Saat ini, banyak jemaat kembali dibingungkan oleh usulan-usulan penerjemahan Alkitab dari bahasa Ibrani, dengan menghilangkan penyebutan nama Allah dan menggantikannya dengan nama Jahweh. Di pihak lain ada pula golongan yang mempertahankan nama Allah dan menolak penggunaan nama Jahweh.
Kontraversi penyebutan nama Tuhan ini sudah pernah diseminarkan oleh Sumatera Berdoa dengan menghadirkan Prof DR Risnawati Sinulingga dan DR Jeff Hammond di Hotel Hermes Palace Jalan Pemuda, Medan, akhir tahun lalu.
Dalam menyingkapi kebingungan umat Kristiani menanggapi fenomena penyebutan nama Allah dan Jahweh tersebut, tiga hamba Tuhan masing-masing dari Gereja Kristen Pentakosta Pusat, Gereja Pentakosta di Indonesia dan Gereja Batak Karo Protestan di Sumut memberi pendapatnya.
Menurut Pimpinan Gereja Kristen Pentakosta Pdt Eliver Jony Hutahaean SH, sebenarnya penyebutan nama Allah itu adalah Jahweh. Nama Tuhan Allahnya Abraham, Ishak dan Yakub itu adalah namanya Jahweh. Sedangkan kata Allah itu bukan berasal dari kata Ibrani dan dalam bahasa Ibrani maka Alla artinya sumpah (Yosua 24 : 26).
Haleluyah itu juga artinya puji Jahweh. Jadi penyebutan nama Allah itu sebenarnya Jahweh. Penerjemah Alkitab itu pertama kali adalah non Kristen, dan kata Yesus diterjemaahkan menjadi Isa Almasih, Yohanes menjadi Yahya dan Mazmur menjadi Jabur.
Jahweh adalah sebelum Dia lahir menjadi seorang manusia. Setelah ia lahir dan menyelamatkan umat manusia disebut Jah-shua (Jahweh yang menyelamatkan). Dalam bahasa Ibrani disebut Ieusus dan dalam bahasa inggris disebut Jesus.
Penyebutan nama Jahweh merupakan awal dari penyebutan nama Allah yang lebih jelas identitasnya sebagai pengikut Kristus. Kalau penyebutan nama Tuhan itu berasal dari kata tuan yang artinya diagungkan. Lebih baik lagi kalau kita menyebut nama Bapa seperti yang diajarkan Yesus, jelas Ketua DPD Fokkrindo (Forum Komunitas Kristiani Indonesia) Sumut ini.
Sementara itu Pdt Masada Sinukaban MSi dari Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) tidak setuju bila ada pihak yang menolak pemakaian nama Allah dan menggunakan nama Jahweh. Menurut Pendeta GBKP Runggun Tanjung Barus, Karo, Sumut ini penyebutan nama Allah adalah Elohim, Jahweh dan Adonai oleh bangsa Israel. Namun di Indonesia penyebutan nama Tuhan adalah Allah.
“Menurut saya nama Allah dan Jahweh boleh dipergunakan. Tapi tolong jangan klaim nama Jahweh saja yang boleh dipergunakan dan melarang umat untuk menggunakan nama Allah. Itu tidak benar. Tuhan itu pribadi yang fleksibel, jadi penyebutan namanya pun tidak boleh diklaim hanya satu nama. Jelas bedalah penyebutan nama Tuhan di Indonesia dengan orang Yahudi, itu tergantung wilayah dan kenyamanan umat untuk menyebutnya,” tegasnya.
Dilanjutkan Pdt Masada, ada sekelompok orang yang menginginkan agar penyebutan nama Tuhan kembali ke asalnya seperti menyebut Jahweh, bukan Allah seperti terjemaahan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI). Namun Pdt Sinukaban mengimbau agar persoalan penyebutan nama Jahweh atau Allah jangan sampai memecahbelah persekutuan dan iman umat kristiani. “Jadikanlah fenomena ini untuk saling waspada dalam akhir zaman,” ujarnya.
Sementara itu ditambahkan Pdt Edison Sinurat dari GPdI Maranatha Medan. Penyebutan nama Tuhan di Indonesia itu adalah Allah. “Menurut saya umat Kristiani di Indonesia sangat wajar menyebut nama Tuhan itu adalah Allah. Tapi kalau pun ada yang menyebut nama Jahweh itu tidak masalah, sepanjang tidak melarang penyebutan nama Allah. Terpenting itu adalah ibadah bukan masalah penyebutan nama Tuhan, apakah Jahweh atau Allah,” tegasnya berpendapat. (rahel sukatendel)