Wow, Liga Champions mengudara lagi hingga sampai ke televisi di rumah kita. Selalu mengasyikkan tinggal di Indonesia sebab semua orang di sini lebih mahir jadi komentator ketimbang main bola. Menjelang-jelang final begini, argumen semakin kencang, walau kadang absurd. Begitulah sepak bola.
KEMARIN hingga hari ini, pasti cowok di sekita anda yang suka bola sudah pening sekaligus bingung. Bisa jadi mereka bingun mau menjagokan klub yang mana di leg pertama babak perempat final Liga Champions Eropa musim ini. Yang tersisa tinggal Barcelona, PSG, Real Madrid, Malaga, Juventus, Galatasary, Dortmund, Munchen.
Nama terakhir akan lebih dulu menjamu wakil Italia, Juventus di Allianz Arena. Satu laga lagi yang kebetulan disiarkan televisi swasta nasional adalah PSG sua Barcelona di Paris.
Kebetulan sebagai salah satu anggota sport editor di koran tempat saya bekerja ini, saya kebagian tugas meramu preview Bayern Munchen kontra Juventus. Maka saya cari-cari data dan komentar. Yang menarik datang dari legenda sepak bola Italia yang sudah uzur dari segi umur tapi anak muda dari segi semangat. Dialah El Trap alias Giovanni Trapattoni. Pelatih satu ini nyentrik. Dia kini masih melatih di usia yang mencapai 75 tahun. Tak tanggung, dia melatih tim nasional Republik Irlandia.
Opa Trap memang yahud. Pengaruhnya besar. Ketegasannya tak kepalang. Sebagai orang Italia, gayanya juga aduhai. Lihat gaya rambutnya yang rapi disisir ke belakang ala mafia Italia. Kelakuannya juga unik.
Sebagai pria warisan zaman dulu, Opa Trap yakin sesuatu yang mistis. Pun di dunia sepak bola. Maka tak heran jika hendak tanding di even besar, Opa Trap punya ritual khusus. Dulu ketika dia membawa Italia di Piala Dunia 2002, Opa Trap tak lupa selalu mengibas-ngibaskan air ke bench timnya. Entah apa maksudnya, mungkin saja aksinya itu untuk mengusir roh jahat. Hasilnya? Italia tersingkir di babak pertama. He he he.
Italia saat itu disingkirkan Korea Selatan lewat gol emas An Jung Huan. Ironisnya, mungkin akibat seruannya, An Jung Huan lantas diusir dari Italia. Memang saat itu An main di Perugia. Isunya, Opa Trap yang mengusulkan federasi sepak bola Italia untuk memberi hukuman kepada An dengan deportasi. Ironis.
Kembali ke menjelang Munchen versus Juventus, Opa Trap tak kuasa tak mengomentari. Ada yang menarik dari komentarnya. Soal detail. Ya itulah yang dibanggakan orang Italia sebagai salah satu bangsa yang jago main bola. Kenapa Opa Trap berkomentar soal detail? Tak lain karena perseteruan di tingkat tim nasional.
Sudah menjadi rahasia umum, perseteruan Jerman dengan Italia begitu menggunung. Kedua negara saling menghormati. Orang Italia selalu segan jika berhadapan dengan Jerman. Mereka merasa minder karena Jerman punya segalanya. Teknik, taktik, dan stamina yang teruji. Pun orang Jerman selalu respect jika akan melawan Italia. Bagi mereka Italia itu culas nan mematikan. Bermain sepak bola pragmatis namun taktis. Tapi mereka juga lihai mengelabui. Pertemuan Munchen versus Juventus adalah miniatur Jerman versus Italia. Ada respect di antara kedua raksasa.
“Kami orang Italia mungkin punya keterbatasan, tapi kami sangat memerhatikan soal detail. Kami mungkin tidak punya kekuatan mereka, tapi kami bisa mengalakan mereka dengan tampil pintar,” kata Opa Trap dilansir Football Italia.
Sudah jelas bukan? Melawan tim yang punya disiplin tinggi di berbagai lini akan menyulitkan Juventus. Tapi sebagai miniatur timnas Italia, Juventus pasti punya banyak cara untuk bertahan dari gempuran. Bahkan mereka punya kans mencuri kemenangan penting dari sana. Cara pintar yang dimaksud Opa Trap adalah sesuatu yang bakal kita saksikan dengan keluguan. Aksi-aksi dramatis, teatrikal mungkin bakal menjadi andalan mereka dengan tampil pintar yang dimaksud Opa Trap. Detail itu sudah pasti direncanakan pula oleh Antonio Conte di balik kemudi strategi Juventus.
Well, di sisi lain sesuatu bernama detail tampaknya tak berlaku bagi Cesar Azpilicueta. Bek kanan Chelsea itu sudah sejak lama punya masalah dengan rekannya akibat namanya yang susah disebut. Ketika bertandingan, sesama skuad butuh panggilan singkat untuk berkomunikasi. Bayangkan susahnya memanggil Cesar Azpilicueta dengan nama lengkap di lapangan dengan tempo sesingkatnya.
Baru-baru ini Azpilicueta membuat pengakuan menarik seputar namanya yang tidak akan dikenal rekan setimnya. Agar mudah diucapkan, para pemain Chelsea lainnya mengganti nama Azpilicueta dengan “Dave”. Jauh berbeda. He he he.
“Cesar sebenarnya tidak terlalu sulit diucapkan. Tapi, saya lebih suka dengan Azpilicueta. Hanya, beberapa orang sulit mengucapkannya sehingga mereka memanggil saya dengan Dave,” kata Azpilicueta kepada Daily Telegraph.
Azpilicueta pun tidak keberatan dipanggil Dave selama hal itu membuat dirinya lebih akrab dengan John Terry cs. “Awalnya agak aneh, tapi lama-lama terbiasa, bahkan kini saya menyukainya,” kata pemain yang mencatat sekali caps bersama Spanyol (senior) itu.
Yang lucu, Azpilicueta tidak tahu kenapa dia dipanggil Dave ? Yang bersangkutan juga tidak pernah menanyakannya. Bocorannya, Dave mengacu sebutan dalam sitkom televisi terkenal Inggris, Only Fools And Horses. Salah satu karakternya, Rodney Trotter, dikenal sulit melafalkan namanya sendiri sehingga memilih menyebut dirinya dengan “Dave”. Sama sekali tak detail walaupun sebenarnya itu aksi yang mendetai. Ah entahlah. (*)