Seluruh penumpang berhasil selamat meski pesawat Lion Air JT 960 tujuan Banjarmasin-Bandung-Denpasar terbelah setelah nyemplung ke laut sebelum menyentuh landasan. Hampir tak ada penumpang yang merasakan tanda-tanda aneh sebelum terjadinya kecelakaan.
IB INDRA PRASETIA, Denpasar
Tegang dan shock terlihat di raut muka para penumpang Lion Air di gedung emergency operation center (EOC) Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Sabtu lalu (13/4). Para penumpang yang tak terluka diberi handuk untuk mengeringkan badan dan snack untuk menghilangkan tegang oleh pihak PT Angkasa Pura 1. Sementara itu, penumpang yang terluka langsung dilarikan ke RSUP Sanglah di Denpasar dan sisanya dibawa ke RS Kasih Ibu, Kuta.
Andis Prasetyo yang duduk di seat 12A mengaku sama sekali tak punya firasat buruk sejak awal. Namun, Andis merasakan sesuatu yang aneh setelah waktu keberangkatan molor 30 menit. “Jadwal berangkat dari Bandung pukul 12.00. Tapi, delay 30 menit,” ujar Andis sambil menunjukkan tiket. Akhirnya pesawat terbang sekitar pukul 12.30 WIB. “Delay biasanya biasa bagi saya. Tapi, kok yang ini agak aneh,” imbuhnya sambil menunjukkan tanggal 13 saat kejadian berlangsung.
Sherly, penumpang seat 23, mengaku shock karena kejadian itu. “Ketika akan jatuh seperti nabrak polisi tidur. Ketika sudah berhenti, ternyata sudah berada di laut. Pas di laut, barang di kabin semuanya jatuh, jadi kami kesulitan keluar,” ujar Sherly yang menggunakan rok pendek itu. Dia menyatakan, seluruh barangnya masih berada di dalam pesawat. “Pakaian belum bisa diambil, juga tas dan koper. HP ikut basah,” tambahnya. Dia pun berupaya menenangkan diri bersama rekannya yang menjemput.
Arthur Imanuel yang duduk di kursi 18E menyatakan, tidak ada pengumuman sama sekali sebelum landing. “Tiba-tiba saya lihat daratan kok pendek sekali,” ujar laki-laki yang duduk di kursi dekat pintu darurat tersebut. Ketika pesawat akan mendarat, suara keras seperti menabrak polisi tidur membuat penumpang berteriak. Braakkk. “Terus pesawat nyosor dan nyebur ke laut,” ujar Arthur. Dia pun berupaya membuka pintu darurat atas saran pramugari. Karena posisinya saat jatuh masih normal, Arthur bisa menolong penumpang lainnya.
Bahkan, pramugari yang tersangkut di tempat duduk penumpang sempat dia tolong. “Saya tarik tangan pramugarinya,” ujar dia. Setelah menolong, Arthur mendengar keluh kesah pramugari cantik itu. “Terus dia nyeletuk memang dari awal mesin pesawat bermasalah,” tambah Arthur menirukan pramugari tersebut.
Dari awal jatuh sampai mendapat pertolongan pertama, dibutuhkan waktu sekitar 20 menit. “Ketika pesawat terjatuh, tidak ada yang bisa dilakukan selain turun ke laut dan menunggu pertolongan. Soalnya, pelampung tidak bisa digunakan,” sesalnya. Meski begitu, dia memuji keputusan pilot M Ghazali. “Daripada jatuhnya di darat mungkin lebih parah dari ini,” tuturnya.
Hingga kemarin, tinggal beberapa saja korban kecelakaan Lion Air yang masih dirawat. Sebelumnya sekitar 50-an orang mesti mendapat perawatan di rumah sakit. Sebagian besar korban sudah diperbolehkan pulang karena hanya mengalami luka ringan.
Yang masih dirawat di RS Kasih Ibu adalah Susilawati, 26, yang mengalami patah tulang hidung, dan Irawati, 62, yang mengalami cedera leher. Irawati bahkan sempat dijenguk anggota Komisi V DPR dan Dirjen Perhubungan Udara beserta rombongan. Irawati merupakan istri mantan Wakil Gubernur Sumsel Brigjen TNI (purn) Thobrori Husin. Dia menceritakan kronologi kejadian yang menimpanya kepada seluruh rombongan.
Irawati sama sekali tidak menduga pesawat akan mengalami kecelakaan. Sebab, perjalanan berlangsung mulus. “Saya selama di pesawat kan tidak tidur. Saya komentar ini dan itu. Walaupun cuaca buruk dan awan tebal, pesawat mulus-mulus saja. Tidak ada guncangan. Tahu-tahu waktu mau landing, pesawat terguncang keras sekali. Kemudian, brukkkk, jatuh ke air,” tuturnya. Dia menceritakan kepada rombongan bagaimana dirinya yang panik saat akan keluar dari pesawat. Para rombongan dengan serius mendengarkan ceritanya dan sekali-kali mengajukan pertanyaan.
Sebagian penumpang kemarin mulai mendatangi posko yang disediakan manajemen Lion Air di Bandara Ngurah Rai. Selain ingin mengecek barang bawaan, mereka mempertanyakan kompensasi apa yang akan diberikan Lion Air. “Jujur, tidak hanya karena barang saya saja yang rusak, tapi juga kondisi psikis saya. Saya trauma dan shock sampai sekarang. Karena itu, saya meminta kompensasi,” ujar salah seorang penumpang bernama Donny Mukti Mulyana.
Donny yang pelipis kanannya terluka ingin meminta pertanggungjawaban manajemen secepatnya. Apalagi, petinggi Lion Air sesaat setelah kecelakaan mengeluarkan pernyataan siap memberikan kompensasi kepada penumpang. Hal senada diungkapkan Made Ariyasa. Pria asal Denpasar itu ingin mengambil barangnya yang tertinggal di pesawat. Dia mengungkapkan, barang-barang elektronik seperti handphone sangat mungkin rusak.
Karena itu, Made Ariyasa meminta kompensasi kepada manajemen Lion. Setali tiga uang, Endang, 46, yang datang ke Bali untuk berlibur bersama keluarga mengaku, jadwalnya berantakan. “Saya sekeluarga stres. Istri saya melamun terus, anak teriak-teriak. Ibu saya juga stres. Ini kerugian besar bagi kami,” tandas pria bercambang itu. Menanggapi tuntutan tersebut, petugas posko Lion Air Radit Amreza tidak bisa berbuat banyak. “Kami, Lion Air Bali, untuk sementara cuma bisa mem-back up data,” katanya. (*)