JAKARTA- Seluruh gubernur, bupati dan wali kota hingga camat diminta untuk mengawasi gerak-gerik para pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan masing-masing, jangan sampai terpengaruh ajaran kelompok radikal Negara Islam Indonesia (NII). Perintah Mendagri, Gamawan Fauzi ini menyusul pernyataan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah yang mengaku mendapat laporan adanya anggota NII yang menjadi PNS.
“Kita sudah minta ke daerah identifikasi apa betul ada, karena ada pernyataan Bu Atut,” terang Gamawan Fauzi di kantornya, Jumat (29/4). Apakah PNS yang masuk jaringan NII akan ditindak? Gamawan mengaku pihaknya harus hati-hati. Yang jelas, lanjutnya, jika ada PNS yang melanggar aturan, maka bisa dikenai sanksi berdasarkan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin PNS. Sebelum sanski dijatuhkan, juga harus melewati proses pemeriksaan sejauh mana keterlibatan PNS itu dengan NII.
“Kalau memang ada (PNS yang terlibat), kepala daerah sebagai pembina PNS di daerah harus menindaknya,” ujar Gamawan. Kepala daerah juga diminta berkoordinasi dengan kepolisian setempat.
Gamawan menjelaskan, selama ini NII tidak pernah terdaftar sebagai ormas. Jika terdaftar, kata Gamawan, sudah tentu akan dibubarkan. “ Tapi dia tidak terdaftar, makanya jadi urusan kepolisian untuk mendalami jika ada tindakan kriminal yang dilakukan,” katanya.
Sedang Dirjen Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kemendagri, Tanri Bali Lalo mengatakan, pada pekan lalu mendagri sudah mengeluarkan surat edaran. Hanya saja, kemarin keluar surat edaran serupa. “Dengan isi yang sama tetapi lebih tegas,” ujar Tanri.
Terkait pernyataan Gubernur Banten, Tanri mengatakan, jika itu benar, mestinya langsung saja ditindak. “Seharusnya pemda sensitif dan langsung meneliti kebenarannya. Setelah itu jika benar, maka harus ditegur,” ujar Tanri yang kini juga Pjs Gubernur Sulawesi Tengah itu.
Dijelaskan Tanri, pemerintah sebenarnya sudah mengamati perkembangan NII. Karenanya, dikeluarkan surat edaran itu.
Kapuspen Kemendagri, Reydonyzar Moenek menambahkan, surat edaran yang dikeluarkan mendagri kemarin isinya memerintahkan gubernur, bupati/walikota dan bahkan camat untuk mendeteksi pergerakan NII dan mengambil langkah tindakan, dengan berkoordinasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkom Pimda). “Semacam early warning system sampai tingkat kecamatan,” terangnya.
Kabid Humas Polda Sumut, AKBP Raden Heru Prakoso mengatakan, sejauh ini jaringan NII belum ada ditemukan di Sumut. Meski demikian, deteksi dini akan terus dilakukan dengan meningkatkan peran intelijen.
Dikatakan Heru, pendeteksian terus dilakukan secara maksimal, bukan peran intelijen saja yang diberdayakan, polisi desa (police in village) juga memiliki peran penting mendeteksi jaringan NII. Soalnya, bukan tidak mungkin jaringan NII menancapkan organisasinya dari daerah dan berkembang menjadi kekuatan dengan perekrutan yang tak terduga.
Sedangkan 11 orang yang hilang sejak 2007, 2008 dan 2009, yang dilaporkan orangtua masing-masing sejak 2010 lalu, menurut Heru, tidak berkaitan dengan jaringan NII. “Info terhadap 11 orang yang dilaporkan belum ada kaitannya dengan NII,” jelas Heru.(adl/sam)