MEDAN-Pemadaman bergilir yang dilakukan PT PLN (Persero) Wilayah Sumut akhir-akhir ini sa-ngat berdampak buruk para dunia usaha kecil. Bahkan, sejak terjadi pemadaman listrik belakangan ini, sudah 40 usaha kecil terpaksa menutup usahanya atau tidak beroperasional lagi.
Wakil Ketua Umum Bidang UMKM, Koperasi dan Industri Kreatif Kadin Sumut Ihsan Taufiq mengatakan, dari laporan para pelaku usaha kecil, ada sekitar 40-an lebih usaha kecil yang melakukan penghentian produksi untuk sementara waktu. Bahkan, ratusan karyawan terpaksa dirumahkan.
“Penghentian usaha ini untuk sementara karena tidak dapat mengimbangi biaya produksi karena harus menggunakan mesin genset. Selain itu ratusan karyawan sudah dirumahkan. Sebagian besar sih usaha home indusri. Ini masih laporan resmi yang kami terima dari sekitaran Medan,” ungkapnya.
Ihsan menyebutkan, pelaku usaha kecil yang masih bertahan atau tidak menutup usahanya saat ini penghasilannya drastic menurun karena beroperasional menggunakan genset dengan mengeluarkan biaya tambahan membeli BBM bensin maupun solar.
Parahnya lagi, lanjutnya, solar langka di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Medan sehingga permasalahan menjadi semakin kompleks. “Pemadaman sangat merugikan para pelaku UKM di Medan maupun Sumut. PLN jangan hanya memikirkan sepihak, sedangkan satu sisi konsumen, khususnya pelaku UKM ketika tidak membayar listrik, langsung diputus dan dikenakan denda. Sedangkan listrik yang padam akibat kelalaian ataupun kekurang profesionalan PLN tidak ditutut denda oleh masyarakat. Inilah posisi yang tidak saling sinkron dan saling menguntungkan,” kesalnya.
Menurutnya, kondisi pemadaman bergilir listrik oleh PLN sebenarnya sudah bertahun-tahun tidak terselesaikan. “Sudah banyak yang komplain, termasuk pelaku usaha. Dampaknya, sudah pasti para pelaku usaha akan mengalami kerugian terutama dari sisi pendapatan karena penghasilan akan berkurang. Sedangkan biaya produksi semakin bertambah. Usaha kecil jadi gulung tikar,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut Johan Brien mengatakan, krisis listrik yang menyebabkan sering terjadinya pemadaman, membuat sebagian besar para pelaku usaha yang tidak memiliki pembangkit sendiri menjadi kesusahan. Apalagi para pelaku UMKM banyak tidak memiliki genset sendiri. “Kalaupun punya genset, mereka terpaksa menambah biaya produksi untuk menjalankan usahanya.
Bagi perusahaan-perusahaan yang ada di kawasan industri yang memiliki pembangkit sendiri ini tidak menjadi masalah, tetapi bagi perusahaan kecil yang tidak memiliki pembangkit ini menjadi masalah besar. Namun persoalannya, di Sumatera Utara ini, lebih banyak pengusaha kecil daripada pengusaha besar,” paparnya.
Dikatakan Johan, meski perusahaan besar memiliki pembangkit sendiri, tentunya biaya produksinya pasti naik. Sedangkan yang tidak punya pembangkit tidak bisa beroperasional sama sekali. “Yang kasihan adalah yang tidak bisa operasional. Kalau bisa beroperasional tapi costnya naik, tentunya mempengaruhi harga pokok produksi. Efeknya kalau harga pokok produksi naik, berarti harga barang juga naik,” tuturnya.
Menanggapi hal itu, Direktur Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK) Farid Wajdi mengatakan, PLN harus bertanggungjawab atas kerugian para pelaku usaha di Kota Medan akibat dampak pemadaman listrikbelakangan ini. “PLN harus membayar kompensasi atas kerugian yang diderita para pelaku usaha tersebut, jangan hanya lepas tangan saja dengan mengaku pemadaman listrik karena ada kerusakan tenaga pembangkit di Sicanang Belawan,” ujarnya.
Farid mengatakan, banyak yang harus dilakukan oleh PLN terkait masih sering terjadinya pemadaman di Sumut ini. Seharusnya PLN membuat klarifkasi dini mengenai ini dan juga mekanisme ganti rugi bagi para pelaku usaha yang mengalami kerugian akibat pemadaman ini.
“Kita sudah bosan dengan adanya pemadaman yang hampir setiap tahun selalu terjadi di Sumut, harusnya ini sudah dapat dibenahi oleh PLN, selain itu kita meminta kepada pihak pemerintah dan juga pihak DPRD untuk turun langsung mengatasi persoalan ini, mana keterpihakan mereka terhadap masyarakat,” tutupnya.
Salah seorang pedagang, Ismur yang menjual keripik di Jalan Karya Bakti mengaku, akibat pemadaman membuat usahanya morat-marit. “Saya selalu mengerjakan pembuatan kripik ubi dan pisang bersama dengan dua karyawan saya dari sore hingga malam hari karena siang harinya kripik kami jual. Jadi terpaksa saya menggunakan genset hingga 5 jam jika terjadi pemadaman. Bukan untung, malah rugi karena saya harus beli BBM solar untuk mesin genset,” ujarnya. (mag-9)