagi siasat seseorang dalam memimpin masyarakatnya. Misalnya, kecerdasan dalam menyejahterakan rakyat, kecerdasan dalam menciptakan keadailan sosial dan ekonomi, serta kecerdasan dalam menjaga keamanan dan stabilitas negara dari ancaman luar.
Keempat sikap tersebut telah terbukti mampu membawa kesuksesan kepemimpian Nabi Muhammad baik sejak ia di Madinah atau pasca pembukaan kota mekah (fathul Makkah), di mana saat itu kekusaan Islam terus menyebar luas. Bahkan Nabi Muhammad hanya butuh sebelas tahun dalam menaklukkan seluruh jazirah Arab. Selain keempat sikap di atas tentu masih banyak sikap-sikap bijak lainnya, sebagai bumbu yang mampu memaniskan kepemimninan yang pernah dicapai oleh Nabi Muhammad. Seperti sikap pemberani, tegas, berpendirian kokoh, respek dan memahami kebutuhan masyarakat.

Kembali pada keadaan di Indonesia, negara kita yang kini sedang limbung karena beragam persoalan yang menderanya tertumpu pada pimpinan yang terus menerus dikritik dan malahan dihujat. Karena berbagai masalah tidak tertangani seperti korupsi, ketidakadilan, kekerasan, kemiskinan, dan sekian pesoalan lainnya. Persoalan ini lahir karena pemimpin yang tidak memiliki integritas tinggi seperti halnya Nabi Muhammad.

Mungkin ada bahasa, Nabi Muhammad adalah manusia sempurna yang dipilih oleh Allah SWT. Sekarang konteks Indonesia, bukan dalam posisi Nabi Muhammad sebagai utusan Allah, namun Nabi Muhammad sebagai kepala negara adalah manusia biasa. Pada posisi ini Nabi Muhammad, juga sama seperti manusia atau pemimpin pada umumnya, kemungkinan untuk melakukan tindakan penyimpangan juga ada. Namun, karena Nabi paham posisi dan tanggung jawabnya, sehingga ia bisa menjalankan amanahnya sebagai kepala negara dengan baik. Terutama para pemimpin di negeri tercinta Indonesia, Nabi Muhammad merupakan sosok sangat ideal yang mesti dicontoh. Sehingga bangsa Indonesia bisa lahir kembali, sebagai bangsa yang besar dan berpengaruh, dengan lahirnya pemimpin yang bijak seperti halnya Nabi Muhammad dan rakyat yang patuh pada pemimpinnya.

Maulid Cermin Pada Kesalehan Individu dan Sosial

Bila dicermati, dalam peringatan maulid setidaknya ada dua hal hikmah yang patut terus kita lestarikan dan kembangkan. Pertama maulid membangkitkan kembali kesadaran akan kesalehan moral individu masyarakat yang memudar terkikis oleh derasnya arus perkembangan. Dan yang kedua menggerakkan terwujudnya harmoni nilai-nilai kemasyarakatan termasuk tatanan umat, yang berlandaskan ciri moralitas. Dua hal ini, kiranya sangat relevan dengan kebutuhan perkembangan zaman yang merindukan kembali hadirnya pilar-pilar nilai-nilai spiritual yang erat kaitannya dengan budaya. Globalisasi, misalnya, hanya akan menjadi sesuatu yang kering bila tidak diwataki oleh adanya nilai spiritualitas, yang berujud kesalehan-kesalehan tersebut.

Bila pada masa awal munculnya, Maulid diadakan lebih untuk menumbuhkan semangat heroisme pasukan untuk peperangan fisik, kini, meskipun tak ada lagi perang fisik di kalangan umat Islam, peringatan Maulid Nabi tampaknya masih perlu dilakukan. Selain dimaksudkan untuk meneladani akhlak Muhammad SAW, peringatan Maulid juga diperuntukkan untuk perang yang lebih besar, yakni perang melawan hawa nafsu, kemungkaran, dan kemaksiatan. Krisis berkepanjangan bangsa Indonesia saat ini, antara lain disebabkan merajalelanya kemaksiatan, kemungkaran dan tidak adanya penegakan nilai-nilai moral. Hawa nafsu lebih mendominasi kehidupan umat manusia saat ini ketimbang moral.

Perang dalam bentuk non-fisik inilah yang dinilai lebih berat dari perang fisik. Apalagi di tengah perkembangan globalisasi saat ini, yang tak jarang memperlemah semangat keimanan umat Islam, maka peringatan Maulid Nabi SAW menjadi sangat penting.

Menurut pakar tafsir Alquran yang juga mantan Menteri Agama RI Prof. Dr. M. Quraish Shihab, peringatan Maulid Nabi tetap penting dilaksanakan. Selain untuk terus meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah, juga dalam rangka mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Peringatan Maulid merupakan salah satu cara mengajak pada kebaikan dengan meneladani Rasulullah SAW. Yang disadari umat Islam bahwa Rasulullah itu adalah teladan yang baik.

Sementara itu ketua PBNU KH. Said Aqil Siraj berpendapat bahwa yang terjadi di Indonesia sekarang ini adalah krisis moral dan akhlak. Dan itu, katanya, lebih disebabkan oleh kurangnya keteladanan para pemimpin. Mengacu kepada Rasulullah, seorang pemimpin itu adalah teladan bagi masyarakatnya. Dengan keteladanan, Rasulullah mampu mengubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat yang beradab.
Nabi Muhammad SAW sebagai sosok pemimpin yang membela hak-hak kaum mustad’afin(kaum tertindas). Ia bukan hanya meneriakkan reformasi politik di dunia Arab kala itu, namun juga menggulirkan revolusi sosial-kultural menuju sebuah sistem yang egaliter, humanis, dan toleran.

Muhammad SAW, berdiri di panggung politik sebagai pemimpin yang tidak hanya mencintai rakyatnya, namun juga mampu membaca dan memahami bahasa batin rakyat (kecil) yang dipimpinnya. Dengan itu, aspirasi, pendapat, serta cita-cita rakyat terakomodasi dengan baik. Muhammad mengajarkan kepada kita, bagaimana seorang pemimpin tidak hanya mengandalkan kemampuan intelektualitasnya, namun harus membekali diri juga dengan kepekaan nurani guna mendengarkan rintihan dan aspirasi rakyat yang dipimpinnya. Seorang pemimpin seharusnya meneladai empat sifat Rasulullah di atas: bisa dipercaya, patut menerima kepercayaan, bisa dan mampu menyampaikan kebenaran, serta bijaksana dan cerdas. ‘Sifat-sifat inilah yang harus ditiru umat Islam, terutama mereka yang saat ini diamanati berkuasa di negeri ini kembali meneladani Rasulullah akan membantu kita keluar dari jurang kehancuran saat ini.(*)

“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat dan ia banyak menyebut (Nama) Allah.”
( QS.Al-Ahzab: 21)

Michael H Hart, seorang ilmuwan barat menempatkan Nabi Muhammad pada posisi pertama dalam 100 orang paling berpengaruh di dunia. Tentu perangkingan ini berdasar fakta sejarah yang telah dikaji secara mendalam. Tidak dapat dipungkiri, pengaruh Nabi Muhammad begitu besar bagi peradaban umat manusia di muka bumi. Di samping seorang Nabi, yang diutus menyampaikan risalah-Nya, Nabi Muhammad juga seorang kepala negara. Masih dalam catatan Michael H. Hart dalam bukunya, The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History, Nabi Muhammad telah mampu mengubahbangsanya yang egoistis, barbar, terbelakang, dan terpecah belah karena sentimen kesukuan, menjadi bangsa yang maju secara ekonomi, kebudayaan, dan kemiliteran. Bahkan mampu mengalahkan militer Romawi yang saat itu dikenal militer kuat di dunia.

Pola kepemimpinan Nabi Muhammad bertolak kepada empat sikap yang biasa disebut sebagai sifat wajib seorang rasul. Yakni, shidiq (jujur), amanah (terpercaya), tablighh (menyampaikan), dan fathanah (cerdas). Keempat sikap ini tidak saja diimplementasikan oleh Nabi Muhammad dalam posisinya sebagai rasul, namun juga dalam posisinya sebagai kepala negara, sikap dan tindakannya juga berlandaskan keempat sikap tersebut.

Tidak mungkin Nabi Muhammad akan sukses memimpin bangsa Arab tanpa keempat sikap tersebut. Sebab kejujuran menjadi kunci utama kesuksesan seorang pemimpin. Mustahil orang yang tidak jujur akan bisa membawa perubahan bagi bangsanya. Secara ekspilisit jujur dalam konteks kepemimpinan bisa dimaknai keselarasan antara ucapan dan tindakan, serta komitmennya terhadap kepemimpinan yang sedang diembannya. Berlanjut pada amanah, bilamana orang jujur sudah pasti akan amanah. Sebab amanah merupakan salah satu implikasi dari sikap kejujuran. Dengan bahasa sederhana, orang yang jujur sudah pasti amanah. Sehingga antara jujur dan amanah seperti mata rantai yang saling berkaitan.

Begitupun dengan sikap yang ketiga, tabligh (atau menyampaikan). Jika dalam konteks kenabian makna tabligh terbatas pada penyampaian Nabi Muhammad atas semua risalah Tuhan kepada umatnya. Maka, dalam konteks kepemimpinan Nabi Muhammad sebagai kepala negara, tabligh dapat dimaknai sebagai bentuk penyampaian seorang pemimpin atas amanah konstitusi negara. misalnya, menjaga kesejahteraan rakyat, keadilan, keamanan dan lain-lain.

Sikap tabligh juga tidak lepas dari kedua sikap sebelumnya, yakni sidiq dan amanah. Pemimpin yang jujur dan amanah, pasti ia akan tabligh. Sebab, tabligh merupakan dampak dari kedua sikap tersebut.

Yang terakhir adalah fathanah. Seorang pemimpin yang ideal juga harus memiliki katagori ini, yakni cerdas. Sikap cerdas menjadi modal dasar bagi siasat seseorang dalam memimpin masyarakatnya. Misalnya, kecerdasan dalam menyejahterakan rakyat, kecerdasan dalam menciptakan keadailan sosial dan ekonomi, serta kecerdasan dalam menjaga keamanan dan stabilitas negara dari ancaman luar.
Keempat sikap tersebut telah terbukti mampu membawa kesuksesan kepemimpian Nabi Muhammad baik sejak ia di Madinah atau pasca pembukaan kota mekah (fathul Makkah), di mana saat itu kekusaan Islam terus menyebar luas. Bahkan Nabi Muhammad hanya butuh sebelas tahun dalam menaklukkan seluruh jazirah Arab. Selain keempat sikap di atas tentu masih banyak sikap-sikap bijak lainnya, sebagai bumbu yang mampu memaniskan kepemimninan yang pernah dicapai oleh Nabi Muhammad. Seperti sikap pemberani, tegas, berpendirian kokoh, respek dan memahami kebutuhan masyarakat.

Kembali pada keadaan di Indonesia, negara kita yang kini sedang limbung karena beragam persoalan yang menderanya tertumpu pada pimpinan yang terus menerus dikritik dan malahan dihujat. Karena berbagai masalah tidak tertangani seperti korupsi, ketidakadilan, kekerasan, kemiskinan, dan sekian pesoalan lainnya. Persoalan ini lahir karena pemimpin yang tidak memiliki integritas tinggi seperti halnya Nabi Muhammad.

Mungkin ada bahasa, Nabi Muhammad adalah manusia sempurna yang dipilih oleh Allah SWT. Sekarang konteks Indonesia, bukan dalam posisi Nabi Muhammad sebagai utusan Allah, namun Nabi Muhammad sebagai kepala negara adalah manusia biasa. Pada posisi ini Nabi Muhammad, juga sama seperti manusia atau pemimpin pada umumnya, kemungkinan untuk melakukan tindakan penyimpangan juga ada. Namun, karena Nabi paham posisi dan tanggung jawabnya, sehingga ia bisa menjalankan amanahnya sebagai kepala negara dengan baik. Terutama para pemimpin di negeri tercinta Indonesia, Nabi Muhammad merupakan sosok sangat ideal yang mesti dicontoh. Sehingga bangsa Indonesia bisa lahir kembali, sebagai bangsa yang besar dan berpengaruh, dengan lahirnya pemimpin yang bijak seperti halnya Nabi Muhammad dan rakyat yang patuh pada pemimpinnya.

Maulid Cermin Pada Kesalehan Individu dan Sosial

Bila dicermati, dalam peringatan maulid setidaknya ada dua hal hikmah yang patut terus kita lestarikan dan kembangkan. Pertama maulid membangkitkan kembali kesadaran akan kesalehan moral individu masyarakat yang memudar terkikis oleh derasnya arus perkembangan. Dan yang kedua menggerakkan terwujudnya harmoni nilai-nilai kemasyarakatan termasuk tatanan umat, yang berlandaskan ciri moralitas. Dua hal ini, kiranya sangat relevan dengan kebutuhan perkembangan zaman yang merindukan kembali hadirnya pilar-pilar nilai-nilai spiritual yang erat kaitannya dengan budaya. Globalisasi, misalnya, hanya akan menjadi sesuatu yang kering bila tidak diwataki oleh adanya nilai spiritualitas, yang berujud kesalehan-kesalehan tersebut.

Bila pada masa awal munculnya, Maulid diadakan lebih untuk menumbuhkan semangat heroisme pasukan untuk peperangan fisik, kini, meskipun tak ada lagi perang fisik di kalangan umat Islam, peringatan Maulid Nabi tampaknya masih perlu dilakukan. Selain dimaksudkan untuk meneladani akhlak Muhammad SAW, peringatan Maulid juga diperuntukkan untuk perang yang lebih besar, yakni perang melawan hawa nafsu, kemungkaran, dan kemaksiatan. Krisis berkepanjangan bangsa Indonesia saat ini, antara lain disebabkan merajalelanya kemaksiatan, kemungkaran dan tidak adanya penegakan nilai-nilai moral. Hawa nafsu lebih mendominasi kehidupan umat manusia saat ini ketimbang moral.

Perang dalam bentuk non-fisik inilah yang dinilai lebih berat dari perang fisik. Apalagi di tengah perkembangan globalisasi saat ini, yang tak jarang memperlemah semangat keimanan umat Islam, maka peringatan Maulid Nabi SAW menjadi sangat penting.

Menurut pakar tafsir Alquran yang juga mantan Menteri Agama RI Prof. Dr. M. Quraish Shihab, peringatan Maulid Nabi tetap penting dilaksanakan. Selain untuk terus meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah, juga dalam rangka mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Peringatan Maulid merupakan salah satu cara mengajak pada kebaikan dengan meneladani Rasulullah SAW. Yang disadari umat Islam bahwa Rasulullah itu adalah teladan yang baik.

Sementara itu ketua PBNU KH. Said Aqil Siraj berpendapat bahwa yang terjadi di Indonesia sekarang ini adalah krisis moral dan akhlak. Dan itu, katanya, lebih disebabkan oleh kurangnya keteladanan para pemimpin. Mengacu kepada Rasulullah, seorang pemimpin itu adalah teladan bagi masyarakatnya. Dengan keteladanan, Rasulullah mampu mengubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat yang beradab.
Nabi Muhammad SAW sebagai sosok pemimpin yang membela hak-hak kaum mustad’afin(kaum tertindas). Ia bukan hanya meneriakkan reformasi politik di dunia Arab kala itu, namun juga menggulirkan revolusi sosial-kultural menuju sebuah sistem yang egaliter, humanis, dan toleran.

Muhammad SAW, berdiri di panggung politik sebagai pemimpin yang tidak hanya mencintai rakyatnya, namun juga mampu membaca dan memahami bahasa batin rakyat (kecil) yang dipimpinnya. Dengan itu, aspirasi, pendapat, serta cita-cita rakyat terakomodasi dengan baik. Muhammad mengajarkan kepada kita, bagaimana seorang pemimpin tidak hanya mengandalkan kemampuan intelektualitasnya, namun harus membekali diri juga dengan kepekaan nurani guna mendengarkan rintihan dan aspirasi rakyat yang dipimpinnya. Seorang pemimpin seharusnya meneladai empat sifat Rasulullah di atas: bisa dipercaya, patut menerima kepercayaan, bisa dan mampu menyampaikan kebenaran, serta bijaksana dan cerdas. ‘Sifat-sifat inilah yang harus ditiru umat Islam, terutama mereka yang saat ini diamanati berkuasa di negeri ini kembali meneladani Rasulullah akan membantu kita keluar dari jurang kehancuran saat ini.(*)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/