MEDAN- Pengusaha di Sumatera Utara (Sumut) belum siap menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015, mengingat kondisi logistik yang masih tergolong mahal dan peralatan yang masih minim.
Dalam Forum Group Discussion (FGD) dengan tema Konektifitas Sistem Logistik Nasional (Sislognas) dan ASEAN di kantor Kadin Sumut, Selasa (12/2), Sekretaris Gapkindo Sumut Edy Irwansyah mengatakan, banyak peraturan di Pelabuhan Belawan yang tidak sinkron satu sama lain sehingga membingungkan dan menambah beban biaya. “Contohnya soal penomoran shield saat pemeriksaan. Seharusnya setiap masuk, nomor berita acara pemeriksaan (BAP) baik oleh Bea Cukai dan Karantina sama. Tidak seperti sekarang yang berbeda-beda yang berarti harus ada tambahan biaya. Hendaknya ada koordinasi antara kedua instansi tersebut,” ujarnya.
Dalam keamanan juga, dirinya berharap agar kejadian pada 2008 tidak terulang lagi. Pada tahun tersebut, depo karet yang akan dikirimkan ke negara tujuan hilang. Kejadian tersebut diketahui setelah barang tiba pada negara buyer. Itu pun karena buyer yang memberitahukan kalau barang dimaksud tidak ada. “Pengamanan benar-benar minim. Bayangkan saja, kita tahu setelah buyer yang memberitahu. Kita tentu tidak ingin kejadian seperti itu terulang kembali. Mohon pihak yang bertanggungjawab dalam hal ini bisa meningkatkan pengamanan untuk menghadapi AEC nanti,” tambahnya.
Biasanya, kurangnya pengamanan ini terjadi pada sektor I. Dimana barang ekspor terjadi penyusutan.
Belum lagi dalam bidang infrastruktur, dimana pengiriman barang sering terlambat. Padahal, setiap bulannya asosiasi ini harus mengirimkan 3.600 kontainer setiap bulannya. “Kita sering kesulitan memenuhi permintaan karena peralatannya minim jadi kita sering menunda pengiriman,” ucapnya.
Hal senada juga dikatakan Sekretaris Wilayah Alfi Sumut, Wiluyo Hartono. Dia menilai meski sudah banyak perubahan yang dilakukan oleh PT Pelabuhan Indonesia (Pelni) I sebagai pengelola Pelabuhan Belawan yang menjadi pintu masuk ekspor impor mengikuti program National Single Window (NSW) yang membuat pengusaha jelas yang mana jalur biru, merah dan priority tapi didukung dengan fasilitas lainnya yang terintegrasi atau terkoneksi.
Ditambah lagi dengan program Belawan International Container Terminal (BICT) dengan kendala sama. “Fasilitas-fasilitas lain sesudah penerapan sistem itu tidak benar-benar seperti yang diharapkan karena ada juga belum sinkron atau koneksi. Itu berarti infastrukturnya masih rendah atau belum memadai,” jelasnya.(ram)