Jumlah rupiah yang akan dihabiskan untuk kampanye legislatif nanti tidaklah kecil. Total dana Rp15 triliun akan dihabiskan oleh seluruh caleg untuk bisa memenangkan Pemilu 2014. Jika dipecah seluruh dana itu bisa digunakan membangun sekitar 225 sekolah dan 6 universitas skala menengah.
“SEBETULNYA ini mau kita lacak. Apakah kisaran Rp15 triliun yang berputar untuk kampanye sumbernya halal atau haram,” ujar pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti. “Padahal partai tidak lakukan kampanye, karena yang kampanye adalah caleg. Dana kampanye terbesar porsinya dikeluarkan caleg,” dia menambahkan. Menurut Ray, tidak adanya peraturan terkait dana kampanye caleg membuka peluang bagi berbagai penyimpangan. Antara lain intervensi negara asing melalui sumbangan dana.
Dia mengusulkan adanya perubahan regulasi yang fokus mengatur dana kampanya caleg.
“Yang dikejar kan adalah dana partai bukan dana caleg. Mestinya di UU dengan tegas mengatakan seluruh dana kampanye yang dikeluarkan adalah dana caleg, parpol, harus dilaporkan ke KPU,” tegasnya.
Mengingat besaran dana itu wajar bila tudingan korupsi di DPR diprediksi masih akan terulang. Semakin mahal biaya politik, semakin besar juga kemungkinan anggota legislatif untuk mencari dana haram dari kedudukannya.
Menurut hitung-hitungan Koordinator FORMAPPI Sebastian Salang, secara logika rata-rata dana kampanye yang dibutuhkan pada Pemilu 2014 nanti sekitar Rp 6 miliar per orang. Uang sebesar itu tidak akan sanggup dipenuhi dengan gaji 5 tahun menjabat sebagai anggota DPR.
“Logika tiap bulan gaji Rp 60 Juta, tiap tahunnya sekitar Rp 700 juta-an. Selama lima tahun sekitar Rp 3 miliaran. Dengan cara seperti itu maka banyak anggota DPR yang bermain di izin-izin proyek pertambangan dan perkebunan,” kata Sebastian dalam acara diskusi kemandirian bangsa keenam dengan tema “Mencegah Dana Asing dan Dana Haram pada Pemilu 2014” di Jakarta, Senin (29/4).
Selain itu, menurut Sebastian, biaya politik yang makin besar menyebabkan partai politik hanya merekrut orang yang punya uang untuk menjadi calegnya. Sejumlah caleg yang lain akan berusaha mendapatkan dana dari pihak yang nantinya ketika mereka terpilih, pihak pemberi dana itu akan mereka perjuangkan segala kepentingannya.
“Ada yang ngaku ketika dia terpilih dia akan memperjuangkan proyek bagi orang yang mendanainya. Politisi mengamankan proyek untuk korporasi atau pihak yang mendanainya,” jelasnya.
Direktur Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad mengatakan, hampir seluruh dana kampanye untuk Pemilu mengandalkan uang dari eksploitasi sumber daya alam (SDA).
Ini terlihat dari data Majalah ‘Forbes’ 2012. Terdapat 40 orang terkaya di Indonesia, dananya mengalir ke orang-orang yang masuk menjadi fungsionaris parpol atau langsung kepada parpol.
Orang-orang terkaya di Indonesia ini, ujar Chalid, diuntungkan oleh sistem politik yang ada saat ini. “Mereka ingin melanggengkan sistem politik ini dengan membiayai proses politik, termasuk kampanye,” ujarnya.
Ketua umum parpol maupun fungsionaris parpol, terang Chalid, banyak yang terlibat dalam eksploitasi hutan, perkebunan, tambang, dan laut. Ini terlihat dari fenomena setiap ada Pemilu, selalu diikuti dengan naiknya izin eksploitasi SDA. “Izin tambang bertambah setiap jelang Pemilu,” terangnya.
Dari enam parpol, ujar Chalid, Golkar adalah partai yang pengurusnya paling banyak terlibat dalam eksploitasi SDA. Posisi teratas dalam mengeksploitasi SDA adalah Aburizal Bakrie.
Sementara di PDIP terdapat Effendi Simbolon, dan Ahmad Basarah.
Di Gerindra, kata Chalid, Prabowo dan Fadli Zon terlibat pertambangan.
Hampir di seluruh parpol terdapat pengusaha-pengusaha yang mengeksploitasi SDA. (dil/net/jpnn)