25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Korupsi Akibat Krisis Budi Pekerti

MEDAN-Masyarakat Sumatera Utara khususnya dan Indonesia secara umum, diajak untuk merenung sejenak atas apa yang telah dicapai, gejolak dan petaka khususnya yang terjadi di Sumut dan kota Medan. Hal itu berkaitan dengan Kebangkitan Nasional Nasional 20 Mei yang lalu.

“Kita patut merenung dan intropeksi sejenak atas apa yang terjadi di Kota Medan dan Sumatera Utara, Hari Kebangkitan Nasional harus dijadikan moment untuk bangkit bersama, atas krisis budi pekerti, moral, bahkan krisis kepemimpinan karena tersandung korupsi,” kata Ketua ISKA (Ikatan Sarjana Katolik) Sumut Drs Hendrik Sitompul MM di Bandara Polonia Medan, Rabu (22/5).

Hendrik yang hendak bertolak ke Jakarta itu mengakui, Bangsa Indonesia dewasa ini dipandang mengalami krisis budi pekerti, krisis akan pikiran yang baik dan jernih dari tiap-tiap komponen bangsa Indonesia untuk melihat ke-Indonesiaan sebagai sesuatu yang utuh dalam bingkai kebhinekaan.

“Ini Kita kaitkan karena beragam konflik yang terjadi baik di tingkat elit maupun akar rumput serta perilaku koruptif yang meluas,” tegas Hendrik yang juga anggota tim koordinasi Peningkatan Kelancaran Arus Barang Eksport dan Import yang dipimpin Wakil Menteri Sekretaris Kabinet Ibnu Purna Muchtar.

Untuk itu kata Hendrik, ISKA penting memandang untuk generasi muda untuk terus mengingat ketiga sindrom alzheimer bangsa ini yaitu menjadi pelupa, munafik dan amok, agar situasi yang sama tidak terjadi pada mereka ketika saat memimpin.

Krisis budi pekerti lanjut Hendrik, mengemuka dalam konflik yang terjadi di antara lembaga negara seperti kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan (KPK), DPR, dan pemerintah.

Sementara, di tingkat akar rumput, krisis budi pekerti terlihat dalam konflik antar kelompok masyarakat dengan latar belakang suku, agama, dan perebutan akses sumber daya lahan.

“Terjadinya konflik cenderung disebabkan oleh absennya keteladanan dari para penyelenggara dan tokoh nasional dalam hidup berbangsa dan bernegara. Rakyat selalu mendapatkan tontonan konflik sebagai berita utama acara televisi ataupun laporan media yang menonjolkan kekuatan kelompok, merendahkan martabat orang yang kalah, menjadikan orang lain sebagai musuh bagi yang tidak sesuai dengan pandangannya, serta rendahnya moralitas dan etika,” tambah Hendrik yang juga pengusaha minyak itu.

Krisis budi pekerti semakin menganga dalam sejumlah kasus korupsi yang berhasil dibongkar KPK. Kasus korupsi yang melibatkan para penyelenggara negara, politisi, pengusaha bahkan tokoh masyarakat dan tokoh agama semakin memperparah keterpurukan Indonesia sebagai negara bangsa merdeka.

“Secara khusus, kita juga berdoa agar pemimpin di Sumut dan Kota Medan tidak terlibat korupsi,” harap Hendrik. (adz)

MEDAN-Masyarakat Sumatera Utara khususnya dan Indonesia secara umum, diajak untuk merenung sejenak atas apa yang telah dicapai, gejolak dan petaka khususnya yang terjadi di Sumut dan kota Medan. Hal itu berkaitan dengan Kebangkitan Nasional Nasional 20 Mei yang lalu.

“Kita patut merenung dan intropeksi sejenak atas apa yang terjadi di Kota Medan dan Sumatera Utara, Hari Kebangkitan Nasional harus dijadikan moment untuk bangkit bersama, atas krisis budi pekerti, moral, bahkan krisis kepemimpinan karena tersandung korupsi,” kata Ketua ISKA (Ikatan Sarjana Katolik) Sumut Drs Hendrik Sitompul MM di Bandara Polonia Medan, Rabu (22/5).

Hendrik yang hendak bertolak ke Jakarta itu mengakui, Bangsa Indonesia dewasa ini dipandang mengalami krisis budi pekerti, krisis akan pikiran yang baik dan jernih dari tiap-tiap komponen bangsa Indonesia untuk melihat ke-Indonesiaan sebagai sesuatu yang utuh dalam bingkai kebhinekaan.

“Ini Kita kaitkan karena beragam konflik yang terjadi baik di tingkat elit maupun akar rumput serta perilaku koruptif yang meluas,” tegas Hendrik yang juga anggota tim koordinasi Peningkatan Kelancaran Arus Barang Eksport dan Import yang dipimpin Wakil Menteri Sekretaris Kabinet Ibnu Purna Muchtar.

Untuk itu kata Hendrik, ISKA penting memandang untuk generasi muda untuk terus mengingat ketiga sindrom alzheimer bangsa ini yaitu menjadi pelupa, munafik dan amok, agar situasi yang sama tidak terjadi pada mereka ketika saat memimpin.

Krisis budi pekerti lanjut Hendrik, mengemuka dalam konflik yang terjadi di antara lembaga negara seperti kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan (KPK), DPR, dan pemerintah.

Sementara, di tingkat akar rumput, krisis budi pekerti terlihat dalam konflik antar kelompok masyarakat dengan latar belakang suku, agama, dan perebutan akses sumber daya lahan.

“Terjadinya konflik cenderung disebabkan oleh absennya keteladanan dari para penyelenggara dan tokoh nasional dalam hidup berbangsa dan bernegara. Rakyat selalu mendapatkan tontonan konflik sebagai berita utama acara televisi ataupun laporan media yang menonjolkan kekuatan kelompok, merendahkan martabat orang yang kalah, menjadikan orang lain sebagai musuh bagi yang tidak sesuai dengan pandangannya, serta rendahnya moralitas dan etika,” tambah Hendrik yang juga pengusaha minyak itu.

Krisis budi pekerti semakin menganga dalam sejumlah kasus korupsi yang berhasil dibongkar KPK. Kasus korupsi yang melibatkan para penyelenggara negara, politisi, pengusaha bahkan tokoh masyarakat dan tokoh agama semakin memperparah keterpurukan Indonesia sebagai negara bangsa merdeka.

“Secara khusus, kita juga berdoa agar pemimpin di Sumut dan Kota Medan tidak terlibat korupsi,” harap Hendrik. (adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/