Tingginya persaingan hidup saat ini, membuat para wanita harus mampu bertahan. Seiiring dengan waktu, peran ibu bagi keluarga kini semakin kompleks, bahkan ibu harus menjadi kepala keluarga.
Begitulah pendapat Lidya Fayrus, pemilik perusahaan PT Data Kreasi Indotama yang bergerak dibidang IT, kontraktor dan telekomunikasi ini. “Di era yang semakin kompetitif, semua orang dituntut untuk mampu bertahan, termasuk para ibu. Kaum ibu bahkan harus mampu bertahan demi mempertahankan perekonomian keluarga” ujar wanita berdarah Arab ini.
Menurut istri dari Andrias SS Depari ini, mayoritas perempuan di Indonesia dinilai masih bergantung secara finansial kepada pasangan. Penyebabnya adalah, karena mereka menganggap peran perempuan hanya menjadi pengikut laki-laki. “Tantangan terbesar yang saat ini harus dihadapi kaum perempuan adalah persoalan ekonomi. Karena faktor ekonomi banyak perempuan yang tidak mendapat pekerjaan layak,” ujar ibu dua anak, Leonia (4 tahun) dan Diva (3 tahun) ini.
Menurutnya, perempuan berhak mandiri, mendapatkan kesempatan untuk berprestasi. Perempuan juga harus mandiri secara ekonomi. Namun, kemandirian perempuan ini semestinya juga diimbangi dengan keharmonisan di rumah tangga.
“Memang, perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga perlu lebih bijak menyikapi kemandirian perempuan. Bagaimanapun dalam rumah tangga, hanya diperlukan satu nahkoda. Meski bukan berarti satu pihak tunduk kepada pihak lainnya, tanpa saling membebaskan dan memberikan dukungan mengembangkan potensi diri,” kata dia.
Namun, kata dia, terkadang keinginan perempuan untuk mandiri terhalang karena pemikiran patriarki (laki-laki mendominasi perempuan dalam keputusan) sehingga suami takut tersaingi dan merasa tidak nyaman. “Memang suami sebagai nahkoda rumah tangga. Dan perempuan atau istri, jangan sampai menjadi pesaing nahkoda dalam rumah tangga. Karena rumah tangga tidak boleh memiliki dua nahkoda, jika tidak menghendaki kapal rumah tangga tergelincir,” jelasnya.
Meski istri harus berprestasi, kata dia, harus tetap menghormati peran suami. Begitupula sebagai suami, hendaknya ia mendukung prestasi istri. “Laki-laki bukan justru merasa tidak nyaman dengan prestasi pasangannya. Karena perempuan berkualitas merupakan pilar keluarga berkualitas,” kata dia.
Untungnya, wanita yang hobi Bally Dancer dan travelling ini tak terhalang untuk menjadi ibu rumah tangga yang mandiri. Suaminya selalu mendukung untuk bisa mandiri. “Syukurnya, suamiku sepenuhnya mendukung. Jadi tidak ada masalah dengan pekerjaanku,” kata dia.
Sebagai ibu rumah tangga dan menjadi pengusaha wanita, Lidya pun tak mau lupa perannya sebagai ibu rumah tangga. “Saya tetap meluangkan waktu untuk anak, terpenting bagi saya adalah kualitas pertemuan bersama anak, bukan banyaknya pertemuan. Buat apa kalau tiap detik bersama anak tapi kita tidak memberikan kualitas terbaik,” kata dia.
Sebagai seorang wirausahawati, seorang istri, juga seorang ibu bagi kedua anaknya, dengan segala aktifitas dan kesibukan yang melelahkan, Lidya mengaku tetap bangga menjadi seorang wanita. “Saya bangga menjadi wanita. Saya juga yakin wanita Indonesia adalah wanita yang tangguh dan mandiri,” serunya.
Ia juga berpesan, bukan saatnya lagi wanita hanya diam berpangku tangan di rumah. Wanita harus berkarya, harus membawa pengaruh positif di dalam keluarga maupun di dalam lingkungan sosial. Intinya, wanita harus mandiri! (laila azizah)