31 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Code of Conduct Jadi Senjata

JAKARTA- Gencarnya kampanye penolakan kenaikan harga BBM yang disuarakan PKS membuat Partai Demokrat dan sebagian anggota Setgab (Sekretariat Gabungan) Parpol Koalisi gerah. Politisi Demokrat secara terang-terangan menyerang PKS, begitu juga sebaliknya.

Namun, sampai saat ini Demokrat belum bisa mengusik keberadaan PKS di dalam koalisi. Besar kemungkinan, senjata yang akan dipakai untuk mendepak PKS adalah kontrak dan tata etika atau code of conduct yang telah diteken partai-partai pendukung pemerintah.

“Setiap parpol yang sepakat dan menandatangani kontrak koalisi harus tunduk kepada code of conduct tersebut. Kalau tidak, namanya bukan koalisi. Apalagi ini tentang kebijakan untuk melindungi kepentingan rakyat miskin,” tutur Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarief Hasan yang pernah duduk sebagai sekretaris gabungan (Setgab).

Dalam catatan koran ini, pimpinan partai anggota koalisi meneken kontrak koalisi pada 15 Oktober 2009. Kemudian, pimpinan parpol koalisi bersama dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Boediono kembali membubuhkan tanda tangan pada 23 Mei 2011 atas kesepakatan yang merupakan penyempurnaan Tata Etika Pemerintahan RI 2009-2014.

Pada butir kelima code of conduct disebutkan, jika terjadi ketidaksepakatan bersama dalam koalisi, semaksimal mungkin tetap dilakukan komunikasi politik untuk menemukan solusi yang terbaik. Apabila pada akhirnya tidak ditemukan solusi yang disepakati bersama, maka parpol peserta koalisi yang bersangkutan dapat mengundurkan diri dari koalisi.

Lalu disebutkan, manakala parpol yang bersangkutan tidak mengundurkan diri, pada hakikatnya kebersamaannya dalam koalisi parpol telah berakhir. Selanjutnya presiden mengambil keputusan dan tindakan menyangkut keberadaan parpol dalam koalisi dan perwakilan partai yang berada dalam kabinet.

Lantas, kapan code of conduct itu akan diterapkan terkait dengan sikap PKS? Syarief masih belum memberikan kepastian. Termasuk apakah menunggu pandangan akhir fraksi-fraksi terhadap RAPBN-P 2013 dalam rapat paripurna DPR. “Kita lihat saja nanti,” katanya singkat.

Selasa (4/6) malam, Setgab sudah melakukan rapat yang dipimpin oleh Wapres Boediono. Rapat itu digelar tanpa kehadiran perwakilan dari PKS. Dalam rapat itu disepakati bahwa kenaikan harga BBM pada APBN-P 2013 (meski sepenuhnya domain pemerintah) mendapatkan dukungan penuh dari parpol koalisi anggota Setgab.

Terkait itu, Sekretaris Fraksi PKS, Abdul Hakim membeber alasan partainya tidak hadir dalam Rapat Setgab. Menurut Hakim, pimpinan Setgab partai koalisi membatalkan undangan yang sebelumnya ditujukan kepada pimpinan fraksi menjadi kepada ketua umum partai, hanya 2 jam sebelum acara dimulai.

“Padahal Presiden PKS Anis Matta beserta sebagian pimpinan Dewan Pengurus Pusat (DPP) PKS saat itu berada di Tebuireng, Jombang, Jawa Timur dalam rangka silaturahim,” kata Hakim di Jakarta, Kamis (6/6).

Hakim menjelaskan, pemberitahuan pembatalan undangan itu disampaikan melalui pesan singkat dari protokoler Wapres kepada Ketua Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid. Pesan itu diterima Hidayat pada pukul 18.00 WIB.

Adapun isi pesan singkatnya adalah sebagai berikut: “Selamat sore Bapak/Ibu kpd Yth Ketua Fraksi Partai Koalisi. Mohon ijin menyampaikan informasi dr Wapres dan Menkumham terkait rapat setgab partai koalisi bersama Wapres nanti malam. Yg semula diundang adalah ketua fraksi menjadi KETUA UMUM PARTAI. Demikian Bapak/Ibu kami mohon maaf sebesar2nya atas perubahan ini. Demikian. Terima kasih. Cc. Amir Syamsudin”

Pimpinan fraksi, ujar Hakim, sebenarnya sudah siap berangkat menghadiri pertemuan Setgab. Namun hal itu diurungkan setelah mendapat pesan singkat tersebut. “Kami (pimpinan) sudah siap hadir untuk mendengarkan sekaligus menjelaskan posisi PKS dalam urusan rencana kenaikan harga BBM, tapi undangan ternyata berubah last minute,” ucap Hakim.
PKS Benalu, Demokrat Letoy
Kemudian, Hakim mendapat informasi dari pihak protokoler Presiden PKS bahwa tidak ada undangan apapun yang diterima Anis terkait acara itu.
Suasana tak nyaman ini ditanggapi Pengamat politik senior AS Hikam. Dia menilai, dalam perebutan kuasa atau politik, etika dan moral tak jarang dianggap sebagai sesuatu yang nisbi alias relatif dan bahkan semacam pengganggu.
“Yang cenderung diunggulkan adalah ketegasan, keberanian bertindak dan mengambil resiko. Nah, bagaimana kalau kemudian baik etika maupun keberanian bertindak dan ketegasan ternyata tidak ada? Inilah yang terjadi antara PKS dan PD,” ungkap Hikam Kamis (6/6).
PKS dianggap tak beretika, karena tidak loyal dengan menolak kenaikan harga BBM. Tetapi Partai Demokrat bisa dianggap tidak punya ketegasan dan keberanian bertindak terhadap prilaku politik PKS.
Sehingga partai besutan KH Hilmi Aminudin tersebut bisa terus malang-melintang sebagai anggota koalisi dan menikmati semua kenikmatannya, tetapi sambil terus mengganggu koalisi dan menggembosi kebijakan Pemerintah.
“Kalau PKS ibarat benalu, maka PD letoy dan impoten. Hasilnya, jalannya Pemerintahan lalu mirip mobil yang sopirnya menginjak gas tetapi salah satu penumpangnya menginjak rem keras-keras,” ujarnya.
Sejatinya, kalau PD menuding PKS tak beretika, sambung Hikam, maka rakyat Indonesia pun berhak bertanya kepada PD: “Lo punya nyali gak sich?” (fal/fat/gil/rm/jpnn)

JAKARTA- Gencarnya kampanye penolakan kenaikan harga BBM yang disuarakan PKS membuat Partai Demokrat dan sebagian anggota Setgab (Sekretariat Gabungan) Parpol Koalisi gerah. Politisi Demokrat secara terang-terangan menyerang PKS, begitu juga sebaliknya.

Namun, sampai saat ini Demokrat belum bisa mengusik keberadaan PKS di dalam koalisi. Besar kemungkinan, senjata yang akan dipakai untuk mendepak PKS adalah kontrak dan tata etika atau code of conduct yang telah diteken partai-partai pendukung pemerintah.

“Setiap parpol yang sepakat dan menandatangani kontrak koalisi harus tunduk kepada code of conduct tersebut. Kalau tidak, namanya bukan koalisi. Apalagi ini tentang kebijakan untuk melindungi kepentingan rakyat miskin,” tutur Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarief Hasan yang pernah duduk sebagai sekretaris gabungan (Setgab).

Dalam catatan koran ini, pimpinan partai anggota koalisi meneken kontrak koalisi pada 15 Oktober 2009. Kemudian, pimpinan parpol koalisi bersama dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Boediono kembali membubuhkan tanda tangan pada 23 Mei 2011 atas kesepakatan yang merupakan penyempurnaan Tata Etika Pemerintahan RI 2009-2014.

Pada butir kelima code of conduct disebutkan, jika terjadi ketidaksepakatan bersama dalam koalisi, semaksimal mungkin tetap dilakukan komunikasi politik untuk menemukan solusi yang terbaik. Apabila pada akhirnya tidak ditemukan solusi yang disepakati bersama, maka parpol peserta koalisi yang bersangkutan dapat mengundurkan diri dari koalisi.

Lalu disebutkan, manakala parpol yang bersangkutan tidak mengundurkan diri, pada hakikatnya kebersamaannya dalam koalisi parpol telah berakhir. Selanjutnya presiden mengambil keputusan dan tindakan menyangkut keberadaan parpol dalam koalisi dan perwakilan partai yang berada dalam kabinet.

Lantas, kapan code of conduct itu akan diterapkan terkait dengan sikap PKS? Syarief masih belum memberikan kepastian. Termasuk apakah menunggu pandangan akhir fraksi-fraksi terhadap RAPBN-P 2013 dalam rapat paripurna DPR. “Kita lihat saja nanti,” katanya singkat.

Selasa (4/6) malam, Setgab sudah melakukan rapat yang dipimpin oleh Wapres Boediono. Rapat itu digelar tanpa kehadiran perwakilan dari PKS. Dalam rapat itu disepakati bahwa kenaikan harga BBM pada APBN-P 2013 (meski sepenuhnya domain pemerintah) mendapatkan dukungan penuh dari parpol koalisi anggota Setgab.

Terkait itu, Sekretaris Fraksi PKS, Abdul Hakim membeber alasan partainya tidak hadir dalam Rapat Setgab. Menurut Hakim, pimpinan Setgab partai koalisi membatalkan undangan yang sebelumnya ditujukan kepada pimpinan fraksi menjadi kepada ketua umum partai, hanya 2 jam sebelum acara dimulai.

“Padahal Presiden PKS Anis Matta beserta sebagian pimpinan Dewan Pengurus Pusat (DPP) PKS saat itu berada di Tebuireng, Jombang, Jawa Timur dalam rangka silaturahim,” kata Hakim di Jakarta, Kamis (6/6).

Hakim menjelaskan, pemberitahuan pembatalan undangan itu disampaikan melalui pesan singkat dari protokoler Wapres kepada Ketua Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid. Pesan itu diterima Hidayat pada pukul 18.00 WIB.

Adapun isi pesan singkatnya adalah sebagai berikut: “Selamat sore Bapak/Ibu kpd Yth Ketua Fraksi Partai Koalisi. Mohon ijin menyampaikan informasi dr Wapres dan Menkumham terkait rapat setgab partai koalisi bersama Wapres nanti malam. Yg semula diundang adalah ketua fraksi menjadi KETUA UMUM PARTAI. Demikian Bapak/Ibu kami mohon maaf sebesar2nya atas perubahan ini. Demikian. Terima kasih. Cc. Amir Syamsudin”

Pimpinan fraksi, ujar Hakim, sebenarnya sudah siap berangkat menghadiri pertemuan Setgab. Namun hal itu diurungkan setelah mendapat pesan singkat tersebut. “Kami (pimpinan) sudah siap hadir untuk mendengarkan sekaligus menjelaskan posisi PKS dalam urusan rencana kenaikan harga BBM, tapi undangan ternyata berubah last minute,” ucap Hakim.
PKS Benalu, Demokrat Letoy
Kemudian, Hakim mendapat informasi dari pihak protokoler Presiden PKS bahwa tidak ada undangan apapun yang diterima Anis terkait acara itu.
Suasana tak nyaman ini ditanggapi Pengamat politik senior AS Hikam. Dia menilai, dalam perebutan kuasa atau politik, etika dan moral tak jarang dianggap sebagai sesuatu yang nisbi alias relatif dan bahkan semacam pengganggu.
“Yang cenderung diunggulkan adalah ketegasan, keberanian bertindak dan mengambil resiko. Nah, bagaimana kalau kemudian baik etika maupun keberanian bertindak dan ketegasan ternyata tidak ada? Inilah yang terjadi antara PKS dan PD,” ungkap Hikam Kamis (6/6).
PKS dianggap tak beretika, karena tidak loyal dengan menolak kenaikan harga BBM. Tetapi Partai Demokrat bisa dianggap tidak punya ketegasan dan keberanian bertindak terhadap prilaku politik PKS.
Sehingga partai besutan KH Hilmi Aminudin tersebut bisa terus malang-melintang sebagai anggota koalisi dan menikmati semua kenikmatannya, tetapi sambil terus mengganggu koalisi dan menggembosi kebijakan Pemerintah.
“Kalau PKS ibarat benalu, maka PD letoy dan impoten. Hasilnya, jalannya Pemerintahan lalu mirip mobil yang sopirnya menginjak gas tetapi salah satu penumpangnya menginjak rem keras-keras,” ujarnya.
Sejatinya, kalau PD menuding PKS tak beretika, sambung Hikam, maka rakyat Indonesia pun berhak bertanya kepada PD: “Lo punya nyali gak sich?” (fal/fat/gil/rm/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/