Pada tahun 1864, berdasar cerita rakyat yang dikisahkan orang terdahulu, Datuk Bandar Kajum yang memiliki julukan Datuk Punggawa asal Bandar Simalungun (kini Pagurawan, Red) bersama pengikutnya lari dari kejaran Tentara Kerajaan Raya.
Pelariannya dari Kerajaan Pajang menuju Asahan itu mendarat di Kampung Tanjung Marulak – kini Kelurahan Tanjung Marulak, Kecamatan Rambutan, Tebingtinggi. Datuk Punggawa bersama para pengikutnya mendirikan hunian di atas tebing yang tinggi itu sembari memagarinya dengan kayu yang kokoh.
Setelah beberapa tahun Datuk Punggawa tinggal di Tanjung Marulak, karena kelihaian Kolonialis Belanda dengan politik pecah belahnya maka timbul sengketa dengan Kerajaan Raya, yang berdekatan dengan Kerajaan Padang yang terletak di sebelah selatan, dan sengketa ini akhirnya meluas menjadi perang saudara.
Untuk mempertahankan serangan ini Datuk Bandar Kajum berhasil mencari tempat di sebuah dataran tinggi di tepi Sungai Padang, disinilah dia membangun kampung yang dipagari dengan benteng – benteng pertahanan. Kampung inilah yang disebut sekarang Kampung Tebing Tinggi Lama.
Kampung tersebut kemudian berkembang menjadi tempat permukiman sebagai asal usul Kota Tebing Tinggi. Pada tahun 1887 oleh Pemerintah Hindia Belanda, Tebingtinggi ditetapkan sebagai kota Pemerintahan dimana pada tahun tersebut juga dibangun perkebunan besar yang berlokasi di sekitar Kota Tebingtinggi ( hinterland). Menjelang persiapan Tebingtinggi menjadi Kota Otonom, maka dalam melaksanakan roda pemerintahannya pada tahun 1904 didirikan sebuah Badan Pemerintahan yang bernama Plaatselijkke Fonds oleh Cultuur Soematra Timoer.
Dalam Perundang – undangan yang berlaku pada Desentralisasiewet yang ditetapkan pada tanggal 23 Juli 1903. Pada tahun 1910 sebelum dilaksanakannya ZelfBestuur Padang (Kerajaan Padang, Red) maka dibuat titik “Pole Growth” yaitu Pusat perkembangan Kota sebagai jarak ukur antara Kota Tebingtinggi dengan kota – kota disekitarnya. Patok Pole Growth tersebut terletak di tengah-tengah Taman Bunga di lokasi Rumah Sakit Umum Herna Tebingtinggi. Untuk menunjang jalannya roda pemerintahan maka diadakan kutipan-kutipan berupa Cukai Pekan, Iuran Penerangan dan lain-lain yang pada saat itu dapat berjalan dengan baik.
Untuk melaksanakan pengutipan setoran retribusi dan pajak daerah, diangkatlah Penghulu Pekan. Tugas Penghulu Pekan juga termasuk menyampaikan perintah – perintah atau kewajiban kepada rakyat kota. Selanjutnya Kota Tebingtinggi sebagai Kota Otonom dapat dibaca dari tulisan J.J Mendelaar dalam “Nota Bertrefende Degemente Tebingtinggi” yang dibuat sekitar bulan Juli 1930. Di salah satu bab dalam tulisan tersebut dinyatakan setelah beberapa tahun dalam keadaan vakum mengenai perluasan pelaksanaan desentralisasi maka pada tanggal 1 Juli 1917 berdasarkan Desentralisasiewet berdirilah Gemente Tebing Tinggi dengan Sterling Ordanitie Van Statblaad yang berlaku sejak 1 Juli 1917. (bbs)