Misriati alias Srik akhirnya divonis dengan hukuman 18 tahun penjara atas perkara kepemilikan 47 bal ganja seberat 208 kg. Namun wanita berkacamata itu langsung histeris dan pingsan usai mendengar vonis yang dibacakan majelis hakim yang diketuai Nelson Japasar Marbun SH, Senin (6/5) di Ruang Candra 2 Pengadilan Negeri (PN) Medan.”Kenapa seberat ini pak hakim. Itu bukan salah ku. Tak adil ini pak hakim,” ujar Srik histeris.
Dirinya terus-terusan menangis dan menjerit. Tak lama kemudian, dirinya pun pingsan di ruang persidangan. Melihat itu, beberapa orang kerabat dan pengunjung sidang langsung menghampiri dan mengangkat tubuh Srik ke kursi pengunjung.
Putusan itu lebih ringan 2 tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rustam Efendi SH yang meminta majelis hakim agar menghukum terdakwa selama 20 tahun penjara. Sebelumnya, dalam persidangan terpisah, empat orang rekan Srik termasuk anaknya telah menerima hukuman pada sidang yang digelar Kamis (2/5) lalu.
Yang pertama didudukkan di kursi pesakitan adalah Supri. Dirinya di vonis 16 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 3 miliar subsider 8 bulan. Terdakwa dinyatakan terbukti turut melakukan pemufakatan jahat dengan membantu Srik dalam mengedarkan narkoba jenis ganja. Bahkan dia terbukti melakukan perbuatan itu lantaran diberi uang Rp 10 juta.
Persidangan berikutnya mendudukkan pasangan suami istri Edi Warson Sinulingga dan Siti. Dimana Edi Warson dijatuhi hukuman 18 tahun penjara dan Siti 16 tahun penjara. Ediwarson dinyatakan terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan jahat dengan membantu mengedarkan ganja. Edi juga dinyatakan menjemput barang haram itu dari Medan menuju Kuta Cane dan kembali lagi ke Medan. Edi juga mendapat upah Rp 200 ribu per kilo dari total ganja tersebut.
Sedangkan Siti dinyatakan bersalah karena terbukti ikut membantu Edi mengedarkan ganja. Hal itu dibuktikan dengan keterangan saksi dan bukti-bukti yang terungkap di persidangan bahwa Siti mengetahui perjalanan bersama suaminya itu untuk menjemput ganja, meski pada saat transaksi dengan pemilik ganja Ali (DPO), Siti ditinggal di rumah makan.
Kemudian Riswanto alias Ucok juga dijatuhi pidana penjara selama 16 tahun. Pria yang memiliki tatoo dilehernya ini dinyatakan bersalah ikut membantu melakukan pemufakatan jahat yang bertentangan dengan undang-undang. Ucok merupakan orang yang menjemput dan membawa ganja itu dari Tanjung Anom menuju kediaman Srik. Namun usai mendengarkan putusan itu, Ucok langsung berdiri dan berniat memukul hakim, kemudian menyerang jaksa.
Niat itu digagalkan karena Waltah dan polisi telah siap untuk mengantisipasi hal terburuk. Namun di luar ruang sidang, Ucok masih ‘berkoak-koak’. Dia tetap merasa tidak bersalah dan bahkan menuding penegak hokum berlebihan dalam menerapkan hukum. “Awas kalian semua. Jumpa nanti aku matikan kalian semua,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui para terdakwa ini merupakan sindikat pengedar 47 bal ganja seberat 208 kg pada tanggal 15 Oktober 2012. Bermula dari tertangkapnya Edi Warson Sinulingga dan istrinya Siti serta Supri di rumah Edi di Jalan Pasar 2 Barat Ujung Marelan. Lalu petugas Sat Narkoba Polresta Medan yang menangkap para terdakwa ini menyuruh Edi menghubungi Srik yang disebutkan sebagai pemilik barang haram itu.
Selanjutnya Edi menelpon Srik untuk datang dengan alasan ingin meminta upah atas ganja tersebut. Kemudian, Srik datang dan langsung diringkus. Setelah diintrogasi baru terungkap bahwa ganja tersebut merupakan milik H Ali, warga Kuta Cane yang biasa bertransaksi dengn Srik melalui banyak ‘kaki’. Salah satu anak buahnya adalah Edi, Siti dan Supri. Modus yang mereka lakukan yakni Edi cs membawa ganja dari Kuta Cane dengan mobil Torios BK 1119 QT milik Siti.
Selanjutnya, Srik menyuruh putranya Riswanto dengan mobil Estilo BK 1990 QK. Selanjutnya, mereka bertemu di Tanjung Anom, sekitar jam 7 pagi. Setelah itu, mereka tukaran mobil. Riswanto yang telah membawa mobil Terios berisi ganja itu langsung membawa ke sebuah rumah di Perumahan Bumi Marelan. Dalam pengakuan Srik, dirinya hanya membantu menyimpankan ganja yang dia sebut milik H Ali itu di rumahnya. Wanita berkacamata ini juga mengakui bahwa dia menggunakan jasa Edi untuk menjemput barang haram itu dari Kuta Cane dengan upah Rp 200 ribu per kilonya.
Tahanan Polresta Medan Jatuh Pingsan
Masih terkait peristiwa pinsan, seorang tahanan di rumah tahanan (Tahti) Polresta Medan bernama Faisah tiba-tiba jatuh pingsan, Senin (6/5) sekira pukul 12.00 WIB. Wanita berusia sekitar 48 tahun itu, seketika lemas dan rubuh saat menyambut kedatangan sejumlah anggota keluarganya, yakni anak dan menantunya. Namun, dikabarkan kalau wanita yang ditahan karena terjerat kasus penggelapan itu tidak mau makan akibat sakit tenggorokan yang dideritanya.
Faisah sudah menghuni blok A rumah tahanan Polresta Medan sejak 2 minggu lalu. Namun, sejak ditahan, Faisah tidak pernah dikunjungi oleh keluarganya, terlebih suaminya sendiri. Atas keadaan itu, dikabarkan membuat Faisah tidak mau makan dan jarang mau bicara. Atas keadaan itu pula, Faisah dikabarkan menderita penyakit tenggorokan hingga harus dibawa ke Poliklinik Polresta Medan pada Sabtu (4/5) kemarin.
“Tidak pingsan itu, dia hanya terharu saja dengan kedatangan keluarganya. Lagi pula, dia juga sedang sehat karena beberapa hari lalu dia dibawa ke Poliklinik karena menderita sakit tenggorokan,” ungkap Kasat Tahti Polresta Medan, Iptu S Nainggolan saat dihubgungi Sumut Pos via telepon.
Akibat jatuh lemas itu, Faisah tampak dibopong oleh 2 orang tahanan wanita lainnya yaitu Gustiar dan Iin Dahyani yang merupakan tersangka pembunuhan terhadap Bidan Nurmala Dewi Br Tinambunan. Selanjutnya, Faisah dimasukkan ke dalam sebuah mobil Avanza warna hitam. Selanjutnya, dikabarkan kalau Faisah terpaksa dilarikan ke Rumah Sakit Bayangkara Medan untuk mendapat perwatan. (far/mag-10)